Setelah naik, Chu Wan penasaran bertanya: "Kapan kamu kembali?"
Lu Shouyan sedikit menoleh, menyapukan pandangannya padanya: "Lihat dirimu, kulitmu hitam, badanmu juga mengurus."
Chu Wan mengusap wajahnya sendiri: "Benarkah? Menurutku tidak banyak berubah."
Alis dan mata Lu Shouyan memancarkan kekecewaan: "Bagaimana kamu merawat dirimu sendiri?"
Chu Wan mulai merasa bersalah: "Ini kan karena sibuk!"
Lu Shouyan akhirnya menjawab pertanyaannya: "Masalah kalian kali ini cukup besar, Lao Ye juga sudah tahu. Aku sudah bicara dengannya, akan menemanimu di sini dan melihat bagaimana mengurus kelanjutannya. Sepertinya pekerjaan arkeologi bawah air kalian hampir selesai, mungkin nanti tidak ada lagi urusan. Pas bisa aku bawa kamu pulang."
Ia berhenti sejenak, lalu menoleh memandangnya: "Dua anak kita juga sangat merindukanmu, bertanya kapan kamu pulang."
Chu Wan mendengarkan, hatinya melembut: "Tim arkeologi di sini memang sudah tidak ada urusan lagi. Kali ini berhasil mengurus Hammie, sudah melampiaskan kekesalan, tidak perlu lagi dikhawatirkan."
Saat itu jeep berhenti, Lu Shouyan membukakan pintu mobil untuknya, berpesan pada sopir, lalu langsung mengajaknya ke penginapan.
Lu Shouyan berbicara sambil berjalan: "Masalah perusahaan pengerukan Inggris kali ini adalah strategi 'undang musuk masuk jebakan'. Mereka sudah terperangkap, tak perlu khawatir lagi. Tim arkeolog kalian memang terlalu gegabah."
Chu Wan menjelaskan: "Mereka kan anak muda, wajar kalau masih bau darah menyengat. Lagipula si Hammie memang keterlaluan."
Di luar dugaan, Lu Shouyan justru berkata dengan santai: "Tapi sudah terjadi ya sudah. Cuma beberapa setan Barat saja."
Chu Wan tertegun sebentar, lalu tak bisa menahan tawa: "Bisa tidak bicaramu jangan separuh-separuh?"
Lu Shouyan yang jarang tertawa pun tersenyum: "Baik, lain kali akan kuperhatikan."
Sambil mengobrol, mereka berdua memasuki guest house.
Meski disebut guest house, sebenarnya kompleksnya sangat luas, dikelilingi laut di tiga sisi. Merupakan hotel besar bergaya taman, kabarnya digunakan Zhanjiang untuk menerima tamu negara, tamu asing, dan berbagai selebriti.
Begitu masuk ke dalam, terlihat paviliun taman tersusun harmonis, ditambah berbagai tumbuhan langka dan harta eksotis. Puluhan bangunan desain unik tersembunyi di balik rimbunnya bunga dan pepohonan.
Lu Shouyan dan Chu Wan menginap di sebuah kamar yang luas terang dengan peralatan lengkap. Di luar jendela, rumpun bambu hijau segar bak tinta menambah kesan elegan nan menyejukkan.
Di dalam kamar yang fasilitasnya komplit, setelah mandi singkat, Chu Wan memeluk pinggang Lu Shouyan dengan malas sambil berseloroh: "Kamu khawatir sama aku ya sampai buru-buru datang? Pasti takut aku diperlakukan tidak adil di sana, makanya cepat-cepat menjemputku!"
Lu Shouyan menundukkan pandangan ke arahnya: "Kok bisa tebakanmu tepat sekali?"
Chu Wan: "Kalau ingin aku khawatir, bilang langsung saja. Jangan disimpan-simpan."
Lu Shouyan pun membungkuk, mencium bibirnya dengan lembut.
Awalnya hanya seperti capung menyentuh air, sekadar mencicipi sebentar. Namun tak lama gerakannya menjadi semakin membara, jari-jari tangannya yang kokoh menggenggam erat leher belakang Chu Wan, menahannya agar bisa leluasa mengecap rasa di bawah bibirnya, sementara telapak tangan satunya menggenggam pinggangnya.
Ciuman ini begitu rapat seolah ingin menelannya bulat-bulat.
