Sore itu Yu Ming dan Mandy pergi ke markas besar Gereja Tian Ai. Markasnya cukup sederhana: sebuah gereja dikelilingi kebun sayur. Mandy menjelaskan: "Gereja Tian Ai memiliki lahan 500 hektar. Setiap pasang suami-istri anggota bisa mengelola sepetak tanah untuk menanam satu jenis sayuran. Dalam pesta bulanan akan dipilih pasangan paling penuh cinta. Di sebelah sana ada sekolah yatim Katolik yang tanahnya disediakan gereja. Bangunan kompleks kecil itu tempat tinggal pastur dan staf."
"Nyonya Juliet, selamat siang." Seorang pastur berusia 40-an menyapa Mandi di luar gereja.
"Selamat siang, Pastur Green." Mandy memperkenalkan: "Ini suamiku, Yu Ming."
Pastur Green menatap Yu Ming, sedikit membungkuk: "Selamat siang Tuan Yu. Jangan sungkan, kami menerima non-pemeluk agama maupun penganut aliran lain. Jika ada pertanyaan, silakan tanyakan pada siapapun di Gereja Tian Ai, saya yakin Anda akan mendapat jawaban yang memuaskan."
“Terima kasih Pastur.” Yu Ming mengangguk hormat.
“Nyonya Juliet, Anda bisa mengajak Tuan Yu berkeliling sesuka hati, namun tolong jangan menanamkan atau memaksa Tuan Yu untuk mempercayai kami.” Pastor Greene berkata: “Karena Tuhan mengasihi setiap orang.”
Meski pernah menjadi pendeta Tao dan biksu secara dadakan, sebenarnya Yu Ming jarang berinteraksi dengan tokoh agama. Dari yang dia lihat di jaringan, Kekristenan di China agak memiliki kekuatan membunuh - beberapa orang menggunakan penghinaan terhadap keyakinan orang lain untuk mencapai tujuan pribadi. Jika muncul di acara tertentu tanpa memeluk agama, seseorang akan dengan gigih mengajakmu bergabung. Jadi Yu Ming selalu menghindari, namun Pastor Greene mengubah persepsinya, terutama kalimat "Tuhan mengasihi setiap orang" yang membuatnya nyaman.
Mandy berkata sambil jalan: “Jika bukan karena kakakku, mungkin aku sudah mempercayai mereka.”
“Sayang, kau sebenarnya sudah percaya, hanya menggunakan kakakmu sebagai alasan untuk mempertahankan kesadaran akan krisis.”
“Aku benci kau terlalu paham diriku.” Mandi mencium Yu Ming, menggandeng lengannya menuju dalam. Tidak banyak orang - sekitar belasan staf gereja, bertemu dua pastur, dan dua anggota dewan yang sedang bekerja. Tanpa pengecualian, semua sangat ramah pada Yu Ming. Dari obrolan, Yu Ming tahu mereka semua memiliki pekerjaan resmi, datang ke sini di waktu luang. Semua sudah menikah - status pernikahan menjadi ambang batas masuk Gereja Tian Ai. Yu Ming memberikan informasi paspor ke dewan. Dewan akan merancang visa road trip untuknya. Karena ini aktivitas keagamaan, proses visa cukup sederhana.
Setelah berkeliling selama dua jam, mereka keluar. Setelah naik mobil, Yu Ming menggelengkan kepala: "Sayang, aku tidak menemukan masalah apa pun."
"Hmm!" Mandy mengangguk dengan perasaan menjadi berat: "Semakin begini aku semakin khawatir. Road trip akan berangkat lima hari kemudian, sementara kami bahkan belum punya kejelasan sedikit pun. Terpaksa mencari jawaban secara pasif selama perjalanan."
"Mungkin jawabannya tidak terletak pada mereka."
"Kuharap begitu. Dalam persepsi bawah sadar, aku juga menganggap mereka orang baik. Kuharap masalahnya bukan berasal dari pihak mereka."
……
Mandy mengemudi ke supermarket, membeli beberapa bahan makanan. Keduanya sepakat masing-masing memasak satu hidangan. Bahan yang diambil Yu Ming adalah telur dan beras. Mandy melirik, tersenyum getir pada Yu Ming: "Sayang, kamu tidak akan memasak nasi goreng telur kan?"
"Mandy, jangan meremehkan nasi goreng telur. Satu porsi nasi goreng telur yang bagus bisa membuat hatimu sangat tenang."
Mandy tertanya sambil tersenyum: "Apa bedanya nasi goreng telurmu?"
"Nasi goreng aliran Yu, mana bisa dibandingkan dengan nasi goreng biasa." Yu Ming tersenyum misterius: "Tunggu saja lidahmu copot nanti."
