Kembali ke rumah, Chu Wan mandi sederhana. Kelelahan di tubuhnya akhirnya mulai menghilang.
Setelah makan sedikit, dia menggunakan komputer untuk memeriksa email. Tak disangka, tiba-tiba telepon dari petugas manajemen properti kawasan vila masuk. Pihak tersebut menjelaskan hari ini ada keadaan darurat di area ini, telah menutup gerbang utama kompleks vila dan menghentikan fasilitas hiburan seperti lapangan golf dan kolam renang.
Kompleks vila generasi ini bisa dibilang sebagai kawasan mewah paling elite di Sijiu Cheng. Kebanyakan dihuni duta besar luar negeri, miliuner top dan selebriti. Jadi wajar jika sesekali terjadi insiden tak terduga yang tidak pantas ditanya-tanya oleh para penghuni. Chu Wan pun tidak mempedulikannya.
Ia membuka komputer dan mulai mengurus beberapa pekerjaan. Kini perkembangan internet dalam negeri sudah maju, informasi penting perusahaan bisa dikirim via surel, dan karyawan sudah mengajukan permohonan aplikasi obrolan Xiaoqique sebagai alat komunikasi, jauh lebih praktis.
Setelah memeriksa semua surel dan membalas beberapa, ia hendak mematikan komputernya.
Tiba-tiba ponsel bergeraknya berdering. Chu Wan mengangkatnya, tapi di seberang sana tak ada suara—hanya desahan halus. Wan-wan menangkap suara itu: orang itu sedang menghisap rokok.
Jantung Chu Wan berdesir pelan. Perlahan kesadarannya mulai terbangun.
Dengan suara datar ia berkata: "Aku tutup telepon ya."
Suara letih terdengar menggema: "Wan-wan, jangan..."
Getar suara itu membuat seluruh tubuh Chu Wan lemas tak berdaya.
Saat kembali ke Yongling tadi, rerumputan liar menggelora, daun-daun kuning berserakan. Sosoknya yang menjauh itu—kurus, sepi, dan dingin—meninggalkan rasa tak terungkap di dadanya.
Hari itu, dia mengunci posisinya sebagai generasi senior dengan menggunakan Kakek Lu, Kakek Buyutnya sendiri, dan ayahnya sebagai belenggu moral. Sebenarnya dalam hatinya, betapa perihnya perasaan ini.
Tapi dalam hal seperti ini, jika tidak segera diputuskan malah akan menimbulkan kekacauan. Hubungan mereka pun takkan berujung baik.
Mengejar kesenangan sesaat hanya akan melukai diri sendiri dan memutuskan sisa-sia kasih sayang.
Suara Lu Shouyan terdengar sangat rendah: "Wan-wan, aku ada di bawah jendelamu. Bisakah kau membukanya?"
Chu Wan: "Kau datang ke Sungai Wenyu?"
Lu Shouyan: "Ya. Sejak kembali dari Yongling, aku terus berjaga di sini. Butuh waktu lama untuk memberanikan diri menelepon. Aku melihat tirai jendelamu berwarna biru, lampumu menyala."
Chu Wan menggigit bibir: "Omong kosong! Aku tidak menyalakan lampu."
Suara Lu Shouyan terdengar memelas: "Wan-wan, aku di sini. Di sini mengawasimu. Kau tak mau menunjukkan wajahmu padaku, ya?"
Chu Wan mendengar ucapan itu, ragu sejenak, lalu berjalan ke ruangan lain yang tidak bercahaya. Dia membuka sedikit celah jendela dan mengintip.
Di sana, terlihat olehnya sosok bertubuh tinggi menjulang.
Nuansa musim gugur yang sepi menyelimuti. Dengan kesendirian yang menyayat, dia berdiri di tengah cahaya senja sambil menengadahkan wajah ke arah jendela yang berkilauan.
Chu Wan mencengkeram erat gagang telepon, memandanginya dalam keheningan.
Suaranya kembali menggema di telinga: "Sayang, jangan perlakukan aku seperti ini. Kau tak ingin bertemu, ya? Apa karena Kakek Buyut melarang? Atau Dao Hexi yang...?"
Nada bicaranya getir namun tertahan: "Kau bahkan tak mau menatapku. Tapi aku tak akan menyalahkanmu. Bukan kau yang tak mau, tapi tak berani, kan? Takut mereka marah. Masih terlalu kecil untuk melawan. Kau hanya ingin aku lebih berani... ingin kubawa pergi."
Meski ucapannya berantakan, Chu Wan paham setiap maknanya.
Dia mengangkat tangan menyelimuti mulut, tidak mengeluarkan suara apa pun. Namun penglihatannya mulai berkaca-kaca, sosok di balik kaca itu menjadi samar-samar.