Chu Wan terbahak-bahak hendak mendorongnya, tapi pria itu sama sekali tak melepaskan. Dalam tarik-ulur perlawanan itu, mereka pun terguling ke ranjang.
Seluruh proses ini bagai badai mengamuk.
Rupanya sudah terlalu lama berpisah. Betapapun tenangnya sikap pria itu di depan orang, alam bawah sadarnya tetaplah sama. Chu Wan bisa merasakan, kerinduannya melebihi siapa pun.
Tertahan di ranjang seperti ini, mereka hampir menyelesaikan dua putaran.
Chu Wan mulai tak tahan, memelintir selimut sambil menendang dada pria itu dengan kaki: "Kau ini... jaga image dong!"
Lu Shouyan tak ambil pusing: "Pasangan hidupku menghilang tiga-empat bulan. Susah payah ketemu, buat apa lagi peduli image?"
Chu Wan mendengus pelan: "Tidak usah, di depan orang lain, kamu berpura-pura seolah tak mengenalku!"
Kamu memang terlalu pandai berpura-pura!
Lu Shouyan mengangkat alis, berkata pelan: "Lalu bagaimana denganmu? Saat duduk kelihatannya rela memberikan apa saja untuk memutus hubungan denganku."
Chu Wan tersenyum: "Aku kan takut merepotkanmu!"
Bagaimanapun urusan tim arkeologi mereka sulit dikategorikan, belum tahu bagaimana keputusan atasan.
Lu Shouyan mengangkat tangan, memencet telapak tangannya: "Kamu masih ingat cara menulis karakter 'merepotkan' ini?"
Chu Wan segera berlaku manja, merangkul lehernya menghibur: "Tak ada yang merepotkan, lagipula ini kan bukan masalah besar! Dengarkan penjelasan Rekan Huang tadi, dia sudah punya gambaran!"
Lu Shouyan tertawa sinis, namun akhirnya tak berkata apa-apa. Ia menunduk dan menciumnya: "Memang terlihat lebih kurus. Pulang dan kubiyayai dengan baik."
Berkat Lu Shouyan, Chu Wan akhirnya bisa menghubungi Dekan Yan dan Profesor Yue. Mereka baik-baik saja, makan minum enak di unit kerja Armada Laut Selatan. Mereka selalu kooperatif dengan segala permintaan. Kini mereka akan menjadi saksi untuk membuktikan tindakan ilegal Hammie dkk dalam pengerukan dan penjarahan di wilayah laut Tiongkok. Rencananya adalah menghantam reputasi Hammie sampai perusahaan pengerukan Inggris tak bisa berkutik, serta memaksa Belanda menyerah.
Chu Wan juga berkoordinasi dengan anggota tim arkeologi bawah air. Dia menjelaskan situasi terkini: Museum Nasional Tiongkok, Museum Guangdong, dan Biro Purbakala Tiongkok sudah bergerak. Penggalian arkeologi bawah air hampir selesai, semua berjalan mulus. Setelah bertukar informasi, tak ada lagi kekhawatiran. Sekarang tinggal menunggu solusi final kasus Hammie.
Dia pun lega. Rencana besar sudah hampir final. Nanti tinggal pantau hasil penanganan kasus Hammie. Urusan lain bukan lagi tanggung jawabnya.
Kini Chu Wan benar-benar merilekskan diri dan menikmati momen ini seolah sedang berlibur. Sejak datang ke sini tiga bulan lalu, sampai sekarang dia belum benar-benar beristirahat, apalagi mencicipi kuliner khas daerah ini.
Guest house tepi pantai ini memiliki standar tinggi. Beberapa tahun sebelumnya tidak terbuka untuk umum. Baru belakangan ini bekerja sama dengan investor Hong Kong, memperkenalkan peralatan canggih, barulah dibuka untuk umum. Namun beberapa ciri khas masa lalu masih dipertahankan.
Di sini, Chu Wan dan Lu Shouyan mencicipi semua hidangan lezat: babi panggang kulit renyah, abalon kukus saus tauco, ikan kerapu kukus, sampai lobster bakar keju. Seharian penuh perut mereka kenyang membulat.
Lu Shouyan: "Kita tidak boleh makan-minum pakai uang negara."
Chu Wan yang kekenyangan mulai mengantuk, memandangnya dengan bingung mendengar perkataan itu.