Pulang ke rumah, Mandy bersandar di dapur, mengamati setiap gerakan Yu Ming dengan cermat: mencuci beras, mengukus nasi, mengocok telur, sepertinya tidak ada yang istimewa. Setelah nasi matang, Yu Ming menuangkan minyak terlebih dahulu, lalu telur, kemudian nasi, terakhir mengangkat dari wajan. Mandy menggerutu: "Aku tidak melihat perbedaan antara nasi goreng aliran Yu dan nasi goreng biasa."
“Nasi goreng Yu Ming.” Yu Ming berkata: "Selain level ini, memang tidak ada perbedaan lain. Sayang, aku menunggu salmonmu untuk teman nasi, bisakah gerakannya dipercepat?"
"Aku mengerti, kamu adalah pria besar legendaris yang tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah sedikitpun." Mandi berkata sedih: "Tuhan, bisakah ganti suami?"
"Tidak bisa." Yu Ming meletakkan nasi, lalu memeluk Mandi dari belakang. Seluruh tubuh Mandi gemetar, diam membeku tanpa bicara. Dalam hati Yu Ming bingung, dirinya sudah melangkahi ujian penting, setidaknya beri reaksi dong.
Sepuluh detik kemudian, Mandi berbisik: "Sayang, salmon sedang memanggil kita."
"Oh!" Marah? Putus asa? Atau suka?
Mandi mulai bekerja, percakapannya jelas berkurang. Wajahnya tenang. Yu Ming membawa secangkir kopi merenung: Jangan-jangan Mandi memutuskan untuk dikorbankan agar aku mau bekerja sama?
Salmon matang, Mandi mengganti cola Yu Ming dengan anggur putih: "Anggur merah untuk daging merah, anggur putih untuk daging putih. Ini salmon racikan khususku, jangan sampai kehilangan rasa primordial."
Yu Ming menoleh melihat nasi goreng telur: "Bagaimana dengan ini?"
"Itu? Aku berniat menyimpannya, supaya bisa mengingatkan tentang esensi nasi goreng aliran Yu." Setelah berkata demikian Mandi tertawa lepas, tapi sambil menyendok nasi goreng dan mengangguk: "Sebenarnya rasanya cukup enak."
Bersama Mandi terasa ringan, karena dia tidak akan membuatmu canggung.
Setelah makan malam, Yu Ming membantu Mandi membereskan dapur. Mandi berkata: "Sayang, aku koreksi pernyataanku. Kau bukan pria hebat, hanya tidak bisa memasak."
Yu Ming menjawab: "Sayang, kalimat terakhir ini lebih menyakitkan hatiku dibanding yang pertama."
……
Saat Mandi mandi, Yu Ming berkeliling memeriksa. Dengan kesal ia menemukan kamar tamu sialan itu masih memiliki tempat tidur, lalu kembali ke ruang tamu menonton TV. Telepon berdering, Yu Ming mengangkat: "Sayang, ada apa?"
"Masuklah ke sini."
Yu Ming membuka pintu kamar tidur. Pintu kamar mandi built-in terbuka, tertutup tirai kain. Yu Ming mengetuk pintu kamar mandi: "Ada masalah apa?"
Bayangan di balik tirai tak bergerak. Beberapa detik kemudian, Mandi berkata: "Kau boleh masuk."
"Hmm..." Yu Ming terpaku.
"Jangan khawatir, perjanjian perceraian kita masih berlaku setelah ini."
Yu Ming berkata: "Mandi, aku tak ingin kau salah paham. Kau tidak perlu melakukan ini, aku tetap akan membantumu. Kau membuatku merasa seperti memerasmu..."
Sebelum Yu Ming selesai bicara, Mandi keluar dari balik tirai. Dengan satu tangan memegang handuk menutupi dada, ia mendekati Yu Ming dan menatapnya: "Tidak, aku menyukaimu, sesederhana itu. Atau kau pikir aku akan mencium pria yang tidak kusukai?"
Dengan hati berdebar, Yu Ming meraih bahu Mandi yang masih licin oleh busa sabun. Ia mencium kening Mandi sambil membelai rambutnya: "Kau memang butuh asisten mandi profesional. Percayalah, aku sangat ahli."
(Dihilangkan banyak teks)
Keesokan harinya, Yu Ming terbangun, Mandy yang telanjang menyelimuti diri dengan selembar kain sambil menopang kepala dengan tangan kiri memandangi Yu Ming. Yu Ming mengulurkan tangan menyisir rambut panjang Mandy, Mandy menangkap tangan Yu Ming dan menempelkannya di pipinya sambil memejamkan mata berkata: "Andai Waktu bisa berhenti di detik ini."
Yu Ming menatap Mandy: "Kalimat itu sudah kudengar semalam, itupun dengan nada bicara yang liar, sampai-sampai aku mengalami luka parah."
Mandy melihat bekas gigitan di bahu Yu Ming, tersenyum menampakkan gigi lalu terjungkal menindihnya: "Aku ingin menggigit sisi yang itu."