Lu Shouyan: "Kau tak mengatakannya, tapi aku tahu dalam hati masih sangat memperhatikan. Gadis kecil yang kubantu... Saat itu kulihat anak itu, langsung teringat padamu. Bayangannya memunguti sayur dengan keranjang bambu sangat mirip denganmu waktu kecil..."
Suaranya bahkan tersedu-sedu: "Kau dibawa kembali oleh Kakek buyut. Kutemui kau, kulihat tanganmu pecah-pecah, wajah kecilmu hampir kedinginan. Kau memunguti sayur dengan keranjang bambu. Kupanggil, kau melirikku lalu tak mau peduli, terus bekerja membungkuk. Selalu kuingat, bahkan dalam mimpi."
Air mata Chu Wan menetes deras.
Lu Shouyan: "Aku terlalu bodok dulu. Masih muda dan emosional. Aku marah padamu, merasa kau tak mau peduli padaku, mengira kau tak punya hati nurani. Belakangan terus menyesal, sangat menyesal. Tapi kau sudah menikahi Jianshi. Aku tak bisa memperbaiki lagi. Bisa apa lagi! Kucurahkan segala daya untuk merawatmu. Kubantu Jianshi lebih dari siapapun, karena dia? Bukan. Semua karena dirimu. Kuingin kau hidup baik, semuanya baik, seluruhnya baik. Asal dia bisa memperlakukanmu baik, aku rela. Tak bersuara seumur hidup pun tak apa."
"Bertahun-tahun ini kuberusaha keras naik jabatan, hanya ingin bisa benar-benar melindungimu. Tak bisa kuubah masa lalu keluargamu, tak bisa membawamu pulang saat kita masih muda, tak bisa menjagamu saat kau terpaksa mengembara. Hanya bisa kujaga baik-baik setelah kau dewasa."
"Tahun baru itu, kukatakan pangsitnya enak. Aku tahu itu buatanmu. Buatanmu, sekalipun lihat sekilas pasti langsung tahu."
Chu Wan menekan mulutnya dengan kepalan tangan. Tangisnya mengguncang sampai hampir gemetar.
Di telepon, suaranya serak memanggil. Memanggilnya "Wan-wan", menyapanya "bayi", bercerita tentang masa kecilnya sambil bertanya apakah dia masih ingat.
Chu Wan menekan emosi, berbisik: "Paman Tujuh, jangan begini. Pergilah. Kita tak mungkin berakhir baik, aku—"
Suara Lu Shouyan terdengar tercekik sejenak sebelum akhirnya bertanya dengan nada curiga: "Katakan saja, apa kau menyukaiku?"
Chu Wan diam membisu.
Lu Shouyan mengulang: "Wan-wan, apa kau menyukaiku?"
Chu Wan tak tahan: "Suka. Sangat suka. Sepanjang jalan pulang tadi aku terus memikirkanmu."
Memang benar dia memikirkannya.
Dia tahu berbagai peristiwa dengan Dao Hexi hari ini pasti telah menusuk hati pria itu. Hatinya sakit.
Begitu perih, tapi tak berani memandangnya lebih lama,
Lu Shouyan: "Buka pintu."
Chu Wan: "Tidak boleh."
Lu Shouyan bersuara parau: "Bukan aku yang memaksa merampok, tapi kau menyukainya. Karena kau suka, maka kau adalah milikku, dan aku juga milikmu. Di dunia ini, tak seorang pun bisa menghentikan ini."
Chu Wan mendengar kata-katanya yang serak namun berwibawa itu, hanya merasakan tengkuknya mengeras: "Kau gila! Ini sungguh gila, tak tahukah konsekuensi apa yang akan terjadi?"
Lu Shouyan yang menduduki posisi tinggi, Lu Shouyan yang masa depannya cerah, bergaul dengan mantan menantu keponakannya sendiri, dengan junior dari keluarga sahabat - betapa mengerikan akibat jatuh nama itu, tak berani ia bayangkan!
Lu Shouyan: "Kusuruh kau buka pintu."
Chu Wan tak bergerak.
Lu Shouyan: "Wan-wan, malam ini aku datang ke sini telah menanggalkan semua harga diri dan kehormatan. Kau bahkan tak mau memperlihatkan wajahmu padaku?"
"Waktu kecil, kucari kau tapi kau tak memandangku. Kini kau telah dewasa, masihkah kau sekejam ini? Aku pernah melewatkan sekali, hampir merenggut seumur hidup. Kali ini bagaimana mungkin aku rela!"
Chu Wan mendengar semua ini, kenangan bergelora dalam hatinya: "Apa maksudmu melakukan ini? Jika masalahnya jadi besar dan diketahui seluruh dunia, kau tahu konsekuensinya!"
