Hari itu, Lu Shouyan mengantar Chu Wan dan dua anak mereka ke rumah tua. Hampir semua anggota keluarga sudah berkumpul. Di depan gerbang terparkir 6-7 mobil sekaligus, memadati seluruh hutong. Anak-anak tetangga berhamburan menyaksikan keriuhan, mengamati mobil-mobil tersebut satu per satu.
Feng Luxi menyuruh pembantu membagikan kacang, permen susu, dan camilan lainnya ke anak-anak. Sekumpulan anak pun riang gembira, seolah sedang merayakan festival.
Baoli, Bao Yi, dan beberapa anak lainnya sedang bermain di hutong. Begitu melihat Mengjin dan Xitong, mereka langsung melepaskan tangan Lu Shouyan dan berlari bergabung, segera bermain petak umpet bersama anak-anak lain.
Melihat hal itu, Lu Shouyan membiarkan mereka bermain, lalu masuk ke dalam rumah bersama Chu Wan.
Kali ini keluarga besar benar-benar lengkap. Seluruh ruangan dipenuhi rekan seangkatannya Lu Shouyan, sementara junior seperti Lu Jiankun dan para menantu mereka juga hadir. Begitu melihat kedatangan Lu Shouyan dan Chu Wan, mereka segera menyapa dan menawarkan tempat duduk.
Ternyata Lu Jianran juga hadir. Ia duduk di sudut sofa sambil menggendong putrinya Xiao Nuo'er yang berusia empat tahun - tampak manis dan penurut.
Saat melihat Lu Shouyan dan Chu Wan masuk, Lu Jianran berdiri menyapa: "Paman Tujuh". Namun saat menyebut "Bibi Ketujuh", suaranya terhenti sejenak dengan ekspresi agak kaku.
Chu Wan tersenyum: "Jianran sudah bertahun-tahun belum kembali kan? Kali ini di Beijing, tinggal lebih lama beberapa hari, temani Kakakmu dan Nona Istri."
Lu Jianran mengangguk: "Setuju, aku juga berpikir begitu."
Setelah mengatakan ini, Chu Wan merasa telah menjalankan kewajiban "orang tua yang toleran" sebagai bibi ketujuh. Pokoknya basa-basi sudah diucapkan, nanti tak perlu lagi meladeninya.
Para hadirin ramai bersuara, membicarakan berbagai hal. Entah bagaimana topik beralih ke beli rumah dan mobil. Lu Jianjing bertanya: "Bibi, kamu mau beli mobil ya?"
Chu Wan mengangguk: "Iya, sekarang Kakakmu membantu mendapatkan kuota, sedang memeriksanya."
Chu Wan sudah memilih model Audi, biasa-biasa saja, mobil impor. Setelah bayar pajak bea cukai harganya lebih dari lima puluh ribu.
Lu Jianzhao langsung bertanya: "Bibi mau beli mobil apa?"
Lu Shouyan yang sedang hendak ke ruang baca untuk membahas urusan dengan Lu Shoujian, saat hendak beranjak mendengar ini, sekadar menyebut: "Beli yang semauanya saja, belum juga diputuskan."
Setelah Lu Shouyan dan Lu Shoujian pergi ke ruang baca, para hadirin mulai berdiskusi tentang model mobil saat ini. Semua menyarankan Chu Wan membeli yang bagus dan impor: "Kini semua orang sedang mempertimbangkan beli mobil. Dengan statusmu sekarang sebagai Bibi Ketujuh, beli mobil biasa terlalu merendahkan martabat. Harus beli yang bagus!"
Chu Wan tersenyum: "Terlalu berani juga tidak pantas. Nanti kita lihat saja."
Lu Jianzhao menghela napas: "Bibi, kamu belum paham harga pasar sekarang. Semua orang ingin beli mobil! Siapa pun yang punya uang, bertarung mati-matian menghamburkan uang untuk mobil impor. Bunyi 'dudududu' mobil kecil impor saat dikendarai, baru itu namanya penampilan!"
