Empat tahun berlalu cepat, pemuda itu kini telah menjadi pria dewasa. Saat yang lain masih mabuk berat karena anggur perpisahan kelulusan, ia sudah menuju bandara. Menggunakan pesawat yang terbang menuju Kota A.
Kota A, sebuah metropolis internasional modern, kota besar dengan 18 juta penduduk tetap. Menjadi kota pilihan utama bagi lulusan yang mencari pekerjaan.
Pemuda itu menatap gedung 33 lantai, di bagian atasnya ada papan reklame raksasa bertuliskan "Du Shi Internasional". Grup ini masuk 10 besar di Kota A, bahkan secara global mampu menempati peringkat 200 besar. Bisnis mereka mencakup bidang emas, pelayaran, pertambangan, mobil, setelan jas, real estate, dll. Dalam survei jaringan, Du Shi Internasional juga merupakan salah satu perusahaan swasta paling diminati lulusan baru.
Pemuda itu memasuki lobi, merasa agak canggung di bawah tatapan resepsionis. Syal sutra di seragam resepsionis ini saja sudah setara harga seluruh perlengkapannya, termasuk 300-an yuan tunai tersisa di sakunya.
"Halo, ada yang bisa saya bantu?" Meski menghadapi pemuda yang agak lusuh ini, resepsionis sama sekali tidak menunjukkan emosi negatif. Inilah kharisma perusahaan swasta besar.
"Halo." Pemuda itu meletakkan tas ransel, mengeluarkan selembar kertas print-out komputer darinya sambil berkata: "Saya datang untuk mengikuti wawancara."
Resepsionis melihat sejenak lalu memberi petunjuk: "Belok kiri, jalan terus sampai ujung."
"Terima kasih."
"Sama-sama, hati-hati. Semoga kita bisa menjadi rekan kerja." Resepsionis menjawab dengan senyuman.
Bahkan pramugari pun tak pernah menggunakan kata-kata selembut ini. Saat itu juga pemuda itu bersumpah dalam hati: "Takkan berkedip sebelum masuk Du Shi!"
Orang yang selama ini berbaring di atas meja resepsionis sambil membaca surat, memilih beberapa surat dan pergi. Resepsionis membungkuk: "Tuan Du, hati-hati di jalan." Memandangi Tuan Du masuk ke elevator, resepsionis menghela napas lega.
Seorang pria berkacamata mengenakan setelan jas mendekat sambil memegang lembar cetakan komputer: "Permisi."
"Di sana." Resepsionis terus merapikan surat-surat yang berantakan oleh Tuan Du tanpa mengangkat kepala.
Perusahaan Internasional Du ternyata tidak sesuai dengan reputasinya! Pria itu tidak berkata apa-apa, berjalan menuju terowongan sebelah kiri.
……
Ahli bilang tingkat pekerjaan lulusan universitas di atas 90%, para pemuda merasa harus mengundang ahli-ahli ini melihat langsung. Tiga kuota, ternyata ada 140 orang yang wawancara. Mengapa pemuda tahu persis? Karena ada mesin panggil portabel di lokasi dengan nomor sendiri 140.
Dari situasi terlihat, ini departemen yang baru dirintis. Tidak ada staf resepsionis kecuali dua satpam gedung yang menjaga ketertiban.
Seorang teman berkomentar kagum: "Wah, kamu dari Universitas B?"
Teman lainnya menjawab dengan bangwa tapi rendah hati: "Kamu dari?"
Teman itu menjawab: "Cambridge, Cambridge Inggris."
"..." Teman lainnya berkata dengan nada tidak rela: "Katanya mudah dapat gelar master di Cambridge, di Universitas B kami lebih sulit. Aku baru dapat satu gelar master."
"Ternyata benar begitu, aku malah dengan mudah dapat gelar doktor."
"Doktor? Doktor masih melamar di unit ini? Minimal bisa ke lantai 10."
"Emas pasti akan bersinar, tapi harus ditemukan dulu. Sekarang targetku masuk Perusahaan Internasional Du, menyapu lantai pun tidak masalah."
Pemuda itu membuka ijazah kelulusannya perlahan, perasaan sedih menyelimuti. Membandingkan diri dengan orang lain benar-benar membuat ingin menangis. Diam-diam mendengarkan diskusi, semuanya berasal dari universitas ternama, paling rendah pun universitas kategori dua. Dirinya yang lulusan universitas kategori tiga dari institusi sampah... Ngomong-ngomong kenapa tidak ada kategori empat? Setidaknya dirinya masih bisa menginjak beberapa juru kunci.
Nomor 141, seorang pria berkacamata duduk di samping pemuda itu. Pemuda meliriknya sekilas dengan sedikit keheranan. Pria ini berusia sekitar 27-28 tahun, beraura menonjol, berpenampilan tampan. Setelan jasnya bermerek tapi tidak mewah, berpakaian rapi dan sopan, rambutnya yang diberi sedikit gel tampak semakin berkesan spiritual.
