Xiao Zhao mengangguk: \"Bagaimana dengan Grup Situ? Gedung Grup Situ berada di Jalan Angsa Tiga.\""
"Tidak tahu, temukan semua angsa terlebih dahulu." Yu Ming meraba dagu: "Angsa angsa angsa, ini kuncinya, pasti ada tempat dengan tiga ekor angsa." Jika tidak demikian, petunjuk itu tidak ada artinya. Toko angsa panggang, restoran Barat memiliki foie gras, patung angsa kecil ada di mana-mana, di Kota A saja ada 10 jalan bernama Jalan Angsa, ada Desa Kolam Angsa... Sepertinya tidak ada tenaga untuk memperhatikan Kota K. Rp1.500.000, aku datang, 48 jam melelahkan, seumur hidup beruntung. Lebih baik orang lain yang bayar mahal. Bergabung di Organisasi Penyelidik sampai mati pun tak dapat banyak uang. Saat ini sumber dana di rekeningku kebanyakan dari tipu, pemerasan, disuap, dll. Ada pepatah: orang takkan kaya tanpa rejeki nomplok. Tapi ngomong-ngomong, sepertinya aku mulai melenceng. Rp1.500.000, jangan melenceng lagi, fokus dong? Yan San sering membentakku seperti ini... Lagi-lagi melenceng, tidak-tidak, harus fokus.
Saat berhadapan dengan Kola, Yu Ming menunjukkan fokus yang langka. Inilah nilai diri Yu Ming yang disebut Kola, yaitu tantangan untuk mengalahkan yang kuat. Meski Rp1.500.000 adalah uang yang sangat besar bagi Yu Ming, tapi dia tidak memiliki nafsu dan semangat kuat seperti saat melawan Kola. Mengemudi, merasa lapar, pesan tempat, makan dulu dengan Xiao Zhao. Kasihan Xiao Zhao yang dipaksa jadi tenaga bantuan, sepanjang jalan mengumpulkan semua angsa. Sesekali Yu Ming berkata: "Feiya waktu muda punya kode nama Angsa Hitam, ini juga harus dihitung. Nanti jumlahkan semuanya, lihat tempat mana yang punya tiga ekor angsa."
Ada poin kunci di sini, bukan karena orang misterius tahu puisi "Angsa Angsa Angsa" lalu sengaja mencari tempat dengan tiga angsa. Kemungkinan terbesar adalah setelah memasang bom, orang misterius menemukan ada tiga angsa di sini, lalu menggunakan puisi itu sebagai petunjuk. Jadi sebelumnya penempatan bom seharusnya memiliki makna simbolis, misalnya tantangan untuk Yu Ming, mungkin ada hubungan dengan Yu Ming, entah sebagai koneksi atau kerabat. Mungkin juga tantangan untuk Feiya, maka tempat tinggal atau rute yang biasa dilalui Feiya berpotensi. Yu Ming tidak menganggap ini sebagai proyek seluas alam semesta, paling banter seukuran Bima Sakti saja, kemampuan sendiri ditambah tenaga Xiao Zhao, ditambah sedikit keberuntungan, masih cukup setara untuk memecahkan soal ini.
Tentu ini hanya dugaan.
Yu Ming merasa lebih santai, sementara Kota K seperti menghadapi musuh besar. Kota K adalah kota dekat perbatasan, namun bukan kota perbatasan. Skalanya kecil dengan populasi tetap sekitar 300.000. Polisi mereka memiliki kemampuan untuk menghancurkan secara brutal, namun kontak mereka dengan kejahatan internasional masih terbatas, atau lebih tepatnya belum pernah berhadapan dengan kejahatan internasional tipe Eropa-Amerika. Kasus terkait teror hampir tidak ada. Kota K berkoordinasi dengan Kota A. Tim Kriminal 1 yang dipimpin Wei Yan akan menuju Kota K, sedangkan Ji Dong memimpin di Kota A. Wei Yan yang telah melewati berbagai rintangan kini mampu bekerja mandiri. Dibanding Ji Dong, ia lebih dekat dengan lapisan dasar. Wei Yan sudah tahu triknya - sangat sulit untuk mengungguli tingkat pertarungan ini. Satu-satunya cara adalah menghadapi situasi saat itu juga, berharap bisa mengambil keuntungan setelah Pelopor dan orang-orang Feiya saling menghancurkan. Ji Dong secara khusus mengingatkan: "Di Kota K, kepolisian memiliki kekuatan tempur yang benar-benar dominan. Jadi Pelopor dan Feiya tidak akan mengabaikan kekuatan ini. Bisa dimanfaatkan, tapi harus bisa mengambil lebih banyak keuntungan."
