"Berpegangan tangan dan ikuti aku. Jangan terpisah. Aku bisa membawa kalian keluar dari gedung fakultas ini."
"Zhang Wei, ngomong-ngomong kenapa tanganmu berkeringat banyak?" tanya Yang Jian.
Zhang Wei dengan wajah serius berkata: "Keringat? Kenapa tanganku bisa berkeringat, Yang Jian kamu terlalu banyak mikir. Ini jelas-jelas air seni, air seni anak perjaka, buat usir hantu. Baru saja kukeluarkan, masih hangat. Coba kamu rasakan lagi baik-baik."
Sambil bicara, dia menggenggam tangan Yang Jian dan mengoleskannya tanpa tedeng aling-aling.
"Sial, kau benar-benar jijik," kata Yang Jian. "Jangan pegang tanganku lagi, pergilah sana!"
"Jangan begitu. Aku tidak jijik sama kamu, masa kamu jijik sama aku? Cuma sedikit air seni, apa hubungannya? Nanti kalau sudah keluar, biar kamu balas mengencingiku," kata Zhang Wei.
"Yang Jian, benar kamu punya cara untuk keluar dari sini?" tanya Miao Xiaoshan dari belakang.
Yang Jian memimpin mereka menuruni tangga tanpa tanda-tanda tersesat. Dia berkata: "Tentu. Tentang dimensi hantu ini kurasa sudah sedikit kupahami. Tempat ini diselimuti kegelapan, orang biasa yang masuk mudah berhalusinasi. Apa yang dilihat belum tentu nyata. Tapi beberapa hal masih belum kupahami. Jika semuanya berjalan lancar, keluar dari sini bukan masalah... Berhenti, ada sesuatu di depan."
Tiba-tiba dia berteriak dan langsung berhenti.
Di mulut tangga lantai satu, dia melihat beberapa teman sekelas yang tersesat. Mereka berdiri kaku seperti patung, tubuh tegak dan kaku.
Mereka adalah orang-orang yang sebelumnya mengikuti Fang Jing pergi.
Tapi yang tertinggal di sini hanya sebagian, bukan semuanya.
"Zhao Qiang?"
Ekspresi Yang Jian berubah, tatapannya tertuju pada seorang teman pria.
"Zhao Qiang ini adalah salah satu pelaku kejahatan yang bersama Fang Jing, Duan Peng, dan Zheng Fei mendorongku ke toilet sebelumnya."
"Fang Jing tidak ada di sini, apakah berarti mereka ini dibuang oleh Fang Jing?"
Yang Jian mengerutkan kening: "Kalau begitu Fang Jing mengulangi trik yang dulu lagi. Dia ingin menggunakan nyawa orang-orang ini untuk menahan hantu gentayangan."
Jika benar begitu, maka ini benar-benar karma.
Ia mendekat dan menepuk bahu Zhao Qiang, berencana bertanya tentang situasi.
Zhao Qiang yang membelakangi Yang Jian dan berdiri kaku tiba-tiba memutar kepalanya secara perlahan. Badannya tak bergerak, namun kepalanya berputar 180 derajat dengan posisi ganjil, lalu sepasang mata abu-abu mati itu memandangi Yang Jian dengan ekspresi hampa.
Yang Jian langsung mengundurkan diri beberapa langkah ketakutan.
Mati... dia sudah mati?
Tapi kenapa masih bisa bergerak?
Mungkinkah dia juga akan berubah menjadi hantu gentayangan?
Yang Jian waspada luar biasa, hatinya dipenuhi kecemasan.
Jika muncul beberapa hantu lagi, benar-benar tamat riwayat kita.
Namun mayat Zhao Qiang tetap berdiri tanpa gerakan, hanya perlahan memutar kepala kembali ke posisi semula, lalu terus berdiri membelakangi kerumunan dengan kaku seperti sebelumnya.
"Tidak ada reaksi... Sepertinya dia belum menjadi ancaman untuk sementara."
Setelah mengamati, ia menghela napas lega.
"Zhang Wei, lewat sini. Ada penghalang di depan, kita memutar sedikit." Kemudian ia membawa yang lain berjalan memutar menjauhi mayat-mayat itu.
Mengingat nasib Zhao Qiang yang sudah seperti ini, Yang Jian akhirnya melupakan kejahatan yang pernah dilakukannya dulu.
Mati lunas utang.
"Tapi biang keladinya adalah Fang Jing."
"Wahahaha～!"
Tiba-tiba, teriakan mengerikan bergema di ruang tangga. Suara itu menembus lapisan kegelapan, mengabaikan blokade alam baka, dan sampai di telinga kerumunan.
"Su-suara apa itu? Seperti tangisan bayi, tapi agak berbeda." Seorang sekelas kaget, bertanya dengan gemetar.
Zhang Wei berkata: "Mungkin ibumu memanggilmu pulang makan."
"Ibumu baru manggil kayak gitu! Menurutku 90% ini juga hantu."
"Ngapain nanya kalau udah tau?"
Zhang Wei menyahut: "Kalau bukan hantu, mungkinkah cewek cantik mau ajak kencan? Kita lagi di film horor ini, bukan lagi sekolah!"
Sekarang dia berubah jadi Bang pemarah yang suka nyolot ke siapa saja.