Lu Shouyan tersenyum: "Nanti kamu yang bayar."
Chu Wan: "..."
Ternyata, menikahi siapapun tak bisa menghindari takdirnya harus membiayai pria.
Keesokan harinya, Lu Shouyan mengajaknya berendam di pemandian air panas. Lingkungan pemandian di sini cukup bagus, dikelilingi pohon pinang dan kelapa yang membentang luas. Pepohonan subtropis ini sangat berbeda dengan wilayah utara, memiliki daya tarik tersendiri.
Sepanjang perjalanan, terlihat aula dansa kecil dan ruang karaoke di area guest house. Beberapa anak muda berpenampilan modis sedang berkencan, berjalan-jalan, bernyanyi, dan menari. Salah satu gadis terlihat dengan rambut rebonding berwarna, mengenakan celana kaki lebar.
Melihat ini semua, Chu Wan semakin menyadari bahwa era tahun 90-an telah tiba. Zaman benar-benar berubah.
Dia hampir merasa diri ketinggalan zaman.
Lu Shouyan mengikuti pandangannya ke arah gadis berambut itu, segera mengerutkan dahi. Tanpa basa-basi, ia menarik tangan Chu Wan dan langsung berjalan meninggalkan tempat.
Sambil berjalan, ia menunduk dan berbisik: "Jangan tiru gaya begitu. Tidak cantik."
Sebenarnya Chu Wan tidak bermaksud demikian, tapi sengaja membalas: "Menurutku cukup cantik!"
Lu Shouyan mengangkat alis, menatapnya: "Kau sudah dewasa begini, kok tiba-tiba jadi memberontak?"
Chu Wan tersenyum mendengar itu: "Pokoknya kalau aku mau mewarnai rambut, kau tak boleh mengaturnya."
Lu Shouyan: "Setuju, takkan mengaturmu. Cuma menyampaikan persepsi saya."
Chu Wan: "Baru dong."
Saat itu, mereka tiba di area pemandian air panas. Kolam pribadi mereka tersembunyi di antara rumpun bambu hijau dan aliran sungai kecil, dikelilingi keheningan magis dan uap panas berkabut.
Meski bukan pertama kali, tetap saja ada rasa tidak nyaman.
Saat sedang pikiran kacau, ia menatap ke atas dan melihat sorot mata hitam itu mengawasinya melalui kabut. Wajahnya memerah. Dengan mengeratkan gigi, ia cepat-cepat masuk ke air.
Lu Shouyan segera menyusul. Ia bersandar di dinding batu pemandian, lalu merangkul erat tubuh Chu Wan yang sedang menunggangi tubuhnya.
Aliran air panas pemandian mengalir melewati tubuh kedua orang itu, membawa kepuasan yang berulang, hangat dan nyaman meresap.
Chu Wan memanjangkan lengannya dengan puas, merangkul pinggang berototnya yang kurus tapi berotot, berbisik: "Bagaimana perasaanmu selama beberapa bulan ini, cepat katakan, aku mau dengar."
Tangan Lu Shouyan dengan lembut menopang pinggang belakangnya yang kurus: "Merindukanmu sampai tak bisa tidur, setuju?"
Chu Wan memberi syarat: "Tidak boleh! Lihat, anak muda di luar berpacaran sambil berpegangan tangan, menari dan bernyanyi. Aku belum pernah menari, kau harus memberiku kompensasi, katakan lebih banyak kata-kata manis!"
Lu Shouyan mengangkat kelopak matanya, memandanginya sambil menghela napas pelan: "Benar-benar tak punya hati nurani. Aku yang memesan tiket pesawat tengah malam setelah mendengar kabarmu, terbang pagi-pagi demi apa?"
Chu Wan tersenyum cerah: "Demi apa?"
Lu Shouyan sedikit menoleh ke bawah, mencium lembut bulu matanya yang masih basah: "Dua anak kita saja tidak sempat kujaga, buru-buru datang ke sini, bukan karena takut kau mengalami kesedihan di sini?"
Suara rendah berdesir itu membuat hati siapa pun yang mendengarnya pasti meleleh.
Keduanya berpelukan tak karuan hingga siang bolong. Chu Wan malas bangun, tapi siapa sangka di sore hari telepon justru menelepon Lu Shouyan, itu pun dari sekretarisnya.
Lu Shouyan bersandar di meja ranjang, mengangkat telepon dengan ekspresi datar.
