Saat keluar dari bandara Beijing, hawa dingin langsung menyergap. Pas hendak mengambil jaket dari koper, dia melihat dari kejauhan Lu Shouyan sedang mendekatinya.
Ini cukup langka, mengingat statusnya sekarang sudah berbeda dari sebelumnya.
Dia mengerutkan bibir tersenyum tipis: "Kenapa kamu datang? Kukira kamu sibuk!"
Lu Shouyan langsung mengambil koper dari tangannya, lalu menariknya langsung menuju area parkir dan masuk mobil. Setelah memberi tahu sopir, mobil pun melaju keluar bandara.
Lu Shouyan memegang tangan Chu Wan, mengerutkan dahi: "Kenapa tanganmu sedingin ini?"
Chu Wan memang merasa kedinginan, tubuhnya hanya mengenakan sweater kurus dan jas hujan tipis.
Ia menghela napas melihat pohon-pohon gundul di luar jendela: "Kondisi di selatan memang lebih baik, di sana masih hangat dengan pemandangan hijau. Begitu kembali ke sini, dinginnya mencekam dan semuanya terlihat kusam tertutup debu."
Lu Shouyan: "Kamu seharusnya membeli beberapa pakaian tebal di Shenzhen. Waktu telepon kemarin aku lupa mengingatkan, ternyata kamu sama sekali tidak memikirkan hal ini."
Tapi sekarang sudah terlambat. Bagaimanapun juga, suasananya akan hangat begitu tiba di rumah.
Chu Wan segera menghiburnya: "Tidak apa-apa, sebenarnya tidak terlalu dingin kok."
Lalu dia mengalihkan topik: "Apakah lokasi pesta ulang tahun Lao Ye sudah ditentukan? Di mana pelaksanaannya?"
Ia ingat sebelum berangkat, sempat ada perdebatan tentang tempat penyelenggaraan. Tapi ia malas menanyakan detailnya, toh ia tak punya hak suara dalam urusan persiapan acara semacam itu.
Lu Shouyan: "Di Tingli Hall Yiheyuan."
Chu Wan: "Daerah itu bagus."
Lu Shouyan berpikir sejenak, berkata dengan makna tersirat: "Tapi terdengar, di tempat Kakak ketiga, kemungkinan ada beberapa pendapat."
Chu Wan: "Ada apa?"
Lu Shouyan baru mulai menjelaskan, untuk merayakan ulang tahun ke-80 Lao Ye kali ini, beberapa anak di bawahnya secara alami ingin memberikan yang terbaik. Namun masing-masing memiliki persepsi berbeda.
Bagi kakak-kakak kandung lainnya, cukup merayakan dengan meriah bersama keluarga saja. Tapi Kakak ketiga punya ide lain - menurutnya harus memanfaatkan kesempatan ini untuk mengundang sahabat lama Lao Ye, sehingga bisa menjalin kembali hubungan yang sebelumnya terputus.
Chu Wan mendengar ucapan itu, langsung paham: "Keponakanmu akhir-akhir ini mungkin begitu tidak mulus, sang Ayah ingin memuluskan rencananya."
Lu Shouyan paham sebenarnya, "keponakanmu" yang dia sebut tentu merujuk pada Lu Jianshi.
Dia dengan ekspresi datar berkata: "Mungkin begitu maksudnya."
Chu Wan tersenyum: "Waktu itu bisnis ekspor-impor kan cukup sukses, bahkan naik pangkat jadi manajer?"
Lu Jianshi pulang dari Xinjiang setelah berlatih, memang menunjukkan perkembangan.
Sejujurnya, dibandingkan dengan kehidupan sebelumnya di periode yang sama, Lu Jianshi sekarang jauh lebih kompeten.
Sekarang dia langsung masuk ke Biro Perdagangan Luar Negeri lewat jaringan keluarga—unit kerja bergengsi yang menguasai kuota ekspor-impor. Cuma modal 'main-main' sudah dapat uang. Keluarga ketiga kini penuh kebanggaan. Terakhir lihat Meng Xiangyue, dia sudah pakai baju impor dari Hong Kong plus gelang emas besar.
Lu Shouyan membalas dingin: "Baru-baru ini ada masalah. Dia keluar dari sana, buka usaha sendiri."
Chu Wan mengernyit: "Masalah? Masalah apa?"
Unit kerja tempat Lu Jianshi itu mengontrol semua kuota perusahaan ekspor-impor. Mau rugi saja susah, sekali merangkul sudah dapat uang.
Lu Shouyan melirik ke luar jendela, suaranya datar: "Masalah gaya pergaulan pria-wanita."
Chu Wan langsung bersemangat, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu menatap Lu Shouyan: "Dia punya masalah kelakuan? Punya selingkuhan di luar? Atau main serong dengan lawan jenis? Pergi berhura-hura ke klab malam?"
