Di luar gedung fakultas adalah lapangan sekolah.
Lapangan yang luas dengan penerangan padam, diselimuti kegelapan, tapi masih lebih baik dibanding di dalam gedung fakultas.
Kegelapan di dalam gedung fakultas begitu pekat hingga hampir menelan orang hidup-hidup, sementara di sini meski remang masih bisa melihat sekitar.
Ketakutan di hati mereka yang berlari ke sini mulai sedikit mereda.
Hampir semua limbung tak bertenaga, duduk terengah-engah di tanah, nyaris tak mampu berdiri.
Bukan fisik mereka yang lemah, tapi terlalu lama terjebak di gedung fakultas. Ketakutan memuncak ditambah lari pontang-panting menyisakan kelelahan instan.
"A-a-aku hampir mati ketakutan! Tadi benar-benar mengerikan! Bayi itu merangkak di atas bahu Wang Shanshan dan menatapku... sama sekali tak tahu kapan dia mendekat," suara teman pria itu masih gemetar.
"Pasti hantu! Bayi itu pasti hantu! Di mana-mana penuh hantu, kita pasti mati, pasti mati..." Wajah teman wanita itu pucat pasi, mulai tidak waras.
"Tunggu, Wang Shanshan ditangkap hantu, lalu kenapa Yang Jian juga menghilang?" tiba-tiba Miao Xiaoshan menyela.
Dia teman sebangku Yang Jian sejak SMP, jadi selalu memperhatikan gerak-geriknya.
Zhang Wei melirik sekeliling, ternyata benar Yang Jian tak terlihat.
"Dia tidak bisa menahan diri menyentuh sudut matanya: 'Yang Jian terlahir dengan mulia, mati dengan agung. Dia mengorbankan diri untuk menyelamatkan kita, anak rakyat sejati. Aku takkan melupakannya. Setiap hari raya akan kubakar kertas persembahan untuknya. Jika keluarganya mengadakan pemakaman, akan kusumbang lebih banyak uang agar perjalanannya megah. Bagaimanapun juga semasa hidup dia orang yang terhormat.'"
"'Teman sekelas Miao Xiaoshan, jangan terlalu sedih. Orang mati tak bisa dihidupkan kembali. Kalian istirahat di sini sebentar. Aku akan kembali melihat apakah Yang Jian benar-benar mati total. Jika memang mati, kita akan bicarakan cara kabur.'"
"Sambil berkata demikian, Zhang Wei mengatupkan gigi dan berencana kembali melihat situasi."
"'Zhang Wei, dengan ucapanmu tadi, aku yakin persahabatan kita ini palsu. Lain kali jika bertemu hantu, pasti tak akan kuselamatkan. Biarkan kau mati sia-sia!' Tiba-tiba suara Yang Jian terdengar dari belakang."
"Terlihat dia menopang Wang Shanshan mendekat."
"'Yang Jian, kau baik-baik saja! Syukurlah!' seru Miao Xiaoshan dengan gembira."
"Yang lain juga bersinar matanya melihat Wang Shanshan dan Yang Jian selamat. Ini satu-satunya kabar baik hari ini."
"Dari awal sampai sekarang, terlalu banyak teman sekelas yang mati."
"'Keberuntungan saja, nyawa terselamatkan,' kata Yang Jian sambil mengangguk."
"Zhang Wei bersemangat: 'Yang Jian, aku tahu kau pasti selamat! Barusan cuma omong kosong! Jangan diambil hati! Jangan sampai kau tak mau menyelamatkanku nanti. Seumur hidupku ini bergantung padamu!'"
“Saya tidak tertarik pada pria, hanya menyelamatkan wanita cantik. Setidaknya wanita cantik bisa membalas budi dengan menikahiku, atau paling tidak ada yang bisa mengerjakan PRku nanti. Buat apa menyelamatkan pria? Mau latihan ilmu bela diri?” kata Yang Jian.
Wang Shanshan di sebelahnya memerah wajahnya mendengar itu, matanya menunjukkan rasa malu.