Chu Wan tengkurap di dadanya, penuh ketertarikan memainkan tubuh pria ini. Di usianya yang menginjak 33-34 tahun, tekstur otot di dadanya masih jelas terlihat dan terasa kenyal saat disentuh.
Dagunya menempel di sana, seolah sedang mengincar hidangan lezat.
Pengen makan.
Tapi Lu Shouyan masih sibuk menelepon.
Dengan kebosanan, Chu Wan mengangkat pandangan melihatnya, namun melihat raut wajahnya tampak tidak senang. Wajahnya muram mendengarkan pembicaraan di seberang sana, hingga akhirnya dia berkata: "Baik."
Setelah telepon ditutup, Chu Wan mengernyit memandanginya: "Ada apa? Terjadi sesuatu?"
Kelopak mata tipis Lu Shouyan menurun, dengan ekspresi datar dia mengangkat tangan dan membelai rambut Chu Wan dengan lembut.
Chu Wan menggeliatkan tubuhnya protes: "Memangnya ada apa?"
Tangan besar Lu Shouyan mendudukkan pinggang rampingnya yang lentik, berkata datar: "Tidak ada, cuma ada sedikit hal yang perlu diurus."
Chu Wan langsung memberikan senyuman sinis: "Sudahlah, kalau benar hanya hal kecil, mana pantas ekspresimu seperti itu? Katakanlah, sebenarnya ada masalah apa?"
Lu Shouyan mengangkat kelopak matanya, menatapnya.
Chu Wan: "?"
Barulah Lu Shouyan menjawab: "Sun Xueye."
Chu Wan pun paham: "Dia ya..."
Lu Shouyan: "Kasus tabrakan kapal dan intrusi Hammie ke Laut Selatan ini melibatkan kompleksitas. Mungkin perlu ditunggu, tapi Sun Xueye adalah warga Tiongkok, jadi lebih mudah diurus."
Chu Wan: "Dia sudah putus hubungan dengan keluarga, sekarang keluarganya pun tidak mengakuinya. Sudah jalan buntu, pasti mencari kamu."
Bagaimanapun, Lu Shouyan figur yang sangat terkenal. Sangat mudah menemukannya - sebut saja namanya, siapa yang tidak tahu?
Dia merenung sejenak: "Apa rencanamu menangani ini?"
Lu Shouyan: "Perkara ini akan ditangani sesuai prosedur. Tapi karena dia terus menerus merangkul kami, ini kesempatan untuk membuat pemutusan jelas."
Chu Wan: "Kamu berniat menemuinya?"
Lu Shouyan menundukkan pandangan, sorot mata hitam pekatnya menempel di wajahnya.
Chu Wan menyambut tatapannya: "Ya?"
Lu Shouyan perlahan merunduk. Saat wajahnya sejajar dengan bulu matanya, akhirnya bersuara: "Lalu, apa harapan Wan-wan atas cara penangananku?"
Dia menoleh, lembut mencium daun telinganya: "Tentu aku akan mengikuti keinginanmu."
Chu Wan menunjukkan sikap posesif: "Kamu tidak boleh menemuinya, aku yang akan pergi."
Lu Shouyan tersenyum mendengar nada bicaranya: "Baik, kau yang temui dia, sekalian sampaikan pesanku."
Lu Shouyan memang tidak berniat menemui Sun Xueye. Bagi orang seperti ini, yang menunggunya adalah sanksi hukum. Baik secara resmi maupun pribadi, dia tidak akan ikut campur.
Namun Chu Wan memang pergi menemui Sun Xueye.
Di penjara, rambut Sun Xueye yang berminyak melekat di wajahnya. Dengan wajah garang dia mengawasi Chu Wan: "Aku tahu! Aku tahu kau tidak akan mengizinkanku bertemu dia! Kau benar-benar tidak tahu malu! Sebagai menantu keponakan, kau berani selingkuh dengan paman suamimu sendiri!"
Chu Wan tersenyum: "Kau mungkin sudah gila."
Sun Xueye berbisik parau: "Jangan pura-pura lupa! Aku tahu kau ingat kehidupan sebelumnya. Sekarang aku mengerti, semua ini karena Cawan Sembilan Naga! Cawan itu hancur, dan kita semua mengingat kehidupan masa lalu!"