Lu Jianshi dari samping mengerutkan alis: "Orang-orang ini memang kenyang. Buat apa beli mobil? Kalau punya uang lebih baik beli rumah."
Lu Jiankun mendengar, melirik sekilas ke arah Lu Jianshi lalu sekadar mengalihkan topik: "Katanya harga properti sekarang naik drastis?"
Lu Jianjing menyambung: "Benar! Kami baru saja berencana beli yang baru. Setelah dilihat, harganya benar-benar mahal!"
Lu Jianjing dicuekin rumah unit kerjanya di lantai lima, naik turun tangga terlalu capek, lagi mikirin mau beli yang baru.
Begitu dia ngomong, yang lain langsung nanya-nanya. Ternyata baru tahu, katanya harga rumah di Beijing sekarang yang termurah aja 1.600 keping per meter persegi, yang mahal nyaris 2.000 keping per meter!
Lu Jianjing: "Satu set rumah minimal harus ratusan ribu. Aku mikir, mending minta orang tua suami aku yang bayarin. Soalnya gaji kami habis buat biaya anak. Kami mah nggak sanggup beli."
Lu Jiankun yang dengerin nyela: "Nggak usah buru-buru. Bisa ditunda dulu. Katanya atasan lagi bahas hukum dan peraturan buat mengontrol harga properti yang melonjak ini, soalnya rakyat kecil udah nggak sanggup."
Lu Jianzhao: "Jujur? Wah bagus sekali!"
Lu Jianran tiba-tiba nyampuk: "Harga rumah pasti dikontrol! Kemarin koran udah bilang, sekarang ini 'harus dikendalikan'. Pasti bakal diatur, perkembangan kenaikannya ditekan."
Yang lain pada manggut-manggut setuju.
Lu Jianran menyuruh anaknya bermain sendiri di halaman, sambil tersenyum ia berkata: "Makanya, kita masyarakat biasa jangan sembarangan beli rumah. Lagian unit kerja juga membagikan rumah untuk ditinggali, ngapa buang-buang uang untuk spekulasi ilegal beli banyak rumah dan tanah. Nanti kalau harganya jatuh, tak ada tempat menangis."
Perkataannya ini mengingatkan beberapa orang bahwa Chu Wan sepertinya pernah membeli rumah dan tanah, membuat suasana jadi canggung sejenak.
Lu Jianran melanjutkan: "Beberapa hari lalu Shanghai mau jual 10.000 lebih unit rumah sekaligus, hasilnya sama sekali tak ada yang beli. Perumahan baru di sana kosong melompong, jelas karena harganya terlalu mahal, sampai 2000-an per meter persegi. Siapa yang mau beli? Cuma orang kaya yang uangnya kebanyakan saja."
Orang-orang setuju dengan pernyataan ini. Bagaimanapun juga harga rumah di Shanghai yang 2000-an per meter persegi memang terlalu mahal, lebih tinggi dari Beijing. Mana ada orang biasa yang tega beli.
Ketika Lu Shouyan mengantar Chu Wan dan anaknya pergi, hari sudah mulai larut.
Kembali ke rumah, meminta dua pembantu mengantar anak mandi dan bersiap tidur. Chu Wan sendiri setelah membersihkan diri, masuk ke kamar lalu tersenyum pada Lu Shouyan: "Hari ini aku sudah berkorban besar. Kau harus catat pekerjaan saya."
Lu Shouyan: "Apa yang dia katakan?"
Chu Wan: "Di depan semua orang, tidak menghargai gengsi saya. Bilang harga properti akan jatuh, katanya tidak ada orang yang akan beli rumah tanpa alasan."
Ekspresi Lu Shouyan berhenti sejenak, kemudian tersenyum: "Biarkan dia bicara semaunya."
Chu Wan: "Dia sedang menyindirku yang membeli rumah dan tanah. Aku sengaja malas meladeni. Kalau tidak, pasti kukatakan padanya - tidak ada cara lain, uang berlebih lebih baik untuk beli rumah daripada disimpan di rumah jadi kayu bakar."