“Jangan kejam begitu. Semua sumber dayaku sudah kuberikan padamu, tak ada yang kusembunyikan. Sebagai teman dekat, kita seharusnya saling mendukung, apalagi sudah sama-sama melalui kesulitan.” Zhang Wei berkata: “Tunggu, ada yang aneh. Bagaimana kalian berdua bisa lolos dari situasi tadi?”
Tiba-tiba wajahnya berubah, memandangi Yang Jian dengan penuh kewaspadaan.
“Tentu saja dengan meninju anak itu hingga terbang, lalu menarik Shanshan keluar. Lalu menurutmu bagaimana cara keluarku?” jawab Yang Jian.
Zhang Wei dengan serius berkata: “Saudara, gedung fakultas itu ada hantunya! Aku masih percaya kalau Wu Song bisa mengalahkan harimau, tapi berani lawan hantu? Percuma! Sekarang aku curiga kamu bukan Yang Jian asli, mungkin hantu yang menyamar ingin mencelakai kita semua. Di film horor selalu begitu alur ceritanya.”
Perkataan ini membuat kerumunan yang masih trauma langsung memandangi Yang Jian dengan ketakutan.
Seolah dia benar-benar seorang hantu.
“Lagi-lagi begini. Tidak bisakah otakmu bekerja normal? Setiap hari menuduh orang ini hantu, orang itu hantu. Kalau benar-benar ketemu hantu, kau sudah mati sejak lama, mana sempat berdiri di sini ngobrol?” bentak Yang Jian.
“Kalau begitu saya tanya satu pertanyaan, apa nama Inggris saya? Tunggu, ganti pertanyaan, yang ini sudah ditanyakan di gedung fakultas, mungkin ada telinga pengintai di balik tembok yang sudah didengar hantu. Saya tanya pertanyaan lain, apa nama Inggris Zhao Lei?” Zhang Wei tampak sangat bijaksana.
Seolah bangga dengan kehati-hatian dan kewaspadaannya sendiri.
“Saya tidak tahu,” jawab Yang Jian.
“Kau memang mencurigakan! Nama Inggris Zhao Lei adalah: Woshi Shabi, semua jauhi dia!” Zhang Wei buru-buru mundur beberapa langkah, bersiap untuk kabur kapan saja.
Yang Jian bertanya lagi: “Tunggu, apa yang kau katakan tadi? Saya tidak dengar jelas. Bisa ulangi nama Inggris Zhao Lei?”
“Heh, tidak tahu kan? Nama Inggris Zhao Lei adalah Woshi Shabi,” Zhang Wei menyeringai dingin.
“Saya ini apa?” tanya Yang Jian.
“Woshi Shabi.”
Yang Jian mengangguk: “Rupanya kau sadar diri kalau kau ini bodoh, setidaknya belum terlalu tolol.”
“……” Zhang Wei.
Wang Shanshan, Miao Xiaoshan dan yang lain memandangnya dengan tatapan penuh kasihan seperti melihat orang cacat mental.
Barusan Zhang Wei hanya beradu argumen dengan udara, tak beda dengan orang lemah daya. Perbedaan antara dia dan Yang Jian bagai perunggu melawan raja, nyawa mereka semua bergantung pada panduan dan perlindungan Yang Jian.
“Sial, aku bukan idiot!” bantah Zhang Wei keras-keras.
“Dia bisa membaca tatapan mataku?” seorang teman sekelas membelalakkan mata, terkejut.
“Aku...” Zhang Wei hampir menangis.
Tapi saat ini bukan waktu untuk beristirahat.
Yang Jian berkata: "Ponsel saya batre habis, siapa yang tahu sekarang jam berapa?"
"Jam tangan saya sepertinya rusak, sekarang ternyata sudah tengah malam pukul empat." Miao Xiaoshan melihat jam kartun di pergelangan tangannya dengan terkejut.
"Hah, di ponsel saya juga menunjukkan tengah malam pukul empat lewat lima menit, tadi jelas-jelas baru jam setengah sembilan."
"Kapan waktu berlalu secepat ini?"
