Pria berbaju hitam melepaskan pegangan, tubuhnya terjun dari lantai dua ke lapangan rumput di lantai satu. Dia melihat seseorang sedang menunggunya di area rumput lantai satu. Begitu mendarat langsung melancarkan sapuan kaki. Tapi tak disangka lawannya sangat tangkas, tidak menghindar dari serangan sapuan, malah membalas dengan tendangan ke dagu pria hitam. Pria hitam terhempas menghindar lalu berdiri, dihajar tendangan samping ke dada. Darah menyembur dari mulut membasahi cadar wajahnya. Dengan cepat dia menutupi dengan lengan untuk mencegah DNA tercecer.
Baru sekarang dia bisa melihat jelas lawannya, ternyata seorang wanita.
Pria hitam mengibaskan tangan, selembar kartu poker muncul di genggamannya. Terbang cepat menuju Haina. Haina bingung, mencoba menangkap kartu itu dengan tangan kiri. Teriak kencang lalu melemparkan kartu yang sudah berlumuran darah di telapak tangannya. Saat hendak mengejar lagi, pria hitam menarik pin granat tangan dan melemparkannya di depan Haina.
"Sial!" Haina berbalik badan dan lari pontang-panting.
Pria hitam tertawa, berlari menuju pagar belakang. Menginjak pagar lalu melompati-nya, di jalan terparkir sebuah mobil. Dia membuka pintu dan masuk. Senang karena kunci masih tertancap... Tapi kemana perginya kunci itu?
Tiba-tiba terdengar 'bip', sistem pengunci mobil aktif. Kepala Yu Ming muncul dari sudut pagar, menggenggam kunci mobil bertanya: "Apa ini yang kau cari?"
Yu Ming sedang merasa jumawa, tiba-tiba tenggorokannya terasa dingin. Sebuah pisau muncul di posisi tenggorokan dari belakang. Yu Ming mencium aroma samar rokok wanita. Dasar! Ternyata masih ada komplotan. Sebuah tangan bersarung tangan mengambil kunci dari tangan Yu Ming, lalu menyalakan mobil. Pria berbaju hitam menyalakan kendaraan dan mengemudi hingga berada di depan Yu Ming. Orang di belakangnya mendorong Yu Ming, lalu menyelip ke kursi penumpang.
Pria berbaju hitam menggerutu sambil menyetir: "Urusan loe apaan?"
Komplotannya menyeringai dingin: "Tanpa aku, kau pasti sudah meringkuk di penjara."
Pria berbaju hitam mengeluarkan suatu benda: "Apa aku perlu kunci untuk menyetir? Ngerti?"
"Lalu..." Komplotannya terdiam.
Pria berbaju hitam berkata: "Ada yang mempersiapkan jebakan ini. Aku ingin lihat di mana jurus pembunuhnya. Ternyata cuma anak hijau. Kau cuma perantara, bukan partnergu. Kalau next time ketemu lagi di sekitar lokasi kerjaku, jangan salahkan aku." Ia menghentikan mobil.
Komplotannya diam, turun, dan membanting pintu. Pria berbaju hitam langsung melaju tanpa ragu.
……
Polisi datang. Sekarang tidak hanya konfirmasi kasus pencurian, tapi juga penganiayaan. Zhang Nuonan memasukkan Sekop As berlumuran darah ke dalam tas bukti, menatap kartu itu dengan tatapan mendalam. Yu Ming bertanya: "Kenangan masa lalu?"
"Sekop As!" Zhang Nuonan berkata: "Ayahku juga polisi. Saat mengejar Sekop As, pergelangan tangan kirinya terluka oleh kartu yang sama. Sampai sekarang tangan kirinya tidak bisa angkat beban berat. Beliau bilang, untung itu tangan, kalau leher pasti sudah gugur. Beliau tak pernah menyangka selembar kartu bisa mematikan seperti ini."
“Bukan Bunga As Sekop yang kabur dari penjara?” tanya Haina.
“Mana mungkin? Bunga As Sekop hari ini adalah pria. Berdasarkan jejak kaki, tinggi badan 1,73-1,79 meter, berat sekitar 70 kilogram. Lagipula Bunga As Sekop asli adalah pencuri soliter yang tak pernah bekerja sama dengan siapapun. Kamu juga, kenapa tidak memberitahuku hal seperti ini?”
Yu Ming menghela nafas: “Aku mana tahu soal Bunga As Sekop, kupikir cuma maling kecil. Lagipula, ada pendekar jagoan yang mengklaim tak terkalahkan se-Kota A.” Yu Ming melirik Haina.
Haina sedang membalut luka di telapak tangannya, mengabaikan komentar Yu Ming.
Di luar garis kewaspadaan, kerumunan menonton. Zhang Nuonan berdiri: “Aku tahu yang kalian tunggu, tapi pengumuman wasiat harus ditunda. Kantor pengacara dan kamar tidur adalah TKP, kami masih perlu proses pengumpulan bukti. Bubarlah.”
Orang-orang mulai bubar. Yu Ming berkata: “Komisaris Zhang, kurasa tidak ada bukti yang tersisa.”