Lu Shouyan tertawa: "Bukankah itu justru kerugian untuk dirinya sendiri?"
Chu Wan mendengar ini, teringat perkataan Lu Jiankun. Meski Lu Jiankun adalah keponakan, usianya sama persis dengan Lu Shouyan. Tapi Lu Jiankun yakin negara akan mengontrol harga properti sehingga tidak akan naik lagi, sementara Lu Shouyan jelas optimis harga akan naik, makanya bilang Lu Jianran akan rugi.
Ternyata meski usia sama, persepsi orang bisa berbeda-beda.
Soal Lu Jianran itu, jangan disebut lagi. Dia bahkan tak pantas mengikat sepatuku.
Chu Wan tersenyum: "Sudahlah, tak usah diladeni. Kalau dia bilang harga properti akan turun, ya biarkan saja tidak beli!"
Rejeki sebaik ini, tak perlu diingatkan ke dia.
Lu Shouyan tertawa: "Mending pilih mobil. Cepat dibeli, daripada lihatmu setiap hari sewa taksi juga kasihan."
Chu Wan: "Ya, ngerti ah!"
Tiba-tiba teringat: "He Xi mungkin datang ke daratan Tiongkok dalam dua hari ini?"
Lu Shouyan meliriknya datar: "Wan-wan, kalau mau dia tinggal di rumah, bilang saja langsung."
Chu Wan dengan polos berkata: "Aku cuma bertanya padamu, aku kan tidak mengatakan apa-apa..."
Lu Shouyan memandangnya dengan sorot mata penuh makna: "Untung saja aku mengerti isi hatimu, kalau tidak, orang lain pasti sudah kesal dibuatnya."
Chu Wan segera mendekat, merangkul lengannya sambil bersikap manja: "Jangan marah, jangan marah!"
Sesaat kemudian ia berjinjit untuk mencium dagunya.
Lu Shouyan yang dihiburnya dengan lembut itu, sorot matanya berubah dalam, lalu menunduk untuk menciumnya.
Dao Hexi memotret tangan tembaga yang diperolehnya dan menunjukkan foto itu kepada Chu Wan. Chu Wan langsung memastikan keasliannya.
Itu adalah tangan perunggu yang dibuat mirip ukuran tangan manusia asli. Kuku jari-jemarinya berbentuk sempurna, jari-jari ramping dengan ruas tulang yang jelas, bahkan urat nadi di punggung tangan terlihat nyata.
Di punggung tangan tersebut terukir banyak inskripsi menggunakan aksara kuno yang diduga berasal dari Yaman.
Chu Wan langsung tahu barang itu pasti asli, sekarang dia sangat gembira.
Ini adalah persembahan ritual dari kuil Arab, peninggalan budaya yang langka di dunia saat ini.
Dao Hexi tidak salah menilai sesuatu, menyatakan setelah mengurus beberapa urusan-urusan rumit di Inggris akan pergi ke daratan Tiongkok. Selain memberikan barang itu kepada Chu Wan, dia juga perlu mengurus masalah investasi perusahaan di sini.
Chu Wan: "Baik, kalau begitu kamu datang dan tinggal di rumah kami."
Dao Hexi tersenyum: "Baik."
Chu Wan juga membicarakan pameran perorangannya. Kini dia sudah memperoleh prosedur persetujuan dan sedang merencanakan, seharusnya bisa segera dimulai.
Dao Hexi: "Kamu ingin memamerkan 'Proklamasi Kemerdekaan Amerika' itu?"
Chu Wan tersenyum: "Setuju. Tunggu sampai kabar tersebar, pasti ada yang datang membeli. Nanti kita lihat, mungkin aku bisa melunasi utang."
Dao Hexi: "Bagaimana dengan tangan tembaga?"
Chu Wan: "Ini nanti saja dibahas, pasti bisa dijual dengan harga selangit. Nanti setelah barang terjual, aku tak akan sungkan denganmu, kau juga jangan mempermasalahkanku. Kita bagi dua sama rata, masing-masing setengah."
Dao Hexi: "Tak perlu."