"Jangan buang waktu, cepat pergi! Itu Hantu Bayi, makhluk itu sedang mengejar!" Wajah Yang Jian berubah masam, langsung memerintah.
Inilah hantu yang keluar dari tubuh Zhou Zheng, dinamai Hantu Bayi.
Meski tingkat bahayanya belum jelas, tetap sangat mematikan.
"Aduh, baru ngomong langsung datang aja! Sumpah pun perlu napas dong!" Zhang Wei menggigil ketakutan, buru-buru kabur.
Kerumunan mempercepat langkah, dipimpin Yang Jian meninggalkan gedung fakultas secepat mungkin.
Setelah berhasil melewati tangga yang seperti efek kupu-kupu temporal, sisa anggota mulai merasakan harapan di depan mata.
Tapi di saat ini...
Seorang bayi berwarna hijau-hitam merangkak cepat di sepanjang dinding dengan kecepatan mengerikan dan gerakan aneh, persis laba-laba.
Sepasang mata besar yang hitam pekat dan bulat memandangi kerumunan, di dalam tatapannya tidak ada sedikit pun emosi manusia, hanya ada keanehan seperti benda mati.
Sepertinya ia mengenali Yang Jian di depannya, tiba-tiba menjerit aneh sambil mengulurkan lengannya untuk memburu Yang Jian.
Lengan bayi yang ramping itu memanjang secara ganjil, meraba-raba sepanjang kegelapan.
Yang Jian yang berjalan di depan tidak menyadari hal ini.
Tiba-tiba.
Yang Jian tiba-tiba merasakan hawa dingin yang mengerikan mendekat dari belakang, sensasi ini... persis seperti saat diserang hantu di toilet.
Saat hendak menoleh, tiba-tiba bagian belakang kepalanya terasa sakit menusuk hebat, kulit dan daging di bagian belakang kepala terkoyak dengan paksa, sebuah mata merah darah berputar beberapa kali lalu muncul tiba-tiba.
"Ah~!"
Rasa sakit membuatnya terhenti, berpegangan pada dinding di sampingnya hampir terjatuh.
Suara jeritan aneh terdengar, lengan bayi yang menyusuri kegelapan itu tiba-tiba berhenti di belakangnya.
Sebuah mata merah muncul di bagian belakang kepala Yang Jian, menatap tajam telapak tangan bayi yang mengulur itu, mata itu memancarkan cahaya merah samar yang sepertinya menghalangi serangannya.
Kepala hantu bayi berputar setengah lingkaran, memandangi Yang Jian dengan tatapan ganjil, lengan yang memanjang itu perlahan ditarik kembali.
"Yang Jian, kenapa kau berhenti." seseorang bertanya.
Rasa sakit berangsur mereda, Yang Jian terengah-engah: "Tidak, tidak apa-apa. Barusan aku diserang hantu bayi itu, untungnya selamat."
Secara refleks dia meraba bagian belakang kepala.
Hatinya mendadak dingin.
Tangannya menyentuh sebuah mata.
Pandangan dari belakang langsung masuk ke otaknya, kini dia bisa melihat situasi di belakangnya.
"Apakah benda inilah yang menyelamatkanku?"
Yang Jian teringat perkataan Zhou Zheng sebelumnya, dalam hati bergumam: "Mata ini juga adalah hantu, ia akan terus terbangun karena stimulasi. Begitu mencapai batas tertentu, aku akan dibunuh hantu ini seperti Zhou Zheng..."
Inikah yang disebut pengendali hantu?
Manusia mengendalikan kekuatan hantu jahat.
Namun juga dikendalikan oleh hantu jahat.
Sudut bibir Yang Jian menampakkan senyum getir, apa artinya ini?
Pengorbanan untuk mendapatkan kekuatan hantu.
Atau hitungan mundur nyawa.
Serangan hantu bayi gagal. Tampaknya ia belum menyerah, dengan cepat merangkak turun dari mulut tangga. Dengan kecepatan aneh yang tak mungkin dicapai manusia biasa, akhirnya melompat dari lantai dan tiba-tiba memeluk seorang mantan teman sekelas dari belakang. Dua lengannya yang kurus menjerat leher sang gadis, seluruh tubuhnya menggantung di situ.
Gadis itu langsung membelalakkan mata, wajah dipenuhi ketakutan. Dengan histeris dia menjerit sambil berusaha melepaskan lengan yang mencekik lehernya, mencoba melemparkan hantu bayi itu.
"Wang Shanshan, kamu... baik-baik saja?"
Teman di sebelahnya yang ketakutan segera mengangkat ponsel dan menyorotkan cahaya ke arah Wang Shanshan.
“Di bawah penerangan, kepala bayi yang miring-miring memandangi kerumunan, lengan kurusnya memiliki kekuatan aneh yang tak bisa ditandingi orang biasa, mencekik leher Wang Shanshan sekuat-kuatnya seolah ingin mematahkannya. Wang Shanshan saat ini bahkan tak bisa bicara, ia mengangkat kepala hampir sesak napas, wajahnya memerah penuh kesakitan. Yang tak percaya, kulit bayi itu saat menyentuh Wang Shanshan malah saling perlahan menempel.”