Kerumunan menyadari ada yang tidak beres dengan waktu.
Yang Jian menoleh ke arah gedung fakultas yang diselimuti kegelapan di kejauhan, lalu berkata: "Jam berapa tidak penting, saya hanya berpikir kenapa tidak ada reaksi sama sekali dari luar meski kejadian besar sudah berlangsung sekian lama di sini?"
"Betul, saya sudah mengaktifkan alarm sebelumnya."
"Saya juga sudah menelepon ibu saya."
"Sekitar sangat sepi, seharusnya di luar sekolah ada suara mobil pada jam segini, tapi sekarang bahkan cahaya mobil pun tak terlihat."
Yang Jian mendongak melihat langit.
Kelam tanpa cahaya, seolah tertutup lapisan awan kegelisahan, tak terlihat cahaya bulan maupun bintang - ini tidak wajar.
"Yang Jian, apa yang sebenarnya terjadi?" Zhang Wei juga merasakan sesuatu yang buruk, ketakutan kembali menyelimuti hatinya.
"Masih mau tanya apa...kita selama ini berada di dunia hantu."
“Yang Jian wajahnya tegang, suaranya berat: ‘Dan dari awal sampai akhir kita tidak pernah pergi, area Hantu tidak hanya gedung fakultas, bahkan lapangan juga masih berada dalam area Hantu. Dan area ini mungkin bisa lebih luas lagi. Hanya saja sebelumnya gedung fakultas mungkin berada di zona inti, sekarang agak di pinggiran. Atau mungkin... Hantu itu sedang bergerak, area Hantu berubah sesuai posisi orang tua tadi. Tapi kita tidak melihat siluet orang tua itu di sekeliling, jadi pengaruhnya tidak terlalu besar.’”
“‘Tapi saya lebih merasa area Hantu adalah ruang tertutup khusus. Baik di zona inti maupun pinggiran, tingkat kesulitan untuk keluar tetap sama. Selain itu, jarak sepertinya bukan faktor kunci untuk melarikan diri dari area Hantu.’”
“‘Dengan kata lain, kita sekarang terperangkap seperti burung dalam sangkar. Sangkar yang bergerak memaksa burung di dalamnya ikut berpindah, hanya saja kita tidak bisa merasakan pergerakan ini.’”
“Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang?”
Wang Shanshan di sebelah suaranya gemetar, tangan menggenggam erat lengan Yang Jian, badannya tak tertahan menempel padanya seolah telah menganggapnya sebagai juru selamat pribadi.
Dia tidak ingin sama sekali mengalami kejadian di mulut tangga tadi lagi seumur hidupnya.
Anggota lain juga memandangi Yang Jian dengan ekspresi ketakutan dan harapan, berharap dia bisa menemukan cara untuk sepenuhnya meninggalkan tempat hantu ini.
Yang Jian diam-diam meraba beberapa mata yang tertutup di punggung tangannya.
"Mungkin hanya ada satu cara untuk meninggalkan tempat ini, yaitu terus menggunakan kekuatan hantu gentayangan."
"Tapi Zhou Zheng juga pernah bilang, setiap kali menggunakan kekuatan hantu gentayangan, arwah jahat dalam tubuh akan semakin terbangunkan, diri sendiri juga semakin dekat dengan kematian, lebih berbahaya daripada menelan racun."
"Pantas saja Zhou Zheng akhirnya berkata, menjadi pengendali hantu bukan hanya untuk orang lain, tapi juga untuk diri sendiri. Karena terkadang bukan cuma menyelamatkan orang lain, diri sendiri juga wajib melakukan perlindungan mandiri saat menghadapi hantu gentayangan," gumam Yang Jian dalam hati.
"Tapi sebelum itu, aku harus mengklarifikasi satu hal sekaligus menyelesaikan permusuhan ini, biar mati pun tidak menyesal."
Setelah memantapkan hati, Yang Jian berkata: "Siapa yang punya nomor ponsel Fang Jing? Pinjamkan. Jika tebakanku benar, dia pasti masih terjebak di sini seperti kita."