Perlukah? Sudah ada begitu banyak magister dan doktor yang menginjakku, Tuhan masih perlu merancang orang seperti ini untuk mempermalukanku?
Meski begitu, pemuda itu tetap menjulurkan kepala melihat resume di tangan pria berkacamata, lalu berdiri dalam diam dan menyendiri di sudut jauh sambil menggambar lingkaran-lingkaran. MIT, brengsek ini ternyata doktor lulusan MIT, doktor gelar ganda matematika dan ilmu komputer. Mau tidak memberi orang jalan hidup? Amerika masih belum hilang niat menjajahku, berani mengirim orang sehebat ini untuk merebut pekerjaan rendah bersama mahasiswa China. Apa kalian memang memaksa kami beramai-ramai menyelundup ke Gedung Putih untuk protes?
……
Kecepatan wawancara tampaknya sangat tinggi, sepuluh orang hanya memakan waktu sepuluh menit.
Satpam berkata: "Nomor 135 sampai 145 harap antre di sini."
Dengan demikian, pemuda itu tak terhindarkan kembali melakukan kontak dekat dengan si doktor ganda.
“Satu per satu masuk, satu per satu keluar.” Nomor 140 muncul, pemuda itu masuk ke kantor. Di dalam kantor hanya ada satu orang, seorang wanita. Wanita yang telah mewawancarai 139 orang namun masih bersemangat segar ini.
Pemuda itu duduk, menyerahkan formulir lamaran komputer. Wanita itu melihat nomor kode, lalu membuka data pemuda. Memandanginya lagi. Lulusan baru dengan sisa kenaifan di sudut bibir, paras tampan dengan senyuman, sorot mata menunjukkan tiga persen kepercayaan diri. Yang tak ia ketahui: semula pemuda ini punya sepuluh persen kepercayaan diri. Tapi dihancurkan menjadi tiga persen oleh pria sempurna itu.
Du Qingqing: 25 tahun. Ayahnya bunuh diri sebelum ia lahir. Ibu membawanya menikah lagi dengan pengusaha bermarga Wang. Karena mengalami kekerasan rumah tangga, ibu bercerai saat Du Qingqing berusia 6 tahun. Membesarkannya sendiri. Menjelang kelulusan SMA, ibu meninggal mendadak. Sebelum wafat menemui nahkoda keluarga Du, mantan Presiden Grup Internasional Du Shi - Du Xing. Du Xing memasukkan Du Qingqing ke silsilah keluarga, memulihkan status Du Shi-nya. Setelah lulus kuliah bekerja di Du Shi International. Tahun lalu, Kota A membuka pilot biro investigasi swasta. Du Shi Group mendirikan Bintang Layanan Serba Tahu. Du Qingqing sebagai Supervisor. Mei tahun ini, Bintang Layanan Serba Tahu dipisah. Manajer lama Liu Mang menjadi Manajer Umum Perusahaan Investigasi Layanan Serba Tahu, sedangkan Du Qingqing mendirikan Perusahaan Investigasi Bisnis Bintang.
“Yu Ming?” Du Qingqing bertanya.
“Ya.” Maka pemuda itu mendapat sebuah nama: Yu Ming. Yu Ming mengamati Du Qingqing, diam-diam dia telah menyelidikinya beberapa waktu. Dengan kata-kata yang tidak pantas bisa digambarkan: seperti serigala dan harimau, penuh semangat. Setiap karyawan paling takut pada supervisor jenis ini. Bos main perempuan, karyawan main nyawa. Karyawan masih bisa mengutuk bos yang tak berperasaan sambil bermalas-malasan. Tapi ketika bos berhenti main perempuan dan beralih main nyawa, karyawan terpaksa mengorbankan jiwa menemani bos.
Du Qingqing berkata: “Sebutkan alasanmu ingin bergabung dengan perusahaan kami.”
Yu Ming menjawab: “Saya butuh pekerjaan.”
Du Qingqing tak memberi tanggapan: “Lalu jelaskan mengapa perusahaan harus merekrutmu?”
Harus menggunakan taktik mengejutkan. Yu Ming menjawab: “Karena...” Sekitar 140 orang sebelumnya mungkin sudah menghabiskan semua dialog. Mengulangi kata-kata mereka pasti kalah oleh gelar tinggi mereka. Membuat kalimat baru butuh waktu.
Du Qingqing mengangguk: “Senang berkenalan. Tunggu pemberitahuan.” Dia bersiap menekan panggil nomor.
Yu Ming buru-buru menghalangi tangan: “Berikan kesempatan.”
Du Qingqing menarik kembali tangannya: “Lulusan baru yang tidak sopan seperti ini jarang terlihat. Bisa dianggap keunikan. Kasih waktu 30 detik untuk membujukku memberimu kesempatan. Atau mungkin kamu punya keahlian khusus.”