Lu Shouyan justru berkata: "Lalu apa?"
Suaranya parau dan lambat: "Sayang, takkah kau merasa Sungai Wenyu malam ini sangat sunyi?"
Saat dia mengatakannya, hatinya berdebar tiba-tiba. Melihat ke luar jendela, malam yang biasanya selalu terang benderang oleh lentera, kini sunyi sampai mengerikan.
Tiba-tiba dia paham!
Dia sengaja datang mengamuk, jadi sudah mempersiapkan segalanya lebih dulu!
Suara Lu Shouyan mengandung kegilaan yang tak wajar: "Aku ingin bersamamu, maka kita akan bersama. Aku sudah berdiri di hadapanmu, aku hanya perlu kau membukakan pintu untukku."
Chu Wan akhirnya tak tahan. Emosinya hampir hancur, dia berlari dan membuka pintu.
Saat pintu terbuka, pria itu langsung masuk membawa angin musim gugur yang menusuk.
Dengan cepat dia memeluk erat Chu Wan, mengangkat tubuhnya secara horizontal.
Chu Wan hanya sempat mengeluarkan teriakan lemah sebelum ditekan ke sofa.
Segala yang terjadi selanjutnya kasar dan kacau, dia bersikap keras seperti belum pernah sebelumnya seolah ingin membuktikan penguasaannya, membuat Chu Wan hampir kehabisan napas.
Kali ini berlangsung terburu-buru dan mendesak, Chu Wan kepanasan hingga terjatuh di sofa sambil gemetar.
Lu Shouyan mengangkatnya, mencium wajah dan bibirnya penuh belas kasihan, membelai rambutnya yang masih sedikit lembap.
Chu Wan menengadahkan wajah, melihat urat darah merah di matanya dan kelelahan yang jelas di wajahnya.
Dia mengulurkan lengannya untuk merangkulnya.
Saat memeluknya, tiba-tiba dia menangis: "Aku...aku membelikanmu batu safir biru di Myanmar, kau tidak mau, kau akan mengembalikan...kau berani mengembalikannya, baru mau menerimanya setelah kubujuk..."
Lu Shouyan dipenuhi penyesalan dan kemesraan: "Maaf, aku tidak mengerti maksudmu. Aku khawatir salah menafsirkan. Kau tiba-tiba memberikannya padaku, kukira kau sudah lama melupakannya. Saat itu napasku juga sempat tak teratur."
Chu Wan: "Tapi kita sudah sampai di titik ini, takkan ada hasilnya. Apa artinya ini? Ini tidak menguntungkan siapa pun."
Lu Shouyan menatap wajahnya, menenangkan: "Kita akan cari solusi bersama. Pasti ada cara."
Chu Wan tersedu-sedu: "Bagaimana caranya..."
Lu Shouyan berkata tegas: "Wan-wan, dengarkan. Aku ingin bersamamu. Jika sudah begini, tentu aku harus menikahimu secara resmi. Biar seluruh dunia tahu, kaulah istri Lu Shouyan."
Chu Wan berkunang-kunang: "Menikah? Kau gila?"
Lu Shouyan: "Aku waras. Katakan saja mau/tidak hidup bersamaku. Lupakan yang lain."
Chu Wan memandangnya cemas: "Jelaskan dulu bagaimana rencanamu."
Lu Shouyan meraih bahunya dengan kedua tangan, berkata: "Kini kita jelas tidak bisa langsung bersama, jadi perlu diurus. Dalam proses ini, kita masing-masing harus melakukan pengorbanan."
Chu Wan hanya menatapnya, menunggu kelanjutan penjelasan.
Lu Shouyan: "Sekarang kamu sudah berhasil diakui oleh Dao Hexi. Setelah Dao Hexi kembali ke akar leluhur, kamu bisa mengubah status - muncul kembali sebagai keponakan Dao Hexi. Masih pakai marga Chu, bahkan boleh tetap pakai nama sekarang. Hanya perlu deklarasi publik bahwa yang kunikahi adalah keponakan Dao Hexi."
Chu Wan: "Kau anggap orang lain bodoh?"
Dia bukan orang biasa yang tak dikenal. Siapa yang tidak mengenalnya? Bisakah trik pengalih perhatian seperti ini menipu siapa?
Lu Shouyan menjawab tenang: "Memang tak ada yang bodoh. Yang penting bukan apakah mereka percaya, tapi apakah mereka mau percaya."
Chu Wan tertegun sebentar mendengar ini, tiba-tahu paham.
Lu Shouyan hanya perlu membuat posisi formal. Soal apakah ada yang berani mempertanyakan, itu tergantung pada pengaruh dan wibawanya.
Chu Wan: "Tapi ini masih tidak pantas, tidak akan memengaruhimu?"
