"Aku akan menyapa di sebelah sana." Tuan Du meninggalkan Yu Ming dan berjalan ke lingkaran pertemanan. Skala koktail kali ini cukup tinggi, separuh diisi oleh para pengusaha muda berpengaruh di Kota A, separuhnya lagi eksekutif perusahaan terbuka. Di seberang kolam renang, sebuah band sedang memainkan musik. Yu Ming melirik dan hampir tersedak sampanye. Xiao Zhao yang berdandan rapi, mengenakan jas panjang menyamar di antara anggota band. Dari ekspresi dan gerakannya, jelas dia sepenuhnya asal-asalan.
Sikap ini membuat Yu Ming bingung. Sepertinya Ji Dong sangat tertarik pada Lin Xiayi, yang juga mengindikasikan kecurigaan besar pada Lin Xiayi. Aneh, dari kejauhan Yu Ming mengamati postur Lin Xiayi yang proporsional - dada berisi, pinggul bidang, cantik tapi dingin seperti gunung es. Namun ini tubuh yang sehat, bukan tipe atletis. Liang Zhen bisa mencapai tebing dengan kecepatan jalan 100 meter. Mustahil Lin Xiyai memiliki stamina seperti itu. Jangan-jangan dia master bela diri yang menyamar?
Telepon berdering. Yu Ming mengangkat: "Halo!"
Ji Dong berkata: "Tolong perhatikan apakah Lin Xiayi menerima telepon di luar pekerjaan, atau kontak dengan orang-orang di luar urusan kerja."
Yu Ming berjalan ke samping dan bertanya: "Apa maksudnya?"
"Begini, berdasarkan informasi yang dimiliki polisi saat ini, Lin Xiayi memiliki kecurigaan besar. Tapi tidak bisa dijelaskan bagaimana dia memindahkan Liang Zhen. Setelah berpikir panjang, hanya ada satu cara dengan adanya pihak ketiga."
"Pembantu pelaku?" tanya Yu Ming. Jika ada pihak ketiga, ini bisa menjelaskan situasi, bahkan jika pihak ketiga itu perempuan, mereka berdua bisa mengangkat Liang Zhen.
"Tidak tahu. Kami hanya tahu Lin Xiayi memiliki dua telepon. Satu telepon dibeli baru sebulan terakhir, tidak ada rekaman komunikasi sama sekali, dan terus dalam kondisi standby, hanya digunakan untuk mengirim surel. Aku penasaran mengapa dia selalu membawa telepon ini. Jadi tujuan memanggilmu adalah untuk memperhatikan hal ini. Jika dia menggunakan telepon, korbankan sumber daya apapun untuk mendekatinya, sekalipun hanya mendengar sepatah kata."
Yu Ming penasaran bertanya: "Kalian bisa mengajukan permohonan penyadapan?"
"Ini bukan telepon China, tapi global roaming luar negeri. Prosedur resminya cukup merepotkan. Menurutku lebih baik tidak membangunkan kawanan orang bodoh di Interpol." Ji Dong bertanya: "Cairan tabir surya sudah didapat?"
"Hmm, tapi belum tentu dia akan menggunakan produk yang sama." Setelah menjawab, Yu Ming berpikir sejenak lalu bertanya: "Tim Ji, apakah kamu menerima informasi tertentu? Apakah akan ada kejutan di pesta koktail hari ini?"
"Rasa ingin tahumu memang besar. Jujur saja, kami sudah memantau Lin Xiayi 24 jam selama empat hari." Ji Dong berkata: "Sejak kemarin sore pulang kerja, emosi Lin Xiayi mulai berubah. Saat berjalan di jalan, dia sering menengok ke belakang. Berdasarkan pemantauan kami beberapa hari sebelumnya, Lin Xiayi hanya akan menutup jendela dan menggorden setelah mau tidur. Tapi semalam, begitu sampai rumah langsung menggorden. Entah dia sudah menyadari pemantauan kita, atau ada pihak ketiga yang mengikutinya. Kalau sampai ketahuan, pasti dia akan menghubungi pengacara. Dari perilakunya, saya yakin akan ada perubahan segera. Tempat acara koktail relatif kacau, anggota kami sulit masuk. Karena itu kami minta bantuanmu."
"Tim Ji, baru butuh bantuan langsung menyebut saudara. Terlalu formal kau. Selamat tinggal." Yu Ming menutup telepon, memandang Lin Xiayi. Memang hari ini agak aneh. Biasanya Lin Xiayi bisa diam membisu menghadap jendela sendirian, tapi hari ini sering menengok dengan kewaspadaan berlebihan.
"Ada apa dengan Manajer Lin belakangan ini?" Seorang eksekutif sedang mengobrol dengan sekretaris Lin Xiayi. Yang benar-benar tahu urusan pribadi CEO adalah asisten pribadinya. Sekretaris eksekutif termasuk dalam departemen administratif, masuk kategori pekerjaan profesional tanpa keterlibatan emosi pribadi, meski sedikit banyak pasti tahu sesuatu.
