Jalan Pedestrian Kota Dachang.
Sekitar pukul 5:30 pagi, fajar mulai menyingsing.
Waktu masih terlalu pagi, distrik pertokoan yang biasanya ramai dan sibuk sama sekali sepi, setiap toko sudah lama tutup, belum tiba waktu buka.
Lampu jalan di sepanjang jalan masih belum padam, tetap memancarkan cahaya.
Namun tepat di saat ini.
Deretan lampu jalan di area pejalan kaki yang semula memancarkan cahaya putih tiba-tiba berubah menjadi merah darah, memancarkan cahaya merah ganjil. Pada bohlam bulat di dalam kap lampu tercermin pola mata merah yang seperti cap stempel, satu-satunya yang aneh adalah mata-mata itu seolah hidup, berputar perlahan.
Namun fenomena ganjil ini muncul tiba-tiba dan menghilang dengan sangat cepat.
Seiring lampu jalan yang berkedip-kedip sebentar.
Segalanya kembali normal.
Cahaya merah menghilang, pola mata pada bohlam pun lenyap.
Tapi yang mengerikan, di area pejalan kaki yang tadinya kosong tiba-tiba muncul tujuh orang - laki-laki dan perempuan, masih sangat muda seperti pelajar, namun kondisi mereka semua tidak normal: wajah pucat, seluruh tubuh gemetar, mata dipenuhi ketakutan, seolah baru mengalami teror.
"Ini bukan sekolah... Tempat apa ini?"
Rasa sakit yang seperti mau membelah tubuh Yang Jian perlahan mereda. Dia terjatuh duduk, bersandar pada pintu kaca sebuah toko sambil terengah-engah.
Barusan terlalu mengerikan, terlambat sedikit saja, semua akan mati di domain hantu itu.
“Untung saja, di saat genting dia membuka wilayah Hantu miliknya.”
Anggota lain masih belum tenang, saling memandang satu sama lain. Mata mereka yang masih dipenuhi ketakutan liar memindai sekeliling, takut melihat kegelapan menyelimuti lagi. Tapi saat melihat lentera jalan yang terang dan ikon matahari yang perlahan terbit di kejauhan, perasaan sukacita selamat dari maut mengalir di hati mereka.
Sukacita ini perlahan menggantikan ketakutan dalam hati, membuat mereka cepat tenang.
“Sepertinya... ini jalan pedestrian.”
Miao Xiaoshan berjongkok di tanah. Dengan hati-hati dia menengadah memeriksa sekeliling, ragu-ragu berkata.
“Ini memang jalan pedestrian. Dari kecil aku main di sini, tidak mungkin salah. Keluargaku tinggal dekat sini.”
Zhang Wei buru-buru menambahkan: “Kita selamat! Kita sudah keluar dari sekolah itu! Lihat, lampu jalan menyala, bulan juga terang. Di sana ada mobil lewat, bahkan kudengar suara klakson...”
Ekspresinya bersemangat. Sepanjang hidupnya belum pernah merasa pemandangan biasa ini begitu indah.
“Benar-benar jalan pedestrian. Kita sudah meninggalkan sekolah.”
Zhao Lei masih gemetar. Tangannya bergetar tak percaya melihat semua ini.
Baru sedetik yang lalu mereka masih di sekolah gelap itu. Hanya sekejap mata gelap-terang, kok bisa tiba-tiba ada di jalan pedestrian ini?
"Yang Jian masih memandang sekeliling dengan waspada. Setelah memastikan, dia yakin bahwa dirinya benar-benar telah meninggalkan sekolah dan keluar dari wilayah hantu. Mengapa tidak muncul di luar sekolah melainkan di jalanan ini, sudah tidak perlu dipikirkan lagi."
"Bagaimanapun, bisa selamat sudah merupakan keberuntungan besar."
"Kerumunan itu duduk di jalanan selama dua jam penuh sebelum akhirnya menerima semua ini, sementara ketakutan dalam hati mereka perlahan mereda."
"Namun dari ekspresi wajah masing-masing terlihat jelas: peristiwa hantu di kampus telah meninggalkan bayang-bayang kelam yang dalam di hati mereka."
"'Guru Wang, Zhao Qiang, Zheng Fei, Fang Jing... Qian Wanhao, mungkin mereka semua sudah mati.'"