Lu Shouyan melihat semangatnya yang berapi-api itu, sejenak kehilangan kata-kata: "Aku juga tidak tahu jelas."
Chu Wan menarik lengan bajunya: "Masa sih? Pasti kamu tahu, cepat ceritakan!"
Sorot mata Lu Shouyan penuh kepasrahan: "Benar-benar tidak tahu. Urusan macam apa lagi yang mau kuperhatikan?"
Chu Wan menghela napas kecewa: "Ya sudahlah."
Di hatinya yakin Lu Shouyan pasti tahu, cuma dia bukan tipe yang suka membicarakan orang di belakang. Kalau memang sengaja menghindari topik, ya nanti bisa tanya orang lain saja!
Lu Shouyan sudah menjemput pulang kedua anak mereka yang diasuh oleh pengasuh.
Cuaca dingin, Mengjin memakai sweater tebal dengan bordir apel kecil merah, sedangkan Xitong mengenakan sweater kecil bergaris biru. Keduanya memakai sepatu kulit model sama—Mengjin yang merah, Xitong yang biru.
Dua anak kecil itu berbaris rapi dengan wajah manis penurut. Ketika melihat Chu Wan pulang, mereka langsung menarik suara panjang dan berseru dengan suara kekanak-kanakan: "Selamat datang, Ibu!"
Chu Wan tertegun: "Ini... ini mau apa?"
Xitong malah membusungkan dada, menatap ke depan, dengan wajah kecil yang serius: "Silakan masuk, Ibu! Hati-hati di jalan, Ibu!"
Chu Wan tak bisa menahan tawa: "Wahai dua anak kecil, kalian ini pelayan atau penjaga keamanan?"
Lu Shouyan melepas mantelnya dan menggantungkannya di rak baju, lalu menjelaskan sambil tersenyum: "Karena sedang memilih restoran, Nona Istri sebelumnya sudah melihat-lihat beberapa tempat. Suatu hari dia mengajak mereka, jadi mereka belajar ini. Ini ritual penyambutan untukmu."
Sambil berkata, dia berkata pada Chu Wan: "Pergi cuci muka dan tangan dulu, makanan sudah siap."
Chu Wan buru-buru membersihkan diri. Usai mencuci, kedua anak itu seperti burung kecil terjatuh ke pelukannya. Dengan gembira ia memeluk kedua anaknya dan menciumi berkali-kali!
Dua bocah kecil itu sudah berhenti berpura-padi jadi pelayan. Dengan cerewet mereka bercerita tentang kejadian terbaru - ada yang menyenangkan, ada yang tidak, macam-macam, semua ditirukan pada Chu Wan.
Kini mereka sudah masuk TK. Banyak teman sebaya di sana. Kemampuan berbahasa mereka berkembang pesat, artikulasi jelas, semuanya bisa diungkapkan dengan gamblang.
Xitong: "Ibu, di buku gambar TK kami, ada karakter yang saya kenal!"
Mengjin juga mengangguk, wajah penuh kebanggaan kecil: "Kami yang tahu, teman-teman tidak!"
Chu Wan mendengarkan sambil penasaran: "Apakah Ibu pernah mengajarkan kalian sebelumnya?"
Xitong: "Ibu pernah mengajar."
Chu Wan berpikir sejenak: "Saat mengajak kalian menghafal Tiga Aksara Klasik dan Li Weng Dui Yun?"
Dua si kecil mengangguk, bersuara lantang: "Benar!"
Chu Wan agak terkejut: "Kalian masih ingat juga ya."
Ingatan mereka benar-benar hebat.
Sebenarnya sejak kecil dia memang cepat mengenal karakter, tapi sekarang melihat dua anak ini bahkan lebih hebat darinya.
Ia menatap Lu Shouyan: "Apa waktu kecil kamu juga secepat ini mengenal karakter?"
Lu Shouyan: "Tentu saja tidak sebanding denganmu. Kamu sejak dini sudah bisa membaca, bahkan menghafal sekilas."
Di dalam kamar yang hangat, pria itu mengenakan kemeja abu-abu tua dipadukan sweater tipis, tampak santun dan berwibawa. Namun sorot matanya yang hangat dan tersenyum terpancar saat memandangi istri dan anak-anaknya.
Chu Wan terkejut: "Benarkah?"
Lu Shouyan mengangguk: "Ya, awalnya aku yang mengajarmu langsung mengenal karakter. Mungkin sampai dua tiga ratus karakter? Kamu memang pintar, ingatan bagus, cukup dibaca dua kali langsung hafal."
Chu Wan: "Berarti mereka mewarisi saya?"
Sorot mata hitam Legam Lu Shouyan menyapu raut sedikit jumawa sang istri: "Iya, soal mengenal karakter mewarisimu. Hanya berharap matematika jangan ikut terwarisi."
Chu Wan: "……"
Baru saja memujinya, langsung menjelekannya lagi.