Chu Wan: "Merasa tenang saja, aku akan menjual beberapa barang antik. Pasti bisa melunasi utang. Kewajibanmu ya ambillah bagianmu."
Dao Hexi mendengar ucapannya, memahami maksudnya, lalu berkata: "Baik."
Lu Shouyan segera membantu mengangkut mobilnya ke dalam negeri. Mobil baru Audi, terlihat berbeda secara alami. Setelah Chu Wan mengemudikannya, dia mengantar keluarga ke taman pinggiran kota untuk jalan-jalan. Mobil baru suasana baru, perasaan pun menjadi bahagia.
Kedua anak mereka juga riang gembira, merasa mobil Ibu lebih baik daripada mobil Ayah, karena "mobil baru".
Chu Wan mendengar ini, tersenyum penuh kemenangan melihat Lu Shouyan: "Dicuekin, kan?"
Lu Shouyan: "Pakai kesempatan untuk merendahkan aku, apa kau gatal kulit?"
Terakhir kali dia bilang ada kesenjangan generasi, bahkan sampai tiga generasi, kata-kata itu masih diingatnya.
Chu Wan mengerang: "Nggak mau peduli lagi sama kamu."
Setelah punya mobil baru, Chu Wan lebih giat mengurus pameran pribadinya. Dengan bantuan Manajer Qian dan Yi Tiesheng, semuanya cepat beres. Tinggal menunggu momen tepat untuk memamerkan salinan tangan 《Deklarasi Kemerdekaan》Amerika, pasti akan jadi sensasi.
Kebetulan ulang tahun Kakek Nie tiba. Chu Wan menyiapkan hadiah mewah beserta stempel keluarga Nie, lalu berangkat ke rumah mereka.
Kakek Nie sekarang tinggal di rumah tradisional bergaya lama. Gerbang merah menyala dengan atap melengkung, tiang-tiang tinggi menjulang. Tata letak megah dengan sederet kamar samping, jalanan sepi di sekitarnya. Jelas rumah ini dulunya milik keluarga kaya, mungkin bagian dari kompleks pangeran.
Setelah salam-salaman, dia dipersilakan masuk. Tak disangka, yang bertugas registrasi tamu adalah Song Laosan.
Song Laosan adalah tangan kanan Keluarga Nie. Dulu demi sebuah guci biru-putih dari periode kosong tiga dinasti Ming, Nie Nangui merancang siasat untuk mendapatkannya kembali. Chu Wan yang ingin merebut kembali, meminjam uang dari Lu Shouyan untuk mencegat transaksi, dan saat itu yang dihadapi adalah Song Laosan.
Kini Kakek Nie membuka toko di Liulichang, sudah pasti Song Laosan yang rela melakukan apapun menjadi andalan utama.
Saat melihat Chu Wan datang, Song Laosan dengan tangan tergenggam di punggung mengamati Chu Wan sambil tersenyum lebar: "Rekan Chu, tiga hari tak bertemu harus dilihat dengan pandangan baru. Bertahun-tahun ini Rekan Chu sudah kaya raya ya?"
Chu Wan: "Terima kasih doa baik Paman Song Laosan. Ke depannya tentu harus kaya raya."
Song Laosan: "Hari ini hari baik, tak usah bicara panjang. Tamu yang datang adalah kehormatan, silakan masuk."
Chu Wan mengangguk halus, lalu masuk.
Bisnis Keluarga Nie kini tak perlu sebut pasar luar negeri, di dalam negeri saja sudah semarak. Selain pusat barang antik, mereka membuka toko-toko barang antik di berbagai tempat, terutama yang di hotel Kyoto yang spektakuler, terletak di Gedung Penyambutan Tamu.
Kyoto Hotel itu tempat apa, hotel bisnis mewah untuk tamu asing, di Beijing selain Gedung Guest House Pemancingan, dialah yang paling terkemuka. Para pedagang ternama dan selebriti, plus pejabat dari berbagai negara, menginap di sana dengan mata uang asing. Bagaimana mungkin mereka tidak mampir melihat barang antik Tiongkok? Keluarga Nie seperti sedang menjaga bank sambil menghitung uang.