“Hmm, paling benci dengan pelaku kejahatan profesional ini.” Zhang Nuonan mengeluarkan buku catatan: “Waktunya membuat laporan resmi.”
“Kak, sudah kukatakan sepuluh kali. Kukira ada yang menyewa si maling. Jadi aku bekerja sama dengan kepala pelayan mengatur jebakan. Si maling datang, tapi kabur.”
“Artinya ada pihak di sini yang menyewa si maling.” Zhang Nuonan menghela nafas: “Paling sulit meminta orang kaya seperti ini kooperatif dalam penyelidikan, selalu dikelilingi tim pengacara.”
"Seorang polisi memasuki ruang rahasia sambil berkata: 'Kapten Zhang, anak buah menemukan putung rokok wanita di dekat tempat Yu Ming ditodong pisau. Melihat jejak kaki di tanah, orang ini sudah berada di sana beberapa waktu.'"
"'Hmm? Aneh, pencuri ini sangat profesional, tidak meninggalkan jejak sama sekali.' Zhang Nuonan mengerutkan kening: 'Bagaimana bisa rekan kerjanya begitu lalai? Bahkan meninggalkan putung rokok?'"
Yu Ming menghela napas: 'Siapa yang tidak punya rekan tim yang bodoh.'
Hai Na tetap mengabaikan perkataan Yu Ming. Yu Ming benar - dialah rekan yang bodoh. Awalnya Yu Ming ingin menempatkan dua satpam di posisinya, tapi Hai Na dengan gegabah menolak, mengaku bisa menanganinya. Hasilnya, dia nyaris mati ketakutan oleh granat palsu. Secara objektif, ini juga karena personel tidak cukup. Untuk tidak membangkitkan kecurigaan tamu, jumlah personel harus dibuat seminimal mungkin.
Mobilku! Yu Ming bukan orang yang sinis, tapi melihat mobil yang sudah di tangan menghilang, tidak mencela beberapa kalimat rasanya tidak adil untuk dirinya sendiri. Sekaligus, dia mengumpat diri sendiri yang terlalu lalai, bagaimana bisa tidak memikirkan kemungkinan adanya kaki tangan? Seharusnya dia tidak hanya mencabut kunci, lain kali harus mencabut beberapa komponen.
……
Setelah berjibaku semalaman, Yu Ming kembali ke asrama dengan lesu keesokan harinya. Du Qingqing sedang bersiap keluar, Yu Ming mengajukan cuti sambil berkata perlu menanyakan sesuatu pada Hai Na. Lalu langsung kembali ke kamar untuk tidur.
Hai Na masih berada di kantor polisi. Petugas forensik sedang mengambil sampel dari tubuh fisiknya. Pemicunya adalah pernyataan Hai Na bahwa pelaku mungkin mengeluarkan darah berlebih. Karena tidak ditemukan bekas darah di lokasi, harapannya hanya menantikan ditemukannya DNA Sekop A di tubuh Hai Na.
Du Qingqing kembali ke perusahaan dan menceritakan hal ini, Li Fu ternyata berani juga mengetahui tentang Sekop As ini, bahkan menjelaskan secara detail: "Sekop As, perempuan, 32 tahun, nama asli tidak diketahui. Total melakukan 19 kasus kriminal, membunuh dua satpam, seorang manajer, dan seorang wanita biasa yang mungkin melihat wajah aslinya. Polisi menemukan perantara yang terhubung dengan bisnis Sekop As. Dalam satu kasus di Tokyo, perantara ini memberi tahu polisi sebelumnya. Sekop As dikepung oleh Interpol Tiongkok, Korea, dan Jepang. Saat itu dia menggenggam erat pistol, melukai dua petugas. Kemudian ingin bunuh diri, tapi peluru macet sehingga tak terwujud. Setelah ditangkap, dia sama sekali tidak bicara, dua kali berusaha kabur dari penjara. Dua tahun kemudian dijalankan hukuman mati."
"Se-garang?" Ni Qiu terkejut, meski sama-sama pencuri, tapi ini dua hal berbeda. Ni Qiu ahli dalam pencurian jalanan yang biasa disebut Pencuri. Pihak lawan adalah pencuri soliter spesialis perampokan dengan paksa masuk rumah.
"Berdasarkan barang bukti warisan yang diperiksa ulang Interpol beberapa tahun lalu menggunakan teknologi modern, penilaian awal menyatakan Sekop As mungkin menerima pelatihan spionase dalam waktu tidak singkat. Walau tak ada bukti, banyak yang percaya Sekop As kemungkinan besar berhubungan dengan Korea Utara. Selain itu mungkin pernah menjalani reformasi melalui kerja paksa. Kesimpulan terakhir menduga Sekop As adalah mata-mata Korea Utara yang membelot. Tapi orangnya sudah tewas, tak ada bukti. Saat ini tak ada yang tahu asal-usul Sekop As."
"Membahas apa?" Xiao Ying terlihat di pintu perusahaan, Li Fu menyambutnya. Xiao Ying berkata: "Kakak Li Fu, Ayahku memintamu makan malam di rumah."
"Merupakan kehormatan bagiku." Li Fu menjawab dengan sopan.