Chu Wan: "Sun Xueye, kamu harus ingat, baik aku ingat atau tidak, kamu sekarang adalah tawanan."
Dia memandang Sun Xueye dengan sorot mata dingin: "Kasus peninggalan budaya di Amerika itu memang perangkap yang kusiapkan untukmu, tapi itu cuma masalah sengketa biasa, tidak akan membahayakanmu. Kamulah yang tak tahu diri, tanpa rasa malu, malah bekerja keras untuk Hammie!"
Sun Xueye menggeretakkan gigi, wajahnya penuh kebencian: "Apa masalahnya aku bekerja untuknya? Aku cuma memberinya informasi, merusak urusan bagusmu! Kapal itu seharusnya digali Hammie! Kalau kamu memanfaatkan informasi dari kehidupan sebelumnya untuk menipunya, menurutmu itu adil? Aku justru merasa sedang menegakkan keadilan!"
Chu Wan: "Dari omonganmu, seolah kamu pahlawan pembela kebenaran. Pernahkah kamu pikirkan Hammie berkebangsaan apa? Kapal siapa yang dia gali? Masih berani mengeluh untuknya?"
Dia memandang Sun Xueye dengan hina: "Jadi orang sepertimu, meski hidup kembali seratus kali pun takkan berguna, karena otakmu hanya dipenuhi rencana-rencana picikmu sendiri. Kalau kau memang ingin menegakkan keadilan untuk Hammie, silakan temani dia di penjara sampai tulang punggungmu hancur di balik jeruji!"
Usai berkata, dia langsung mengundurkan diri.
Berbicara dengan orang seperti ini benar-benar tak perlu.
Melihat Chu Wan hendak pergi, Sun Xueye tiba-tiba meneriakinya: "Jangan pergi! Katakan, takkan kah kau merasa bersalah, selingkuh dengan paman suamimu sendiri?!"
Chu Wan menoleh memandangnya: "Sun Xueye, sebenarnya kusarankan kau tenang. Jika kau menangani ini dengan baik, masih ada seberkas daya hidup. Jika tidak—"
Senyum tipis mengembang di bibirnya, kalimat itu sengaja dibiarkan menggantung.
Perbuatan Sun Xueye ini hampir setara dengan pengkhianatan negara. Tak perlu dibayangkan akhir apa yang menanti orang semacam ini.
Sun Xueye tiba-tiba seperti balon yang kempis, semua amarahnya hilang. Ia menatap Chu Wan dengan tertegun: "Mengapa, aku yang hidup kedua kalinya ini seharusnya... seharusnya bisa menikahi Shouyan, kita hidup bahagia. Mengapa kau memaksa merebutnya... Aku seharusnya bisa mengubah segalanya dan hidup baik-baik. Tapi sekarang, jadi seperti apa hidupku ini! Ini maksudnya apa!"
Hidup kedua kalinya jadi sia-sia!
Chu Wan berkata datar: "Bukan aku yang merebut, tapi dia sejak awal bukan milikmu."
Sun Xueye bingung: "Bukan milikku? Lalu... milik siapa? Milikmu?"
Chu Wan tak lagi menghiraukannya, mendorong pintu dan pergi.
Di kehidupan ini, Lu Shouyan adalah miliknya. Tapi di kehidupan sebelumnya, sebenarnya dia pun tak tahu.
Siapa yang bisa menjelaskan dengan pasti.
Chu Wan dan Lu Shouyan menghabiskan 2-3 hari berlibur santai di guest house ini, urusan Hammie akhirnya mulai menunjukkan perkembangan.
Kelompok mereka ini membongkar kapal karam Tiongkok, meskipun hanya menemukan beberapa batu aneh, namun pihak Tiongkok tetap menyatakan ini adalah kapal karam yang sangat penting bagi mereka, menganggap Hammie memiliki kecurigaan sebagai mata-mata yang mencuri rahasia penting Tiongkok.
Dalam situasi ini, perusahaan pengerukan Inggris tak berani lagi membela Hammie. Meski menjadi senjata bagi Inggris, mereka hanyalah perusahaan yang punya mimpi jadi kaya, tak ingin terlibat dalam masalah apa pun.
Lagipula yang bermasalah kali ini bukan orang dalam mereka, melainkan kru Hammie. Mereka sama sekali tak ingin direpotkan oleh Hammie.