Aura cinta memenuhi kamar, keduanya asyik bermain permainan dewasa di ranjang. Setelah lama akhirnya mandi, tapi karena mandi bersama, tak terhindarkan permainan pun berlanjut. Seperti kata Yu Ming, Mandy benar-benar liar, punggung dan bahu Yu Ming penuh luka-luka.
Sepanjang hari itu, mereka bergumul dalam permainan atau berpelukan saling membisikkan kata mesra. Nasi goreng telur Yu Ming menjadi santapan pengganjal perut.
Yu Ming merasakan perbedaan Mandy dengan perempuan lain. Setelah bercinta dengan yang lain, dalam tiga detik pertamanya selalu terpikir: "Hidup ini tak ada artinya." Tapi bersama Mandy, yang terlintas justru: "Inilah kehidupan sejati."
……
Makan malam dengan kaleng daging sapi dan anggur merah dari lemari es. Dua lilin menyala, pertama kalinya Yu Ming merasa lilin memang bisa menciptakan suasana - sesuatu yang tak pernah dipahaminya sebelumnya.
Yu Ming berkata: "Berdasarkan laporan saat ini, Sayang kamu sangat dirugikan. Kamu tidak menikmati prosesku mengejarmu, tidak ada pernikahan yang layak, kamu masih seorang perawan..."
Mandy mengetuk gelas anggur Yu Ming dengan gelasnya: "Sudah kubilang, aku menyukaimu, sesederhana itu. Tidak, seharusnya aku mencintaimu."
"Aku juga mencintaimu." Yu Ming teringat Annie, pertama kali aku mencintaimu adalah ketika Annie yang bertanya, kemudian jadi terbiasa. Saat bersama kakak tingkat, tidak pernah ada kata 'aku mencintaimu' atau 'kamu mencintaiku', seolah semua terungkap tanpa kata. Namun Yu Ming tahu, dirinya hanya suka bercinta dengan kakak tingkat itu. Pernah Yu Ming juga mengira dirinya murni tergila-gila pada tubuh fisik Mandy, tapi kenyataannya, perasaannya terhadap Mandy jauh lebih dalam dari yang dia bayangkan. Yu Ming meneguk anggur merah: "Sayang, sebenarnya kita tidak terlalu saling mengenal, bolehkah kuajukan saran?"
"Hmm!" Mandy mengangguk.
"Kita tidak bercerai. Jika salah satu pihak ingin bercerai, beri tahu pihak lainnya, baru kita bercerai."
"......" Mandy menatap Yu Ming: "Sudahkah kau bertanya pada dirimu sendiri? Apa kau menyukaiku, atau sekadar suka bercinta denganku? Sebelumnya kau tak punya jawaban, bagaimana sekarang?"
Yu Ming menjawab serius: "Seumur hidupku telah kuucapkan kebohongan tak terhitung, tapi kalimat ini jiwaku yang berbisik: Meski kita terhalang jarak, tidak saling memahami sepenuhnya, meski akan banyak perubahan nanti, tapi aku sungguh-sungguh."
"Harta karun, kau telah meleburkanku." Mandy mencium pipi Yu Ming: "Tapi... kita..." Mandy tak tahu harus berkata apa.
Yu Ming terpaku, sikap Mandy tidak seperti yang dia bayangkan, atau mungkin Mandy...
Mandy menundukkan kepala sejenak, meletakkan pisau dan garpu di piring: "Sayang jangan salah paham, aku mencintaimu, tapi..."
"Maaf, aku tidak mengerti." Suara Yu Ming terdengar bergembira.
"Yu Ming, aku bisa bersumpah di hadapan Tuhan, ini sama sekali bukan karena pria atau wanita lain, atau hal-hal yang terkait dengan perasaan orang lain." Mandy berkata serius: "Ada beberapa alasan yang tidak bisa kuceritakan, kamu juga pernah bilang, kita berdua memang asing dengan masa lalu masing-masing. Bukan aku tidak mau memberitahumu, hanya..."
Yu Ming memandang Mandy lama sekali, akhirnya mengangguk: "Aku paham, aku percaya padamu."
Mandy menatap Yu Ming: "Sayang, beri aku waktu. Jika kamu tidak bisa menunggu, aku tidak akan menyalahkanmu. Aku hanya akan mendoakanmu. Entah bagaimana pun, kamu adalah suamiku, baik secara formal, emosional, maupun tubuh fisik."
"Hmm." Yu Ming tersenyum: "Jika ada sesuatu yang bisa kubantu, meski tidak bisa membantu, asal kamu mau, kamu selalu bisa cerita padaku."
"Aku merasa sangat bersalah." Ekspresi Mandy konsisten dengan ucapannya.
"Tidak apa-apa." Yu Ming berkata lapang: "Lagipula, aku termasuk orang yang lebih suka mencari keuntungan daripada merugi."
"Dengan ucapanmu tadi, aku jadi lebih lega." Mandy menepuk pipi Yu Ming: "Terima kasih."
