"Ternyata begitu." Yu Ming menutup telepon. Rupanya semua ingin menjadi Wakil Ketua. Tidak mendapat suara dalam benua masih wajar, tapi kenapa suara luar benua juga tidak ada? Melihat sepuluh kandidat, ada Vern yang familiar bagi Yu Ming, Penyelidik Uruguay 018, bahkan Mandy pun dapat dua suara. Menurut pemahaman Yu Ming tentang Mandy, Mandy tidak akan memilih diri sendiri. Yu Ming tentu tidak memilih Mandy, pekerjaan kekasih yang terlalu sibuk tidak baik, lagipula dia harus menghindari kecurigaan, toh dirinya adalah orang yang jujur.
Haina bertanya: "Selesai?"
“Tidak, masih ada satu kesempatan terakhir, hak istimewa Ketua. Ketua bisa langsung mencalonkan satu kandidat.” Yu Ming berkata penuh keyakinan: “Aku sangat berbakat, meski kebanyakan orang tidak tahu nilai sejati, tapi Ketua kita bukan orang biasa.”
“Dia orang kelas berapa?” Haina bertanya bergurau.
“Dia... dia bajingan!” Yu Ming murka. Montoro menominasikan penyidik Italia, dasar kau! Kau tidak konsultasi dulu dengan penyidik Jerman, orang Italia kau percaya?
“Haha, sepertinya penampilanmu tidak sebagus yang kau bayangkan.” Haina menikmati kekonyolannya.
“Pasti ada kecurangan.” Yu Ming menggigit gigi: “Pasti mereka menyuap dengan uang.”
Haina berkata: “Telepon saja tanyakan.”
“Tidak baik kan?” Meski begitu, Yu Ming mengangkat telepon dan menghubungi Harimau.
Begitu menerima telepon, Harimau langsung tertawa: “Ingin tahu kenapa tidak dinominasikan Montoro?”
“Bukan, cuma mau bilang, aku sudah sampai di China.” Yu Ming sadar dirinya sebenarnya tidak terlalu tak tahu malu, wajahnya memerah.
Harimau tertawa, setelah lama akhirnya berkata: “Tentu, kinerjamu bagus. Montoro juga mempercayaimu dan sering memujimu. Tapi kau memang tidak cocok untuk posisi kepemimpinan.”
“Mengapa?”
“Kau membeli hadiah di Mesir, lalu langsung mengganti rugi dari dana warisan penyidik melalui pegawai lokal, benar?” tanya Harimau.
“Ah...” Yu Ming menepuk kepala: “Aku lupa. Cuma ribuan dolar kan?”
Harimau berkata: “Awalnya Komite Ketua akan menyelidiki tindakan korupsimu. Kuberi tahu Montero, pasti kau tidak sengaja. Jadi transfer saja dari danamu sendiri untuk menutupi kekurangan itu.”
Yu Ming tidak puas: "Karena kalian percaya ini tidak sengaja..."
"Yu Ming, justru karena ketidaksengajaanmu, kamu tidak cocok untuk posisi kepemimpinan. Aku percaya kamu lupa, tapi sadarkah kamu? Alasan kelupaanmu, ketidaksengajaanmu, adalah karena kamu tidak menganggap penting. Kau pikir ini bukan masalah besar, makanya bisa lupa. Korupsi adalah kejadian sangat berbahaya. Tapi Organisasi Penyelidik internal menghormati keyakinan dan kebiasaan warga berbagai negara, mempertimbangkan lingkungan setiap anggota. Jadi hal ini tidak akan dituntut."
Kok kedengarannya aneh sekali? Sial, berani-beraninya menghina Tiongkok agungku. Yu Ming dikalahkan oleh keadilan, setelah ngobrol sebentar, menutup telepon dengan lesu.
Haina berkata: "Yu Ming, adik keduaku gagal ujian masuk pascasarjana, bantu carikan solusi."
Yu Ming spontan menjawab: "Bodoh, sogok saja."
Haina tersenyum ke arah Yu Ming. Yu Ming menepuk dahinya, Rulai-ku, dirinya sendiri selama di Mesir melakukan penyuapan besar-besaran. Meski memenuhi kepentingan Organisasi Penyelidik, tapi dengan kelancangannya ini pasti tidak dipercaya Komite Ketua. Tapi ini salahku? Contohnya waktu kuliah dulu, nilai kelulusanku tidak memenuhi syarat, akhirnya masuk dengan sogokan. Kalau gagal mata kuliah, pria bisa menyogok, wanita bisa jual tubuh. Seperti kasus ibu Ye Zhan, dirinya juga cari jalur belakang dan koneksi, langsung minta kenalan Ji Dong urusin. Akhirnya mobil polisi berjaga semalaman di kompleks perumahan. Coba kalau tidak punya koneksi, mungkin tidak?
Yu Ming tersenyum malu, dirinya memang tidak memenuhi syarat untuk menjadi Wakil Ketua. Bukan karena dia serakah akan uang, melainkan pola pikirnya yang bermasalah. Contohnya, Yu Ming menganggap beberapa ribu dolar bukanlah masalah besar. Uangnya memang tidak banyak, tapi bagi Organisasi ini merupakan dosa berat, karena mencerminkan tindakan dan moralitasmu.