Dalam kondisi seperti ini, mereka mengeluarkan pernyataan: Hammie dan krunya berbohong sebagai pekerja selam biasa yang direkrut ke rombongan mereka. Mereka tidak tahu apa-apa tentang asal-usul orang-orang ini, apalagi perbuatannya di wilayah laut Tiongkok yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan mereka.
Pihak Tiongkok jelas juga tidak ingin menghalangi perusahaan pengerukan Inggris. Meski perusahaan tersebut memang bermasalah, tapi kini karena mau bersatu dalam satu garis depan dengan Tiongkok untuk memukul anjing yang sudah jatuh ke air yaitu Hammie, para hadirin tentu senang.
Di bawah kesaksian bersama perusahaan pengerukan Inggris dan anggota arkeologi bawah air Tiongkok, Hammie terbukti bersalah atas "upaya pengerukan dan pencurian ilegal di wilayah laut Tiongkok dengan maksud jahat".
Pihak Tiongkok menuntut Hammie untuk membayar seluruh kerusakan kapal yang ditimbulkannya di perairan Tiongkok, mengeluarkan denda besar, sekaligus melakukan negosiasi dengan pihak Belanda.
Dari semua aspek, Tiongkok telah menguasai alasan yang kuat didukung perusahaan Inggris yang ikut menghantam, membuat Hammie kali ini benar-benar terperosok dalam kegagalan total.
Ia sama sekali tidak ingin membayar ganti rugi dan denda besar tersebut, menunjukkan sikap merajuk dengan menyewa pengacara profesional serta meminta Kementerian Luar Negeri Belanda dan PBB untuk campur tangan.
Pada hari itu, Chu Wan menyempatkan diri mengunjungi penjara sementara untuk warga asing didampingi Lu Shouyan, bertemu dengan Hammie.
Wajah Hammie masih menyisakan memar, rambut merah kekuningan yang berminyak terurai di kedua sisi pipi, lesung mata dalamnya membuatnya terlihat suram dan galak.
Dia melihat Chu Wan, hampir langsung meloncat bangkit.
Lu Shouyan melihat ini, berjaga-jaga memandanginya, hati-hati mengantarkan di samping Chu Wan.
Namun, Chu Wan sama sekali tidak takut. Terus terang, Hammie sekarang sudah seperti kura-kura dalam tempurung. Jika dia berani lagi memprovokasi dan membuat keributan, itu justru bagus, pas untuk memberikan satu tuduhan lagi padanya.
Ia tersenyum menatap Hammie: "Hammie, sebenarnya aku datang hanya ingin menanyakan satu pertanyaan. Aku sangat penasaran."
Hammie mengejek Chu Wan: "Kau pikir kau bisa melakukan apa padaku?"
Chu Wan: "Aku hanya ingin bertanya, bagaimana kabar barang-barang yang kalian keruk dari kapal karam itu? Cukup baik, bukan?"
Hammie mendengarnya, matanya memerah karena marah: "Memang kalian! Kalian sengaja memasang perangkap! Kalian menggeser posisi sensor remote kami!"
Chu Wan: "Tidak ada cara lain, zaman modern adalah masyarakat teknologi. Sensor remote mu itu sama sekali tidak memadai. Kami langsung mengetahui kepalsuannya. Langsung menaruh sensormu di samping batu kapal rusak. Bukankah kau tetap terlalu mengandalkan asumsimu sendiri? Merasa terus diawasi? Bagaimana, perasaanmu pasti senang melihat sinyal dari sensormu setiap hari?"
Hammie justru tertawa: "Perempuan licik, kalian sengaja menjebakku!"
Chu Wan: "Benar, sengaja menjebakmu. Sayang sekali, kau tetap serakah seperti anjing yang menyusup masuk lewat lubang, ingin merampas harta karun dari Laut Selatan ya? Kau pikir menang sekali bisa menang selamanya? Kali ini kami akan mengajarimu pelajaran: Setapak kakimu berani menginjak wilayah laut ini, kami jamin kau tak akan kembali."
Hammie: "Ini cuma taktik kalian yang itu-itu saja!"
Chu Wan tertawa: "Benar, hanya taktik ini. Tapi bukankah taktik sederhana ini juga membuatmu mengalami pendarahan hebat? Kau harus membayar denda tinggi, atau—biar kami jelaskan lebih gamblang—biaya tebusan. Muntahkan kembali semua yang kau telan, atau kau takkan bisa meninggalkan perbatasan Tiongkok dalam keadaan utuh."
