"Yang Jian mempercepat langkahnya, terus bergerak maju dalam kegelapan."
"Tap, tap~!"
"Tetapi langkah kaki yang jelas di belakangnya tetap tak melambat, mengikuti dengan erat."
"Tak peduli seberapa cepat Yang Jian meningkatkan kecepatan, ia tak bisa melepaskan diri dari suara langkah kaki itu. Seiring waktu, suara itu semakin mendekat."
"Awalnya, langkah kaki itu terasa masih berada sekitar lima enam meter di belakangnya."
"Tapi kemudian, suara itu seolah hanya berjarak tiga meter di belakangnya."
"Setelah berjalan lebih jauh, langkah kaki itu hampir menyentuh jarak satu meter di belakangnya."
"Telapak tangan Yang Jian mencengkeram ponselnya dengan kencang. Ia tak berani membiarkan layar mati, karena harus siap membuka berkas audio kapan saja."
"Jika hantu itu benar-benar menyerangnya lagi."
"Suara ketukan pintu dari berkas audio ini adalah satu-satunya cara menyelamatkan nyawanya."
"Seluruh tubuhnya tegang, siap siaga untuk mengusir hantu itu kapan saja."
"Namun situasi tak berjalan seperti perkiraannya. Langkah kaki di belakang tetap bertahan di jarak satu meter, tidak juga menjauh maupun mendekat lebih dekat."
"Baik saat Yang Jian mempercepat maupun memperlambat langkah, jarak misterius itu tetap terjaga."
"Jangan-jangan makhluk itu menunggu baterai ponselku habis?!"
"Sekonyong-konyong, wajah Yang Jian berubah pucat. Tatapannya pada indikator baterai yang tersisa 10% semakin dipenuhi kecemasan."
"Jika benar demikian, kematiannya di tangan hantu itu hanyalah masalah waktu."
"Mustahil baginya untuk keluar hidup-hidup dari tempat ini."
"Indikator baterai di layar ponsel kini menunjukkan: 7%."
"Di bawah 5%, ponsel bisa mati kapan saja."
Yang Jian sekarang merasa menyesal, di siang hari ia terlalu asyik bermain ponsel sampai baterainya habis.
"Tapi sekarang bukan waktunya memikirkan ini. Jika aku tidak ingin mati di sini, aku harus lari dari tempat hantu ini sebelum baterai ponsel habis, kalau tidak..."
Mengatupkan gigi, ia mulai berlari.
Dengan kecepatan tertinggi menuju arah sumber suara tetesan air yang terus berdetak.
"Tap, tap tap~!"
Langkah kaki di belakangnya mengikuti dengan erat, tak kunjung hilang.
Yang Jian bahkan bisa merasakan hawa dingin yang menusuk dari belakang, ditambah bau busuk mayat yang samar.
Hantu itu seperti bayangan yang tak pernah lepas, terus mengejar tanpa henti.
Dengan berlari sekuat tenaga, posisi sumber suara tetesan air semakin dekat dengan dirinya.
Tapi tiba-tiba layar ponsel menyala sendiri.
Baterai: 5%.
Tertera peringatan: Untuk mencegah ponsel mati otomatis, segera lakukan pengisian daya.
"Sialan!"
Yang Jian terengah-engah, keringat mengucur deras di seluruh tubuhnya. Ia melirik layar, panik semakin menjadi-jadi.
Meski lelah, ia tak berani berhenti.
Berhenti berarti mati menganggur.
Terus mengeratkan gigi dan berlari kencang.
Tiba-tiba, seberkas cahaya redup muncul dari kegelapan di depannya.
Cahaya kemerahan pudar itu terlihat jelas dalam gelap, bagai percikan api di malam hari. Meski lemah, sangat mencolok.
"Itu..."
Mata Yang Jian berbinar, hatinya dipenuhi sukacita. Seolah melihat harapan untuk hidup.
Namun di saat yang sama, ponsel di tangannya bergetar dan layarnya menyala kembali.
Layar menunjukkan: Sedang dimatikan secara otomatis.
Meski masih ada sedikit daya, ponsel mulai memaksa shutdown.
Namun tepat saat layar ponsel benar-benar padam.
Yang Jian merasakan aura dingin menusuk menyelimutinya dari belakang, langkah kaki mendekat dengan cepat... Entitas itu tiba-tiba menempel dari jarak satu meter.
Tepat di belakangnya.
Meski tak terlihat dalam kegelapan, ia bisa merasakan telapak tangan pucat nan dingin menjulur melewati telinganya, mencoba mencekik lehernya.
Bagaimanapun ia berlari, telapak tangan itu tak bisa dihindari.
"Apa aku akan mati di sini..." Yang Jian sudah merasakan jari-jari dingin menyentuh kulit lehernya.
Dingin seperti es langsung menyebar ke seluruh tubuh, membuat bulu kuduknya berdiri.
Bau mayat samar tercium di hidungnya.
Sudah tak ada jalan keluar.
Dalam kegelapan, cahaya merah itu semakin mencolok.
Tiba-tiba, langkah kaki di belakang berhenti dan menghilang, telapak tangan dingin yang baru saja menyentuh leher Yang Jian terhenti tiba-tiba.
Setelah berlari beberapa langkah, Yang Jian merasakan jarak dengan entitas itu mulai menjauh.
Sepertinya, hantu itu tak lagi mengejarnya.
"Ba-baris tadi... Apa yang terjadi..."
Setelah berlari lebih jauh, Yang Jian sudah tak sanggup lagi. Ia berhenti sambil terengah-engah, seluruh tubuhnya basah keringat dingin, masih belum pulih dari teror.
“Mengingat momen menegangkan sebelumnya.”