"Setelah lama terdiam, Zhang Wei yang sedang beristirahat di kursi perlahan membuka mulut."
"Yang lain tetap membisu. Mereka masih belum bisa menerima kenyataan bahwa dalam satu malam, teman-teman sekelas mereka tinggal tersisa segelintir orang."
"Tak ada yang menjawab Zhang Wei. Wang Shanshan di sampingnya menatap Yang Jian dengan cemas bertanya: 'Yang Jian, sekarang harus bagaimana?'"
"Saat ini Yang Jian adalah tulang punggung di antara mereka. Beberapa orang yang selamat ini hampir tanpa syarat mengikuti segala keputusannya."
"Bagaimanapun, Yang Jian-lah yang membawa mereka bertahan hidup."
"Yang Jian meraba luka di lengannya yang sudah sembuh tak berbekas. Di balik kulit dan daging, dia bisa merasakan benda berbentuk mata yang tersembunyi, siap muncul kapan saja."
"Perasaan aneh ini memberitahunya: semua yang terjadi semalam bukanlah mimpi, tapi kenyataan yang sangat nyata."
“Apa lagi yang bisa dilakukan? Karena kita semua selamat, sudah meninggalkan sekolah, dan tidak ada luka di badan, tentu pulang beristirahat agar orang tua tidak khawatir.”
“Yang Jian, kejadian sebesar ini terjadi. Sekolah ini dihantu hantu! Banyak orang mati, kita cuma pulang tidur begitu saja?” Zhao Lei berdiri dengan penuh semangat dan mulai bicara.
Yang Jian meliriknya: “Kalau tidak, apa rencanamu? Laporkan ke polisi? Kasih tahu polisi sekolah berhantu dan banyak korban jiwa? Jangan naif, Zhou Zheng itu sendiri anggota Interpol. Dia tewas di kampus, negara pasti akan mengirim tim investigasi. Urusan sebesar ini bukan urusanmu. Lagipula kita cuma murid, setelah susah payah selamat apa kalian mau terlibat lagi? Paling-paling saat polisi datang minta kesaksian, kita jawab jujur saja.”
Zhao Lei merasakan tatapan Yang Jian, wajahnya menunjukkan ketakutan. Secara refleks ia menunduk dan tak berkata lagi.
“Yang Jian benar, ini di luar kendali kita. Bisa selamat saja sudah untung besar.” Miao Xiaoshan berkata.
“Jadi... kita benar-benar pulang tidur begitu saja?” Zhang Wei tertegun.
Kejadian sebesar ini tapi responnya cuma pulang tidur, apakah ini tidak terlalu santai?
Yang Jian menjawab: “Kalau tidak pulang, apa kamu mau kembali ke sekolah untuk belajar pagi?”
Beresiko kembali ke sekolah?
Kerumunan merinding. Mereka telah bersumpah dalam hati, seumur hidup tak akan kembali ke sekolah itu, bahkan mendekati sekitarnya pun tidak.
Beberapa bahkan sudah merencanakan pindah sekolah, meninggalkan Kota Dachang.
Ujian masuk PTN, kuliah? Semua bisa digulir-gulir ke pinggir.
Hidup ini paling-paling jadi ikan asin saja.
“Aku sangat mengantuk, pulang dulu untuk tidur. Kalau ada urusan hubungi aku lewat ponsel.”
Yang Jian menguap lelah sambil berkata, ia merasa fisik dan mentalnya terkuras, seolah bisa langsung tertidur begitu merebahkan diri.
“Ngomong-ngomong, ada satu hal yang harus kusampaikan. Soal orang tua tua di sekolah itu, kalian sebaiknya mengurangi aktivitas online akhir-akhir ini, terutama jangan buka forum ini untuk membaca kisah hantu.” Ia membuka ponsel dan menunjukkan undangan tersebut kepada yang lain.
“Lihat file audio di sini. Ingat, jangan—SAMA SEKALI—jangan diklik. File ini berisi suara ketukan pintu, persis seperti yang pernah didengar Qian Wanhao di ponselnya. Siapa pun yang mendengarnya akan dicari oleh orang tua itu.”
Usai berkata, ia menggeser layar ke halaman berikutnya yang menampilkan foto orang tua tersebut.