Ji Dong juga sangat sibuk. Di satu sisi ia harus memburu bom tiga angsa, di sisi lain mengejar Kolar. Sampai saat ini tidak ada bukti nyata bahwa Kolar telah meninggalkan Kota A. Ji Dong punya pemikiran: Waktu pencarian bom Yu Ming adalah 48 jam sebelum ledakan, sedangkan waktu yang tersisa untuk Feiya dan polisi juga 48 jam. Jika dilihat secara terkait, kemungkinan besar bom akan langsung meledakkan Kolar hingga tewas.
……
Di tepi danau Kota A, terdapat sejumlah vila orang kaya. Rumah orang kaya pasti bukan hanya satu properti. Banyak vila tidak dihuni sepanjang tahun, dan Vila No.44 adalah salah satunya. Vila ini dimiliki oleh seorang taipan bisnis monopoli yang membelinya saat anaknya kuliah di Universitas A. Kini sang anak telah lulus dan melanjutkan studi ke luar negeri, vila tersebut dibiarkan kosong dengan hanya mempercayakan manajemen properti untuk menjaganya.
Vila No.44 dikelilingi tembok setinggi 3 meter. Di halaman belakang terdapat area rumput yang kini telah menjadi semak belukar. Kolam renang di belakang telah mengering sepenuhnya, dipenuhi berbagai sampah alam. Pada jarak sekitar belasan meter dari rumput di dekat pintu belakang vila, Kola terikat kedua tangan dan kakinya dengan lakban menutupi mulutnya. Kola berusaha mengekspos daya tarik seksualnya, mahir memanfaatkan psikologi pria melalui teknik pengikatan dan metode SM yang dikuasainya.
Namun hasilnya di luar perkiraan. Pria penyandera ini bahkan tidak melirik bagian tubuhnya yang sengaja diekspos, bahkan hingga kini belum ada komunikasi antara mereka. Dalam pandangan pria ini, Kola seperti mayat hidup atau barang tak bernyawa. Tanpa tahu tujuan pria itu, Kola menyaksikannya pergi sebentar lalu kembali membawa sekop dan mulai menggali lubang di area berumput.
NO, Mata Kola membelalak. Tuhan, mungkinkah...
Tebakan Kola benar, tanah di area berumput itu gembur. Dalam waktu singkat mereka sudah menggali sedalam beberapa meter. Pria itu stamina fisiknya tidak terlalu baik, beberapa kali beristirahat selama proses, bahkan sempat makan sekali. Dia tidak menanyakan apakah Kola lapar, haus, atau perlu ke toilet, tetap bersikap seolah Kola tidak ada. Perasaan takut mulai menggeliat di hati Kola. Setelah lubang selesai, pria itu menarik sebuah koper besar memanjang, lalu duduk di tepinya sambil menatap Kola dengan tenang.
Kola merasakan secercah harapan hidup, segera menenangkan diri lalu memberi isyarat agar pria itu merobek perban di mulutnya. Pria itu diam tak bergerak, malah mulai menggulung topeng silikonnya. Saat melepas topeng itu, Kola melihat wajahnya dan langsung berubah pucat: Ternyata dia!
Wajah itu sangat buruk sekaligus tampan. Bagian kiri wajah pria itu terbakar penuh bekas luka mengerut, mata kiri melorot ke bawah akibat operasi yang mengerikan. Tapi bagian kanan wajahnya sangat rupawan, bersinar penuh vitalitas. Kola takkan pernah melupakan wajah ini. Pertemuan pertama mereka terjadi di Pulau Harris.
Saat itu mereka adalah partner kerja. Dia selalu menyamar, kadang pakai topeng dari panitia lomba, kadang pakai topeng silikon. Meski Feiya tidak memberi perintah, Kola tetap sangat ingin mengumpulkan informasinya. Berbagai metode dicoba Kola, tapi tak pernah berhasil membuka topengnya. Hingga suatu hari saat lengah - pria ini harus minum obat banyak setiap hari - Kola menyelipkan ramuan khusus. Saat pria itu pingsan, Kola membuka topengnya... tapi langsung terkejut melihat wajah di baliknya.