Hammie mengerutkan alis dengan gelisah. Saat ini, dia sudah menggunakan semua energinya, tetapi kali ini tertangkap basah. Perusahaan penangkapan Inggris lebih dulu mengkhianatinya, menginjak-injaknya. Dari pihak negaranya sendiri, jelas juga tidak mau melakukan negosiasi langsung untuk menjaganya.
Dia benar-benar pusing saat ini.
Denda setinggi ini, tentu saja dia tidak mau membayar. Atas dasar apa dia harus membayar? Tapi kini dia ditahan di sini. Setiap hari yang berlalu, terasa seperti merayakan tahun baru di tempat ini.
Dari kabar yang berhasil dia peroleh selama dua hari terakhir, sikap pihak Tiongkok dalam hal ini sangat teguh. Ditambah opini publik internasional juga tampak tidak menguntungkannya.
Sorot mata dingin Hammie mengawasi ketat Chu Wan: "Kalian yang banyak orang ini, mengandalkan armada yang mendukungmu di belakang, hanya menghadapi aku seorang. Tidakkah kau merasa malu sendiri?"
Chu Wan tersenyum: "Malu? Mengapa aku harus malu? Hammie, justru aku ingin melihatmu merasakan sakit. Melihatmu terpaksa mengeluarkan uang yang kau kumpulkan bertahun-tahun sebagai denda. Menyaksikanmu dideportasi ke Belanda dengan reputasi buruk oleh Tiongkok. Memandang wajahmu yang tercoreng di komunitas barang antik Eropa-Amerika. Kedepannya, sekalipun kau menggali kapal karam termahal sekalipun, apa gunanya? Di balai lelang, semua orang akan tahu - kau ini pencuri, pencuri tak bermartabat, penjahat licik yang mengendap-endap mencuri harta orang seperti anjing."
Dengan tenang ia berkata: "Kau kira, berapa banyak kolektor antik yang berteman baik denganmu benar-benar menyukaimu? Lihatlah kolektor besar dari kalangan atas Eropa-Amerika, bagaimana mereka memandangmu? Tak lebih dari seorang pencuri. Dengan setelan jas mahal dan rambut berminyak itu, jangan pernah bermimpi bisa masuk ke lingkaran koleksi karya seni. Di mata orang, kau selamanya hanya pantas disebut dua kata——"
Perlahan ia mengucapkan: "Tidak pantas."
Hammie menggigit bibir hingga jari-jemarinya bergetar: "Kau... Dasar perempuan hina!"
Seketika sorot mata Lu Shouyan menjadi tajam bagai anak panah yang menusuk dingin.
Hammie memandang Lu Shouyan dengan penuh ketakutan.
Lu Shouyan yang sejak tadi diam akhirnya berbicara: "Aku tidak paham urusan bisnis, juga tak mengerti penggalian kapal karam. Tapi aku mengerti politik, juga diplomasi. Tuan, izinkan saya sampaikan: Tutup mulutmu yang jorok itu, dan terimalah hukuman hukum Tiongkok dengan diam seribu bahasa."
Hammie: "Aku orang Belanda, kalian berani!"
Lu Shouyan menyeringai dingin: "Kalau kau paham situasi, seharusnya tahu setelah Pertempuran Chigua Reef, posisi Tiongkok di wilayah laut ini kini jauh lebih baik. Aku yakin kau sudah merasakan semangat Armada Laut Selatan. Kau pikir mereka takut siapa? Jika benar-benar berperang, siapakah yang akan peduli nyawamu? Menang atau kalah, tubuhmu hanya akan jadi tumbal!"
Lu Shouyan memandang pria berambut pirang itu dengan tatapan datar: "Di Tiongkok ada istilah 'ritual persembahan langit'. Sebelum perang, kami perlu mempersembahkan darah. Kau adalah tumbal terbaik."
Setiap kata tajam seperti belati membuat punggung Hammie menggigil. Ia menatap kaku ke arah Lu Shouyan, menyoroti ketajaman mematikan di balik sorot mata pria itu yang sama sekali tak beremosi.
Untuk pertama kalinya, ketakutan terpancar dari kedalaman bola mata cokelatnya - rasa ngeri yang menyentuh tulang sumsum.