“Singkirkan! Cepat singkirkan!”
Zhang Wei dan yang lain mundur ketakutan saat melihat foto orang tua itu.
Yang Jian menjelaskan, “Foto ini aman. Sudah kucoba. Yang berbahaya adalah file audionya. Sampai sekarang undangan ini masih belum diblokir. Di seluruh negeri, puluhan ribu orang pasti sudah membuka cerita ini dan mengklik file audio itu. Jika tebakanku benar, dalam waktu dekat orang tua itu akan berkeliling ke kota-kota besar, mengetuk pintu satu per satu.”
“Dengan kata lain, kejadian kemarin akan terulang di seluruh penjuru negeri, hanya saja kali ini bukan kita lagi yang menjadi target.”
“Jangan bicara hal-hal mengerikan seperti ini dong, aku ini masih anak-anak!” protes Zhang Wei sambil memandangnya dengan wajah pucat.
Yang Jian berkata, “Kalau begitu tidak usah dibahas. Ini ponselmu kembali.”
Zhang Wei menggelengkan kepala panik, mundur beberapa langkah. “Aku tidak mau lagi! Cepat buang saja! Bagaimana jika nomor 138 itu menelepon lagi?”
“Ini buah X yang baru saja go public, kau kan bilang waktu itu beli lebih dari sembilan ribu?” kata Yang Jian.
“Saudaraku, sampai di titik ini, aku tidak mau lagi menyembunyikan apapun. Sebenarnya status asliku adalah anak orang kaya yang tersembunyi. Lihat deretan toko di jalan pedestrian itu? Semua milik keluargaku. Aku Zhang Wei tidak kekurangan uang segini. Nanti akan kusuruh Ayahku membeli Nokia, tidak, BB lebih aman. Dengan begitu telepon itu tidak bisa masuk.”
Zhang Wei berkata dengan serius.
“Kalau keluargamu sekaya itu, kenapa tidak bawa radio di badan?” tanya Yang Jian.
“Itu ide bagus, akan kupikir-pikir.”
Yang lain mendengar Zhang Wei menyebut nomor ponsel mengerikan berawalan 138, ketakutan dan melemparkan ponsel mereka seperti membuang wabah.
“Kalau tidak mau kasih ke saya, sayang sekali dibuang.” kata Yang Jian.
“Kau berani mengambilnya? Itu kan sudah dihubungi Hantu. Bagaimana jika mencarinya lagi?” Mata Miao Xiaoshan membelalak.
“Kemiskinan membuatku tak gentar. Lagipula, ponsel tidak dipakai tidak bisa dijual?” Sambil berkata demikian, Yang Jian memunguti ponsel yang dibuang, lalu bertanya: “Benar tidak mau?”
“Tidak mau.” jawab kerumunan serempak.
Yang Jian berkata: “Kalian semua orang kaya. Nanti akan kujual sebagai bekas. Uang hasil jualnya kalian bisa tenang... aku tidak akan memberikan satu sen pun. Bahkan untuk makan bersama berikutnya, tetap kalian yang traktir.”
“……”
“Aku pergi.”
Dia membawa 7-8 ponsel, lalu berbalik pergi.
“Bawa aku ikut.” Wang Shanshan masih ketakutan, ingin mengikuti Yang Jian.
“Aku mau pulang tidur. Kau mau ikut tidur di rumah?” tanya Yang Jian.
Wang Shanshan berbisik, "Aku tidak keberatan menginap di rumahmu beberapa hari."
"Hm?"
Yang lain termasuk Yang Jian membelalakkan mata.
Perlu diketahui meski Wang Shanshan bukan bunga kelas, penampilannya cukup menonjol. Terutama latar belakangnya di bidang tari yang membuat posturnya sempurna: pinggang ramping, kaki panjang, dada montok... Tapi apa hubungannya dengan Yang Jian si seniman miskin? Biasanya mereka tidak akrab. Kok baru semalam Wang Shanshan sudah nempel begitu sama Yang Jian?
Yang lain tidak tahu, tapi Yang Jian paham.
Tentu saja Wang Shanshan tidak jatuh cinta padanya. Ini semua karena insiden bayi hantu.
Dia masih trauma dan takut tinggal sendirian.