Karena setiap hari mengonsumsi obat, resistensi obatnya kuat. Ia bangun dengan cepat. Saat sadar, terpana menemukan Kola memegang topengnya. Ia menutupi wajah dan menangis. Tidak hanya menangis, ia juga merebut topeng itu dengan gugup, sangat tegang dan buru-buru memakainya. Saat itu Kola merasa sangat bersalah karena menyembunyikan wajahnya memiliki tujuan lain, namun tak menyangka bahwa ia malu dengan wajahnya sendiri sehingga tidak mau diperlihatkan pada orang lain. Kola bersumpah menjamin padanya, tidak akan memberitahu siapa pun. Di mata Kola, ia bagaikan burung kecil yang ketakutan. Ia tidak berbicara, terburu-buru memakai topeng dan lari.
Sedangkan kali ini, ia sengaja melepas topengnya. Kola merasa sangat tidak baik. Ia enggan menebak, namun tahu bahwa ini balas dendam atas tindakan Kola melihat wajahnya tanpa izin. Sorot mata Kola pertama kali begitu bingung, tak berani menatap, tak berani bertemu pandangan dengan pihak lawan, apalagi menggoda dengan sorot mata.
Dia sangat tenang, tidak berbicara, tidak bergerak, hanya menatap. Setelah lama, dia berdiri dan memasukkan Kola ke dalam kotak kayu. Kola menggelengkan kepala keras-keras, tapi sepertinya dia tidak melihat. Dia memasang sambungan tabung oksigen ke hidung Kola, menutup kotak dengan papan kayu, lalu memaku kotak itu dengan paku besi. Dengan susah payah menarik kotak ke dalam lubang, dia menginjak-injak tanah yang menutupinya. Kemudian dengan perlahan dan teliti menanam kembali rumput liar yang sebelumnya dicabut secara merata. Langkah ini dilakukannya dengan sangat hati-hati, seolah takut melukai rumput-rumput itu. Setelah semuanya selesai, dia juga memperbaiki rumput yang rusak akibat penarikan kotak. Terakhir dia mengamati dengan seksama sisa-sisa di sekitar, kembali ke vila, mengambil boneka beruang dan memeluknya di dada, lalu pergi dari sana tanpa sedikit pun kerinduan.
Dia tidak perlu menengok ke belakang. Sudah dihitungnya volume oksigen, konsumsi berat badan Kola, dan data lainnya. Empat puluh lima jam kemudian Kola akan mati total. Tentu saja, jika Kola tidak mau berbaring diam dan terus-menerus menggunakan ruang kotak kayu untuk membenturkan diri, nasibnya bisa berubah kalau pipa oksigen terlepas akibat guncangan.
Memakai topeng silikon, dia pergi. Tidak ingin menakuti orang lain, apalagi melihat ekspresi ketakutan mereka. Selama ini dia mengira sudah terbiasa, tapi setiap kali hatinya tetap terluka. Naik mobil, dia mengambil telepon dan menelepon: "Mai De, ini aku. Terbongkar. Polisi sudah menangkap orang yang memantau Yu Ming. Aku pasang satu bom di Yu Ming... Baik, segera ke Kota K."
"Menutup telepon, merenung lama, lalu mencari nomor, menyambungkan pengubah suara, menelepon."
Yu Ming dipenuhi pikiran tentang angsa. Jika harus disebut yang paling terkutuk, itu adalah angsa. Klan angsa telah menambah tak terhitung nama angsa: Restoran Mewah Angsa, Gedung Angsa, Jalan Angsa, Taman Angsa, Danau Angsa, Tari Angsa... Telepon berdering, Yu Ming spontan mengangkat: "Hai!"
"Bagaimana perkembangannya?"
Itu orang misterius. Yu Ming tersenyum: "Tidak benar kan? Kau menelepon untuk bertanya apakah aku tahu siapa dirimu?"
"Benar. Awalnya tidak bertanya, aku khawatir polisi tahu terlalu banyak." Orang misterius itu berkata: "Tapi dedikasi penuhmu dalam mencari bom membuktikan kau percaya 15 juta itu nyata. Jadi kau tahu identitasku."
"Tapi kau tetap ingin menelepon untuk memastikan."
"Benar!"
"Aku pilih batu, selamat tinggal." Yu Ming menutup telepon, tersenyum polos pada Xiao Zhao yang selama ini menyimak. Tentu saja dia tahu identitas orang misterius itu - Si Gila Laba-laba Darah, alias Nomor 10 Pulau Harris. Dalam persaingan berbagai kubu, dia yang terlemah: di satu sisi ada kekuatan Kola dengan latar belakang Feiya, di sisi lain Pasukan Pelopor berlatar teroris, serta organisasi agen NATO. Tapi si lemah ini mulai bertindak.
Apakah dia benar-benar lemah?