Karena posisi terhormat Keluarga Nie di kalangan kolektor sekarang, tamu yang datang hari ini memang banyak. Chu Wan menoleh ke sekeliling, banyak wajah familiar - sesama kolektor, bahkan dia melihat Tuan Fan di kejauhan.
Tak lama kemudian ada yang menyadari kehadirannya. Mengingat posisi Chu Wan di lingkungan barang antik saat ini, segeralah kerumunan orang mendekat menyapanya sambil menjilat.
Sebenarnya Chu Wan juga tidak terlalu ingin bersosialisasi dengan mereka. Kehadirannya di acara seperti ini selalu terasa dikotori. Tapi hari ini ulang tahun ke-70 Kakek Nie. Kedatangannya, sekadar berdiri di sini sudah menunjukkan sikap: hubungan antara Keluarga Nie dan Chu sudah mencapai tahap ini. Selain itu, dia ingin memberikan stempel itu langsung ke tangan Kakek Nie.
Untung saat itu, sesepuh perempuan keluarga Nie datang menyapanya dan mengajaknya duduk di ruang dalam. Chu Wan mengenali ini adalah bibi kedua Nie Nangui. Ia tersenyum mengucapkan sesuatu, lalu bersiap mengikuti masuk ke dalam.
Tak disangka, tiba-tiba seseorang memanggilnya: "Rekan Chu, kemarilah lihat barang ini. Bagaimana menurutmu?"
Chu Wan bingung menoleh. Ternyata yang memanggil adalah Kepala Toko Ning dari Liulichang - seorang yang terkenal sering salah menilai barang antik. Di sebelahnya berdiri Sun Erye dengan ekspresi serasi sempurna.
Yang mengherankan, Sun Erye sedang memandangnya dengan sorot mata penuh kemenangan.
Ia bertanya bingung: "Ada keperluan apa, Kepala Toko Ning?"
Kepala Toko Ning tersenyum kecut: "Hari ini Sun Erye membawa sebuah barang. Dia sedang mempromosikannya, dan kami rasa ini barang asli kelas satu. Maukah Anda memeriksa keasliannya?"
Sebelum percakapan selesai, Sun Erye menyelipkan tangan di dada dan berkata dengan angkuh: "Meminta bos Chu menilai barang ini... kurang pantas rasanya."
Begitu dia bicara, semua orang terlihat bingung.
Sun Erye yang melihat semua mata tertuju padanya langsung bersemangat. Hari ini hampir seluruh kolektor barang antik dari Beijing, Shanghai, dan Tianjin berkumpul. Inilah momentumnya untuk membangun reputasi.
Dengan putus asa, ia menggelengkan kepala sambil tersenyum sombong: "Jujur saja, barang ini dulunya sempat lolos dari pemeriksaan Rekan Chu. Karena kuku jarinya retak sedikit, akhirnya jatuh ke tanganku."
Para hadirin tertegun mendengarnya, memandang Chu Wan dengan tatapan penuh tanda tanya.
Mungkinkah kemampuan observasi Chu Wan sampai bisa dikalahkan oleh trik Sun Erye?
Chu Wan: "Tuan Er, seingatku kita tak pernah bertransaksi. Kapan kubolehkan barangku jatuh ke tanganmu?"
Sun Erye: "Wah, orang terhormat memang mudah lupa! Bukankah dulu kita patungan membeli sebatch tembikar dari Bo Ya Zhai? Lebih dari 100 keping, lalu kita bagi dua sama rata."
Chu Wan tersenyum: "Benar ada kasus itu. Tuan Sun, kenapa tiba-tiba membahasnya sekarang?"
Sun Erye: "Ini kan yang kita bahas tadi. Coba lihat, lihat Yuan Blue and White ini. Ini bagian dari batch itu. Waktu itu kupikir karena usiamu masih kecil, kubiarin kamu pilih duluan. Tapi hasilnya malah, kamu pilih-pilih terus nggak ketemu, malah barang bagus ini terlepas ke tanganku."