Haina berkata: "Sebagai ucapan terima kasih atas hadiahmu, malam ini aku yang traktir makan."
"Udang karang kecil yang dimakan dengan tangan?" tanya Yu Ming.
Haina terdiam. Dengan satu kalimat, Yu Ming berhasil menghilangkan keinginannya untuk makan bersama. Haina berkata: "Sudahlah, dasar orang yang tidak berkelas."
Yu Ming tak ambil pusing, bertanya: "Gimana kabar gebetanmu itu? Sudah bertemu orang tuanya?"
"Belum, sekarang kakak sama sekali tidak tertarik padanya."
"Kenapa?"
Haina menghela nafas: "Sekarang kami hanya teman. Aku takut kalau perasaanku kuungkapkan, malah jadi tidak bisa berteman lagi."
Yu Ming tertawa: "Jangan terlalu banyak mikir. Lihat saja kualifikasimu: pintar akademik maupun bela diri, tubuh semampai, wajah tanpa cela, kekayaan melebihi 1 miliar, sosialita kelas atas, kepribadian santai dan jujur, cantik dan cerdas..."
"Cukup!" Haina menyela: "Hubungannya denganku mirip dengan hubungan kita. Ayo simulasi langsung. Perhatikan, aku... aku mengungkapkan perasaan... Yu Ming, aku menyukaimu."
"Ha ha." Yu Ming tertawa lepas.
Sebuah tendangan melesat dari Haina: "Serius dong! Kalau kau jadi aku, gimana reaksimu?"
"Coba ulangi dengan serius. Aku belum masuk ke dalam karakter," Yu Ming menjelaskan: "Tidak ada yang mengungkapkan perasaan di dalam mobil. Kalau kau beri tahu aku sekarang dengan persiapan mental, sulit memberikan jawaban yang tepat. Harusnya kau uji aku secara tiba-tiba."
Haina membentak: "Bukannya kakak janji makan malam denganmu? Kamu berani mau makan udang karang kecil, berdua duduk di kursi plastik pinggir jalan mengunyah udang karang kecil, bagaimana mau mengungkapkan perasaan?"
Begitu dikatakan, malah jadi kesalahanku sendiri. Yu Ming berpikir: "Baik, malam ini kita ke restoran Prancis. Aku akan berusaha sekuat tenaga menghilangkan pikiran sampah, berpura-pura tidak tahu, lalu melihat reaksi psikologisku sendiri."
Haina bertanya: "Kenapa harus ke restoran Prancis?"
Yu Ming menjawab: "Di film-film selalu begitu. Mengungkapkan perasaan atau melamar pasti di restoran mewah."
Haina mengangguk: "Baik. Pakailah baju yang bagus, harus masuk ke dalam karakter. Kalau tidak, kamu yang traktir."
"Tidak masalah."
"Jam tujuh malam, aku akan menjemputmu dengan mobil."
"Bagus." Yu Ming mengerutkan kening, merasa ada yang tidak beres. Kau yang menjemputku? Yu Ming berkata: "Aku saja yang menjemputmu."
Haina berpikir sebentar lalu mengangguk: "Kalau kau yang menjemputku mungkin lebih wajar. Tapi normalnya kan seharusnya kau yang mengungkapkan perasaan padaku. Kau yang menjemput, sekalian kau yang membayar."
Yu Ming berpikir cukup lama, lalu berkata: "Lebih baik kita menyetir sendiri." Yu Ming membayangkan skenario malam nanti: Tiba-tiba Haina menerjang dan menjepitnya, mengangkat tinju sambil berteriak: Kakak suka kamu, kamu suka kakak nggak? Pasti aku jawab suka, kabur dulu baru mikir. Tapi nggak, reaksi normalnya bukan begitu. Seharusnya aku terpana dulu, lalu... Yu Ming melirik Haina. Kalau jawab nggak suka, bisa-bisa dipukuli beneran. Perlu cari dua pembantu, tapi melihat kekuatan tempur Haina, kayaknya nggak ada yang bisa ngehandle. Nggak, nggak, kan ini restoran Prancis romantis. Harusnya Haina malu-malu bilang: Kak, aku suka sama kamu.
Begitu bayangan ini muncul, Yu Ming langsung tersedak air liur sendiri. Nggak bisa, nggak sanggup akting kayak gitu. Harus diingat, sebelum Haina ngungkapin perasaan, jangan minum air dulu. Reaksiku harus kaget dulu, kegembiraan yang tercampur senang, kegirangan yang berbaur semangat, antusiasme yang dibalut haru... Ini kerjaan manusia mana coba? Yu Mengangkat telepon: "Lao Chen, makan siang bareng yuk." Lao Chen nama aslinya Chen Pengchang. Meski belum pernah main peran bicara, dia adalah aktor profesional.
"Lao Chen itu siapa?" tanya Haina.
"Temen, kubantu dia cari info soal kerjaan," Yu Ming asal jawab.