Lu Shouyan: "Benar, jadi aku perlu menimbang."
"Sebenarnya kali ini aku seharusnya bisa naik jabatan, tapi sekarang aku melepasnya. Setidaknya dalam beberapa tahun ke depan, aku akan tetap di posisi ini. Beberapa tahun lagi, kita sudah lama menjadi suami-istri, orang luar tentu tidak akan bisa lagi membahas hal ini."
Chu Wan membutuhkan waktu beberapa saat untuk memahami maksudnya.
Saat ini usianya 38 tahun. Posisinya memang sudah di luar jangkauan orang biasa, tapi dengan usia dan kemampuannya, dia masih memiliki harapan untuk naik lagi - target yang sulit dicapai kebanyakan orang seumur hidup.
Kini, Lu Shouyan jelas-jelas akan melepaskannya. Dengan harga mengalah kali ini, dia menukarnya dengan kesempatan untuk bertindak sesuka hati.
Suara Chu Wan terdengar curiga: "Kamu yakin mau seperti ini?"
Meski dia masih muda, usia 40, 50 bahkan 60 tahun masih bisa memiliki kesempatan, tapi siapa yang mau menunda jika bisa maju lebih cepat? Masa depan tidak pasti, yang sudah di tangan barulah nyata.
Lu Shouyan tertawa, suaranya terdengar sedikit parau: "Wan-wan, sebenarnya aku sudah lama ingin mengatakan ini, sayangnya waktu itu kau melepaskannya tanpa ragu. Jadi aku tidak bisa mengungkitnya, karena memang tidak mungkin menyelesaikan masalah ini tanpa pengorbanan. Mana mungkin aku berani memintamu mengorbankan sesuatu."
Chu Wan: "Jadi waktu itu kau sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa."
Lu Shouyan: "Kini kita sudah sampai di titik ini, aku ingin jujur menyampaikan pikiranku. Lihat apakah kau bersedia."
Chu Wan: "Katakanlah."
Lu Shouyan: "Jika kita sama-sama bersedia bersama, dan mau melakukan kompromi atau pengorbanan, mari kita berusaha mengatasi harimau penghalang di depan. Tapi jika ada keraguan, keengganan berkorban, atau penyesalan di kemudian hari hingga saling menyalahkan pilihan awal, lebih baik kita lepaskan sejak awal. Jangan memaksa pihak lain melakukan apapun untuk hal ini. Setuju?"
Hati Chu Wan tersentuh mendengar perkataan itu.
Tentu saja dia paham, menyamar dengan identitas baru bukanlah pengorbanan besar baginya. Dia tetap bisa mempertahankan semua yang dimilikinya, pergi ke luar negeri, menjelajahi dunia lain. Orang takkan ikut campur, bahkan jika ada yang berkomentar, itu takkan mempengaruhi bidangnya.
Tapi Lu Shouyan berbeda. Pengorbanannya mungkin adalah masa depan naik pangkat di bidang politik.
Sebenarnya harga yang dibayar kedua orang ini tidak setara.
Lu Shouyan meraih tangannya: "Usiaku 38 tahun, kau 30 tahun. Kita bukan anak-anak lagi. Cukup matang untuk tahu apa yang ingin dimiliki, dan bersedia membayar harga dengan cara tenang dan rasional untuk mendapatkan yang diinginkan, Benar?"
Chu Wan diam-diam mengawasinya. Setelah lama, akhirnya dia mengangguk: "Aku paham."
Arah pandangan Lu Shouyan tetap tertancap di wajahnya, menanti kelanjutan perkataannya.
Di bawah pandangan Lu Shouyan, akhirnya ia berkata: "Aku rela membayar harga, dan menerima pengorbanan yang harus kau berikan. Mari kita berjuang bersama demi kesempatan untuk hidup berdampingan sampai ubanan."
Ia menatapnya, dengan khidmat berkata: "Aku Chu Wan bersumpah, sepanjang hidup ini tak peduli seberapa jauh kita melangkah, bahkan jika nanti bermusuhan, aku takkan menyesali keputusan hari ini. Karena ini taruhanku yang kulakukan dengan sukarela untuk cinta kita. Untukmu, aku rela mengabaikan konsekuensi dan menjadi tak waras sekali ini."
Sorot mata Lu Shouyan langsung dipenuhi emosi yang menggelora.
Ia memandanginya lama, lalu menunduk dan dengan khidmat mencium dahi Chu Wan penuh kesalehan.
"Wan-wan, perkataanmu hari ini sangat menyentuh hatiku. Bagiku, badai apa pun yang akan datang, kuterima dengan lapang dada. Kini, akan kutebas duri-duri dan hancurkan segala rintangan. Kau tak perlu memikirkan apa pun, cukup menunggu untuk menjadi pengantinku."