Sekretaris eksekutif berbisik rendah: "Tidak tahu pasti. Suatu hari saat giliran tugas, saya mendengar suara percakapan di ruangannya. Kira ada tamu, tapi kemudian tak melihat siapa-siapa. Tadinya dikira sedang menelepon, akhirnya baru sadar Manajer Lin sedang bicara sendiri."
"Bicara apa?"
"Tidak tahu." Sekretaris eksekutif menggelengkan kepala.
“Di pesta koktail ada prasmanan kudapan, silakan ambil sesuka hati.” Putra kedua keluarga Hai muncul di depan Yu Ming yang sedang makan es krim, menyapa: “Hai, Yu Ming.”
“Hai, Tuan Hai.” Balas Yu Ming. Kedua pihak bukan teman, tapi masih termasuk kenalan.
“Ayahku mempersilakanmu untuk singgah sebentar.”
Yu Ming melihat ke arah Tuan Hai senior. Di sana telah disediakan kursi. Tuan Hai senior sedang berbincang dengan seorang pemuda. Yu Ming mengangguk, mendekat dan menyapa: “Selamat siang Tuan Hai senior, selamat siang.” Salam "selamat siang" ditujukan kepada pemuda itu.
“Yu Ming, silakan duduk.”
Pemuda itu cukup cerdik: “Maaf mengganggu.” Meninggalkan kursinya.
Yu Ming duduk. Tuan Hai senior memandang pemuda itu: “Pemuda berbakat, sayang terlalu gegabah.”
“Kenapa?” Tanya Yu Ming sekadar melanjutkan pembicaraan.
“Saat perusahaan go public, saham internal yang bisa dia beli relatif sedikit. Dia merasa mendapat perlakuan tidak adil, datang mengadu padaku.” Tuan Hai senior menyeruput teh dengan santai: “Memang ada ketidakadilan, menurutmu bagaimana harus kuhadapi?”
“Hehe, papan permainan sudah ditetapkan. Jika Tuan membelanya dengan merebut saham internal dari orang lain, justru akan memicu rasa tidak adil di pihak lain.”
Tuan Hai senior bertanya penuh minat: “Jika kamu mengalami ketidakadilan, apa yang akan kau lakukan?”
Yu Ming mengerutkan kening: “Apakah Tuan Hai sengaja mengajakku mengobrol saja?”
“Ya, di sini banyak orang yang datang menyapa tanpa keperluan. Kalau sekadar mengobrol, terasa terlalu formal. Lebih baik kutetapkan kursi panjang untukmu, agar orang lain segan mengganggu.” Kata Tuan Hai senior: “Aku cukup menyukaimu, setidaknya kau tidak terlalu banyak basa-basi. Kau belum menjawab pertanyaanku.”
“Tidak adil, ah?” Yu Ming berpikir sejenak: “Menurutku, di dunia ini memang tidak ada yang sepenuhnya adil. Jika perbedaan kemampuannya tidak besar, mungkin masih bisa ditoleransi. Tapi jika ada unsur diskriminasi dan kesengajaan, itu perlu direnungkan baik-baik.”
“Bagaimana dengan Haina?” Akhirnya Tuan Hai senior menyentuh topik utama.
“Lumayanlah.” Yu Ming bingung menjawab pertanyaan seluas itu.
“Manusia seumur hidup hanya sibuk mengurus anak-anak. Keinginanku hanya tiga anakku berkeluarga dan mandiri, lalu aku bisa pensiun dengan tenang. Lao Er dan San Di sama sekali tidak kukhawatirkan, pasti mengikuti keinginanku. Aku juga bukan orang tak berprinsip, selama masih masuk akal, takkan kuberi larangan. Tapi Haina... selalu jadi penyakit hatiku. Mandiri? Jangan harap. Aku tahu kemampuannya. Sekarang tinggal urusan pernikahannya. Usia 27-28 sudah cukup.”
Yu Ming tertawa kaku: “Mengapa Tuan Hai memberitahuku semua ini?”
Tuan Hai senior menjawab: “Kumohon kau bicara terbuka dengan Haina. Siapa pun pria pilihannya, biar kulihat dulu. Tak kusyaratkan latar belakang, kecerdasan bisnis, atau gelar doktor. Hanya satu: pria itu harus sungguh mencintai Haina dan bisa diandalkan. Kita pria tahu, perempuan yang sedang jatuh cinta sering kehilangan kewarasan.”
Yu Ming tersenyum: “Tuan Hai benar-benar paham hati perempuan... Permisi, aku harus menerima telepon dulu.”
Yu Ming menjauh: “Halo!”
“Ikuti!” Ji Dong memberi perintah: “Lin Xiayi melihat ponsel lain, lalu memutuskan panggilan dan berjalan masuk ke gedung.”
“Oke.” Yu Ming menjawab kesal, lalu berpaling ke Tuan Hai: “Aku ke toilet dulu.”