……
Chen Pengchang batuk sekali dan bertanya: "Kamu mau pakai rute apa? Kalau rute romantis, pegang tangan lawan dengan lembut, lalu letakkan telapak tangannya di pipi kirimu dengan penuh perasaan, cium bagian tengah telapak tangannya, lalu julurkan leher untuk berciuman. Kalau rute mesum, terjungkal ke depan, berikan ciuman intim ala Prancis, lalu tepuk-tepuk beberapa lembar uang, langsung pergi buka kamar hotel. Kalau..."
"Rute normal." Jawab Yu Ming.
"Orang normal tidak bisa akting." Chen Pengchang menggelengkan kepala dengan canggung: "Di TV semua karakternya tidak normal."
"Hmm... Misalnya dengan karakternya aku, setelah mendapat informasi yang menghantam ini, reaksi apa yang harusnya kulakukan?" Tanya Yu Ming.
Chen Pengchang mengobservasi Yu Ming sejenak dalam diam, lalu menjawab: "Kamu akan tertawa, akan muncratin air liur. Atau, kamu akan takut. Yang paling merepotkan, saat pria mengungkapkan perasaan ke wanita, si wanita punya waktu untuk berpikir dulu sebelum membalas. Tapi saat wanita mengucapkan selamat tinggal ke pria, berhasil atau gagal, semuanya terjadi dalam seketika. Menurutku karaktermu tidak cocok pakai rute pengakuan perasaan. Untuk menjerat orang sepertimu, harus di arena tertentu, meraba-raba tangan kecil, lalu aktif mendekati. Kalau ada niat mesum di hatimu, kamu akan bekerja sama mulai dari ciuman."
"Aku bangsat bukan laki-laki mesum, sudahlah, kamu tidak bisa membantu." Yu Ming putus asa, lalu bertanya sekadar: "Lao Chen, ada tugas apa akhir-akhir ini?"
"Ya tetap jadi tentara Jepang, sehari mati lima-enam kali." Kata Chen Pengchang: "Terus ada pekerjaan ilegal yang disuruhin temanmu Ye Zhan kemarin. Jujur saja, meski pekerjaan ilegal ini bayarannya cepat, tapi tetap tidak semantap jadi tentara Jepang, nggak bisa naik layar perak."
Yu Ming penasaran bertanya: "Ye Zhan? Kamu main peran apa?"
"Dokter."
"Dokter?"
“Ah, saya adalah ahli psikiatri terkenal dari Kota X, sengaja datang dari Kota X untuk memeriksa pasien. Pasien gangguan jiwa selalu dikonsultasikan secara individual. Saya berbicara langsung dengan mereka, lalu memberi amplop kepada pasien, selesai.”
Yu Ming merasa ada yang tak beres: “Lalu?”
“Lalu bukan urusanku lagi, aku tak peduli.”
Yu Ming mengeluarkan ponsel, mencari cukup lama sebelum menemukan foto bersama, menunjuk Lin Xiayi bertanya: “Apakah pasiennya dia?”
“Benar.”
Yu Ming mengerutkan kening: “Kapan kamu kembali ke Kota A?”
“Kemarin pagi urusan selesai, Ye Zhan menyuruhku main ke Kota C selama setengah bulan. Tadi malam agen memberitahu pasukan Jepang buru-buru butuh orang, harus segera kembali. Pagi tiba, syuting sudah selesai.”
Yu Ming bingung: “Pasukan Jepang masih kurang?”
“Skenarionya begitu. Ada master bela diri yang membunuh 40 lebih tentara Jepang. Syuting TV pakai slow motion close-up, dia menghindar peluru sambil membunuh ala The Matrix. Sutradara kemudian sadar: 'Gawat! Pasukan Jepang ini sudah muncul di kamera dan mati. Istri sang master baru diperkosa setengah jalan, harus tiba-tiba melesat membantai 40 lagi. Jadi harus cari kelompok baru yang belum mati untuk close-up lagi.'”
“Master bela diri dan istrinya? 80 lebih tentara Jepang bersenjata? Perang anti-Jepang kami delapan tahun? Goblok!” Yu Ming menggeleng: “Bukan itu maksudku. Apa kamu yakin Ye Zhan yang menyuruhmu bertemu orang ini lalu memberinya amplop?”
“Yakin, pasti.”
"Aneh, Ye Zhan mencuri orang tidak aneh, tapi kenapa Ye Zhan mencuri Lin Xiayi, dan Lin Xiayi mau bekerja sama." Yu Ming beralasan ke toilet, menelepon: "Kau dan Lin Xiayi?"
Ye Zhan memucat: "Apa kau memasang penyadap buat aku?"
"Tidak, Lao Chen sudah kembali."
"Sial! Aku menyuruhnya liburan setengah bulan di Kota C, makan-penginapan-wisata gratis semua. Kenapa pulang?"
"Sutradara bilang tentara Jepang sudah mati semua, perlu kumpulkan kelompok baru untuk mati."
"Tidak mungkin? Seluruh area kota film penuh pemeran tentara Jepang." Ye Zhan merenung sejenak: "Kita keluar topik."