Lu Shouyan menunduk, mengambilkan daging merah kecokelatan untuk Xitong dan Mengjin. Melihat dua anak kecil itu makan dengan lahap, ia tersenyum: "Akhir-akhir ini pekerjaanku tidak sibuk, tiap hari bisa pulang tepat waktu. Anak-anak tak usah dititipkan di rumah tua, kita jemput saja. Nanti malam-malam akan kusempatkan menemani mereka belajar."
Chu Wan setuju: "Metode pengajaranku dulu seperti Kitab Puisi, suruh mereka hafalkan. Selain itu, bisa juga belajar bacaan anak-anak - cerita dunia dongeng dan kisah raja, semua diceritakan. Kalau mereka mau belajar huruf, biarkan juga."
Di samping, Xitong yang sedang makan dengan pipi menggembung buru-buru berkata: "Xitong mau belajar huruf!"
Chu Wan menyahut: "Seperti itu keinginan belajarmu?"
Mengjin juga menimpali dengan suara lembut: "Aku juga mau belajar huruf, mau baca buku."
Lu Shouyan penasaran sambil tersenyum: "Rupanya kalian berdua sangat mencintai belajar."
Dia waktu kecil juga termasuk paham, tapi tidak se-ingin belajar dua si kecil ini.
Mengjin mendengarkan, malu-malu menggaruk kepala, lalu berkata dengan gagap: "Aku tante..."
Xitong mengangguk, dengan serius berkata: "Aku paman lho."
Lu Shouyan dan Chu Wan saling memandang, sama-sama tidak paham apa yang terjadi.
Mengjin: "Baoli kenal lebih banyak karakter daripada aku... padahal aku kan tante."
Setelah mengatakannya, bibirnya mengernyit menunjukkan wajah kecewa.
Xitong: "Baocheng juga bisa baca, katanya sebagai paman seharusnya lebih hebat, aku mau jadi paman paling pintar."
Baoli dan Baocheng adalah anak dari keponakan laki-laki Lu Jiankun dan keponakan kedua Lu Jianxing.
Chu Wan mendengarkan sambil tertawa terbahak: "Mereka lebih tua beberapa tahun darimu, sebentar lagi masuk sekolah dasar. Kalian belum tiga tahun, tidak kenal juga wajar. Tapi kalau mau belajar, Ayah Ibu pasti akan mengajarinya."
Lu Shouyan mengangguk, tersenyum sambil menatap dua anak kecil: "Ingin belajar itu bagus. Kalau ada kebutuhan apa-apa, kalian bisa menyampaikan. Ayah Ibu pasti akan berusaha memenuhinya selama bisa dilakukan."
Xi Tong mendengar ini: "Apa saja boleh?"
Mengjin juga membelalakkan mata menatap Ayah dengan penuh harap.
Lu Shouyan sedikit ragu-ragu sejenak, lalu mengangguk.
Xi Tong: "Aku mau pesawat!"
Mengjin: "Aku mau tikus!"
Lu Shouyan bingung: "Pesawat? Tikus?"
Chu Wan melihat ekspresi linglung langka suaminya itu, tak kuasa menahan tawa. Ia menambahkan minyak ke api: "Anakmu minta pesawat pribadi, kau harus cari cara."
Tikus mudah ditangkap, pesawat susah dibeli.
Lu Shouyan meliriknya sebentar sebagai peringatan, lalu bertanya dengan sabar: "Kenapa kalian tiba-tiba mau itu?"
Xi Tong: "Aku ingin jadi Pipi Lu!"
Mengjin: "Aku ingin jadi Lu Xixi, aku mau Shuke dan Beita."
Sorot mata Lu Shouyan penuh kebingungan.
Chu Wan akhirnya tidak bisa menahan tawa.
Lu Shouyan mana tahu Shuke Beita, dia sama sekali tidak mengerti!
Dia tersenyum sambil berkata: "Kamu tahu sekarang ada istilah kesenjangan generasi? Inilah kesenjangan generasi, aku paham, kamu tidak, jadi inilah kesenjangan generasi."
Begitu kata ini keluar, sorot mata Lu Shouyan padanya sudah penuh ketidaksenangan.
Chu Wan malah melanjutkan 'mengobarkan api': "Tiga tahun selisih satu generasi, dibulatkan kita beda tiga generasi!"
Xitong dan Mengjin di samping tentu tidak paham apa itu kesenjangan generasi, tapi ini tidak menghalangi mereka memahami.
Mengjin terpana: "Wah, banyak sekali, tiga gelas! Hari ini aku hanya minum satu gelas susu!"
Xitong dengan serius mengakui: "Aku juga tidak bisa minum tiga gelas susu!"
Ekspresi wajah Lu Shouyan sangat kompleks, sorot mata hitam pekatnya melirik sekilas ke Chu Wan, lalu berkata dingin: "Kamu tunggu saja."