Chu Wan menoleh. Itu adalah mangkuk biru-putih Dinasti Yuan yang memang pernah dia pilih. Setelah dipilih, barang itu ditukar Sun Erye dengan barang palsu.
Dia mengamati mangkuk besar itu dengan bingung: "Kenapa barang ini terlihat familiar bagiku?"
Sun Erye tertawa terbahak-bahak dengan wajah licik: "Lho, Bos Chu merasa familiar?"
Chu Wan mengamati lebih detail, lalu berkata: "Kok aku merasa dulu sempat memilih ini? Aku jelas-jeminilih ini, kenapa sekarang ada di tangan Sun Erye?"
Sun Erye tersenyum lebar sampai gusinya kelihatan: "Aku nggak ngerti maksudmu~"
Pada titik ini, orang-orang sekitar mulai menangkap situasi. Kira-kira begini: saat membagi keramik, Chu Wan memilih barang bagus, tapi Sun Erye langsung menukarnya diam-diam.
Dunia barang antik memang penangkap jebakan. Meski mata Chu Wan tajam, tapi pengalamannya masih hijau—tak bisa menandingi kelicikan Sun Erye yang sudah lama berkecimpung.
Chu Wan menggeleng penuh penyesalan: "Mungkin ada kesalahan. Awalnya saya yang pilih ini, entah kenapa kotaknya tertukar saat diangkut. Sayang sekali."
Sun Erye buru-buru bersuara: "Bos Chu, mari kita klarifikasi. Waktu itu kita bawa kotak masing-masing, jelas terlihat. Sudah bertahun-tahun, tak pantas mengungkit-ungkit lagi."
Chu Wan tersenyum: "Betul, tak ada etika mengomel di dunia antik. Semua harus paham aturan main."
Sun Erye tertawa lega: "Dengan perkataan Bos Chu, hati ini jadi tenang!"
Chu Wan menghela napas: "Tuan Er, ini benar-benar tak terduga. Kini, aku melihatnya pun merasa sesak."
Sun Erye semakin terkekeh lebar, dengan keterbukaan berkata: "Bos Chu, tak perlu kau terlalu sedih. Kau yang sekaya ini mana peduli barang ini? Nanti setelah Yuan Blue and White ini terjual dan dapat untung besar, aku yang traktir makan!"
Para hadirin melihat Sun Erye menjatuhkannya lebih dalam, bahkan memamerkan diri di atas Chu Wan, tidak bisa menahan simpati. Bagaimanapun, reputasi dan keahlian Chu Wan tak terbantahkan. Prestasinya selama ini sungguh gemilang. Ditipu oleh orang seperti Sun Erye, benar-benar memicu rasa sesak.
Dengan putus asa, beberapa orang menghibur Chu Wan, ada juga yang menegur Sun Erye: "Kau senang diam-diam saja, kenapa harus tertawa terbahak-bahak seperti ini."
Chu Wan tersenyum: "Aku tidak apa-apa, Tuan Er. Justru aku merasa sayang dan sesak untukmu."
Sun Erye: "Apa? Merasa sesak untukku?"
：“Saya bermaksud baik, memilih keramik yang tidak terlalu bagus, ingin memberi kesempatan Sun Erye mendapat keuntungan. Tapi siapa sangka…”
Ia menghela napas, menggelengkan kepala: “Perhitungan manusia tak bisa mengalahkan takdir. Siapa sangka barang kita ini bisa tertukar tanpa alasan? Apa lagi yang bisa kulakukan?”
：“Apa?!”
Para hadirin yang mendengar perkataan ini kebingungan, serentak memandangi porselen biru-putih itu.
：“Barang ini adalah tiruan era Qing dari Gua Qinghua Yuan. Kualitas imitasinya cukup baik, awalnya ingin kusimpan sendiri sebagai pajangan. Tapi ternyata—”
Suaranya semakin frustrasi: “Ternyata malah jatuh ke tangan Sun Erye. Sungguh tak terduga.”
wajahnya berubah pucat, matanya melotot: “Tiruan?!”