“Silakan.” Tuan Hai senior melambaikan tangan.
Yu Ming melihat Lin Xiayi sedang mendorong pintu masuk ke dalam gedung. Yu Ming mengikuti dengan kecepatan sedang. Lin Xiayi memegang telepon sambil menunggu elevator. Yu Ming melihat posisi dua elevator yang berhenti, menekan tombol, lalu menyapa sopan: "Selamat pagi, Manajer Lin."
"Hmm." Lin Xiayi mengangguk singkat.
Elevator naik tiba. Lin Xiayi masuk. Yu Ming menunggu, mengamati elevator sampai di lantai dua puluh tujuh, kemudian naik elevator ke lantai tersebut - lokasi kantor Lin Xiayi. Di seberang kantor Lin Xiayi, seorang sekretaris eksekutif sedang menyeduh kopi. Yu Ming menepi. Sebagian besar orang di lantai ini telah pergi ke acara koktail.
Sekretaris eksekutif membawa secangkir kopi masuk ke kantor Lin Xiayi yang pintunya terbuka. Yu Ming menyelinap masuk. Kantor Lin Xiayi pernah dikunjunginya sebelumnya. Dengan lihai ia bersembunyi di belakang sofa. Lin Xiayi menunggu hingga sekretaris pergi, lalu menyeruput kopi sambil memandang acara koktail di bawah cukup lama. Ia kemudian berjalan ke sofa dan duduk, mencoba menelepon tapi tak ada yang mengangkat. Lin Xiayi meletakkan ponsel di meja, bersandar sambil menghela napas panjang.
Sekitar sepuluh detik kemudian, ketukan pintu terdengar. Lin Xiayi mengerutkan kening: "Silakan masuk." Protokolnya, sekretaris harusnya memberitahu dulu siapa yang akan bertemu.
Seorang pria berbaju jas masuk dan menutup pintu. Yu Ming menunduk melihat lantai dan berteriak dalam hati: Sial! Pria itu mengenakan sepatu olahraga. Ini tidak masuk akal. Entah apa statusnya, setidaknya tidak pantas bertemu Lin Xiayi dengan pakaian sembarangan. Lin Xiayi berdiri bertanya: "Anda siapa?"
Kantor sunyi senyap, Yu Ming mendengar suara pistol membuka pengaman. Menoleh ke samping, tangan kanan orang itu masih di dalam setelan jas, sedangkan Lin Xiayi sama sekali tidak menyadari. Namun saat lawan melihat kepala Yu Ming di balik sofa, terkejutlah hatinya. Yu Ming lebih dulu berdiri, melompati sofa, menjatuhkan Lin Xiayi ke lantai, lalu dengan satu tangan merobohkan meja teh sebagai penghalang di depan mereka berdua.
'Byur...' Dua tembakan yang sudah dibisikkan pembisik pistol berkumandang. Peluru menembus meja teh. Sambil menahan tubuh Lin Xiayi, Yu Ming berteriak: "Kantor, ada pembunuh bayaran!"
"Kantor mana?" Ji Dong bertanya.
"Dasar kau. Kantor Lin Xiayi."
"Elevator sudah rusak," kata si pembunuh dengan suara parau, perlahan mendekati mereka. Lin Xiayi dilanda ketakutan luar biasa, sedangkan Yu Ming diliputi penyesalan mendalam. Satu-satunya penghalang di kantor ini hanyalah sofa dan meja teh. Inisiatif penyelamatan gadisnya malah menjerumuskannya sendiri. Tapi Yu Ming bukan sekadar ingin jadi pahlawan - karena begitu mereka menembak Lin Xiayi, besar kemungkinan akan menemukannya. Mengandalkan statusnya sebagai polisi yang menjadi kartu truf, ia nekat menyelamatkan sang gadis. Tak disangka si pembunuh lebih cerdik dari perkiraan polisi, sudah lebih dulu mengontrol elevator untuk sementara.
Yu Ming meraba-raba lantai, jarinya menyentuh pisau buah.
“Pisau Terbang memang pernah dipelajari Yu Ming saat pelatihan khusus, dulu sama sekali tidak dianggap penting, tapi saat ini justru menjadi tali penyelamatnya.” Yu Ming satu tangan menggenggam pisau terbang, satu tangan menekan kepala Lin Xiayi yang berusaha mengintip dari balik meja teh: "Da Xia, karena sudah tahu ada polisi, lebih baik bisnis kali ini kita batalkan."
“Menerima uang, harus menuntaskan masalah.” Jarak antar lawan delapan meter.
Yu Ming menghela napas, pembunuh bayaran ini terlalu banyak bicara. Tiba-tiba dia menjatuhkan tubuh ke belakang, pisau buah di tangan kanannya melesat. Pembunuh itu jelas tidak menyangka Yu Ming punya teknik ini, reflek menangkis dengan tangan. Pisau buah dan pistol bertubrukan, keduanya terlempar beberapa meter.