Dia bisa memastikan, alasan dirinya selamat bukan karena keberuntungan, melainkan karena hantu itu menghentikan pengejaran. Tapi mengapa?
Menengok ke kiri-kanan sambil menyimak suara sekitar.
Langkah kaki yang sebelumnya terus membuntuti kini menghilang.
Dirinya tampaknya berada dalam keamanan sementara.
“Lupakan dulu. Karena itu tidak mengejar, berarti aku masih aman. Bagaimanapun, harus segera pergi dari sini.” Yang Jian terengah-engah, menatap arah cahaya merah lalu berjalan mendekat.
Tak lama, dia tiba di sumber cahaya merah itu.
“Bohlam? Kelereng kaca?” Yang Jian tertegun, kegelapan menyulitkannya mengidentifikasi objek.
Tangannya meraba-raba mencari sumber cahaya merah.
“Ah~!”
Seketika, rasa sakit menusuk dahsyat membuatnya menarik tangan kembali.
“Ini... ini bukan lampu.”
Yang membuatnya ngeri, bola kaca bercahaya merah itu menempel di tangannya, bergerak-gerak gila menyobek kulit dan menyusup ke punggung tangan.
Dingin dan perih menyelimuti seluruh tubuhnya.
Yang Jian terjatuh, kejang-kejang menahan sakit bak tulang dihancurkan, jiwa diremas.
Di tengah penderitaan, dia menyadari perubahan di sekeliling.
Kegelapan yang menyelimuti mulai cepat-cepat surut.
Pandangan menjadi jelas...
Semua di sekitar kini terlihat terang-benderang.
"Seolah-olah tiba-tiba aku memiliki kemampuan melihat dalam gelap."
Rasa sakit itu datang cepat, perginya juga cepat.
Belum tiga menit berjuang, Yang Jian sudah merasakan penderitaan itu mulai surut seperti air pasang.
Seluruh tubuhnya nyaris lemas terbaring di tanah, terengah-engah, otot-ototnya masih berkedut halus akibat rasa sakit tadi.
"Sebenarnya apa yang terjadi?"
Setelah beberapa saat, Yang Jian yang sudah pulih sebagian akhirnya bisa duduk sambil terengah-engah seperti baru lolos dari maut.
Namun saat matanya melihat jelas keadaan sekitar, pupilnya tiba-tiba menyempit dan wajahnya menunjukkan ekspresi ngeri.
Di depannya ada sebuah pohon.
Pohon pucat yang seolah tumbuh dari tumpukan tulang.
Di dahannya tergantung kulit manusia compang-camping, kain kotor berbau busuk, kepala mumi, serta bendera kertas aneh... Tapi yang membuatnya lebih takut adalah sesosok manusia setinggi empat meter yang terbaring di batang pohon itu.
Bukan, itu bukan manusia.
Melainkan bayangan, siluet mirip manusia yang seolah terkumpul dari kegelapan.
Bayangan hitam besar itu diam tak bergerak, tergantung terbalik di pohon dengan kepala menghadap tanah.
Saat dilihat lebih seksama, di dada bayangan itu tertancap paku besi sebesar lengan orang dewasa—tepatnya paku peti mati yang biasa digunakan rakyat. Paku berkarat itu sudah menancap mungkin bertahun-tahun, nyaris patah.
"Tik-tok~ Tik-tok~!"
Dari tempat paku itu menancap, mengalir darah hitam pekat.
"Sebelumnya, suara tetesan air dalam kegelapan selama perjalanan, ternyata adalah ini."
"Tapi saat Yang Jian melihat kepala bayangan hitam raksasa itu, seluruh tubuhnya langsung menggigil."
"Kepala bayangan hitam itu tidak memiliki lekuk wajah, hanya sebuah cekungan yang sepertinya menjadi tempat mata. Bola mata yang sebelumnya memancarkan cahaya merah itu rupanya miliknya."
"Yang Jian melihat ke punggung tangannya."
"Gulur~!"
"Kulit dan daging yang terbelah terbuka, sebuah bola mata merah berputar beberapa kali menampakkan diri, sementara perspektif aneh muncul di otaknya."
"Seolah-olah sebuah mata benar-benar tumbuh di punggung tangan, gambaran visual dari mata ini bisa dikirimkan langsung ke otak."
"Ganjil, absurd, atau mungkin sebuah kemampuan misterius yang belum diketahui."
"Tapi Yang Jian memandang pohon tulang aneh ini, beserta kulit manusia, mayat kering, dan bayangan hitam raksasa yang tertancap di batangnya."
"Tempat ini sangat menyeramkan. Apapun pohon ini, lebih baik kita segera pergi dari sini."
"Dia samar-samar merasa bayangan hitam raksasa yang tertancap di pohon ini lebih mengerikan daripada orang tua itu."
"Ditambah lagi, dia merasa mayat kering yang tergantung di pohon itu seolah-olah mengawasinya dengan tatapan kosong dari rongga matanya."
"Suasana yang benar-benar meremangkan bulu kuduk."
"Dia melihat bola mata merah di punggung tangannya, awan kegelisahan menyelimuti hatinya tak bisa hilang."
"Hanya saja sekarang bukan saatnya untuk memikirkan ini."
"Kegelapan di sekitarnya seolah telah sirna, Yang Jian bisa melihat segala sesuatu di sekitar dengan sangat jelas."
“Ini adalah ruang yang suram, tak berujung, kosong kecuali pohon kering dengan tulang belulang ini.”
“Seperti dunia paralel, sama sekali bukan sekolah yang biasa kukenal.”
“Tapi ketika menoleh ke belakang, dia melihat ada pintu di arah asalnya datang - itu... pintu toilet.”
“Rupanya pintu itu begitu dekat, sebelumnya sama sekali tidak menyadarinya.”
