Setelah Yang Jian pergi.
Baru yang tersisa tersadar.
"Eh, kita belum mengucapkan terima kasih ke Yang Jian yang sudah menyelamatkan kita. Apa ini tidak sopan?" Miao Xiaoshan berkata.
Zhao Lei menyarankan, "Bagaimana kalau kita cari kesempatan traktir dia makan dalam dua hari ini?"
"Makan barbekyu?"
Zhang Wei di samping tertawa sarkastik, "Barbekyu? Dasar pelit! Aku akan mentraktirnya makan di hotel bintang lima, ajak nyanyi di bar, lalu pijat plus-plus. Nanti aku minta ayahku beliin rumah di dekat sini untuk hadiah. Katanya dia masih ngontrak, hidupnya susah... Pokoknya paha emas ini sudah pasti aku peluk. Jangan ada yang merebut, terutama kamu Miao Xiaoshan. Kabarnya kamu sekelas SMP sama dia."
Sambil memeriksi Miao Xiaoshan: "Jangan coba-coba merayunya pakai pesona."
"Zhang Wei, omongan apa itu!" Muka Miao Xiaoshan memerah saat membantah.
“Kau ini bicara terlalu norak ya.” Zhao Lei terkejut.
Zhang Wei terkekeh sinis: "Norak? Kalau boleh, aku bahkan rela menyerahkan bunga krisanku padanya."
"……" Beberapa orang di sebelah merinding, secara refleks menjauh beberapa langkah dari Zhang Wei.
Beberapa perempuan lain juga memandanginya dengan tatapan ragu dan terkejut.
Semua tahu Zhang Wei sangat kompeten, tapi sampai segini juga keterlaluan?
Penuh gairah homoseksual ya.
"Kenapa? Tidak percaya? Kalau begitu aku tanya, kalian lebih rela menyerahkan bunga krisan atau berhadapan dengan hantu?" kata Zhang Wei.
Kerumunan teringat kejadian semalam, wajah mereka kembali dipenuhi ketakutan.
"Lebih baik menyerahkan bunga krisan……" Zhao Lei ragu sejenak, lalu berkata dengan hati-hati.
Entah mengapa, di antara dua pilihan ini, hati secara tak sadar memilih yang pertama. Bahkan para perempuan memerah wajahnya, teringat kata-kata Yang Jian saat menyelamatkan Wang Shanshan dulu tentang membalas budi dengan tubuh.
Memang dengan adanya Yang Jian, rasa aman terasa sangat kuat.
Zhang Wei berkata serius: "Polisi internasional Zhou Zheng bilang, peristiwa supranatural seperti ini akan terjadi lagi di masa depan, perlahan berubah menjadi bencana global. Artinya hari ini kita selamat dari hantu, tapi bagaimana nanti... Kita orang biasa tak bisa melawan hantu. Hanya orang seperti Zhou Zheng yang bisa, dan sepertinya Yang Jian juga sudah menjadi salah satu dari mereka."
"Kita harus bersyukur sudah mengenal Yang Jian. Di masa depan, hanya dialah yang bisa menyelamatkan nyawa kita."
Sampai di sini, dia berhenti bicara.
Zhang Wei sangat paham keistimewaan dan kepentingan Yang Jian saat ini.
"Kejadian tadi malam adalah mimpi buruk yang sangat mengerikan, dia tidak ingin mengalaminya lagi seumur hidup. Jika dia perempuan, mungkin sudah menempel terus pada Yang Jian."
Dalam hal ini, Wang Shanshan melakukan dengan sangat baik.
Melihat ke arah halte bus.
Sebelumnya, Wang Shanshan memang terus memaksa Yang Jian untuk mengantarnya pulang.
Saat ini.
Di dalam bus.
Yang Jian duduk sangat lelah di kursi, memandangi jalanan yang familiar di luar jendela, kerumunan orang, dan keriuhan yang sudah dikenalnya.
Meskipun berisik, tapi memberikan rasa tenang.
Setidaknya tidak ada hantu lagi.
Wang Shanshan benar-benar menempel pada Yang Jian. Jika hubungan mereka belum sampai ke tahap itu, mungkin dia sudah ingin tinggal di rumah Yang Jian. Tapi dia tetap memohon agar Yang Jian mengantarnya pulang.
"Yang Jian, apakah kita akan mengalami hal seperti ini lagi di masa depan?"
Wang Shanshan memeluk lengan Yang Jian tidak mau melepaskannya, lama baru mengajukan pertanyaan ini.
"Tidak tahu, tapi kemungkinan besar akan terjadi lagi. Tergantung keberuntungan kita. Jika beruntung mungkin tidak akan mengalami lagi. Lagipula bumi ini sangat besar, bahkan jika ada peristiwa supranatural, distribusinya ke setiap kota dan kompleks perumahan seharusnya masih kecil persentasenya. Ini bukan bencana alam besar seperti gempa bumi atau banjir."
Yang Jian menoleh memandangnya sambil berkata.
Tentu saja, ini hanya kata-kata penghiburnya. Apakah akan terjadi atau tidak, baru akan diketahui nanti.
Kemudian.
Tiba-tiba dia melihat di belakang leher Wang Shanshan yang sedang menoleh, masih ada bekas telapak tangan bayi berwarna biru kehitaman seperti tato, sampai sekarang belum lenyap.
“Bukan memar akibat diburu Hantu Bayi itu... lebih seperti bekas luka bakar.”
Hatinya sedikit berguncang, tak tahu harus mengingatkan atau tidak.
Tapi mengingat kondisi mental Wang Shanshan yang hampir kolaps, Yang Jian memilih diam.
Hal paling menakutkan adalah ketika seseorang menakuti-nakuti diri sendiri, mungkin ini cuma bekas luka biasa yang takkan menimbulkan masalah.
“Kamu harus lebih berhati-hati belakangan ini. Jika ada masalah, telepon saja saya.” Yang Jian tetap memberi peringatan baik hati.
“Ter... terima kasih.” Wang Shanshan menengadah dengan wajah penuh haru.
“Dring-dring, dring-dring.”
Tiba-tiba, sebuah ponsel di tubuh Yang Jian berdering nyaring.
“Ah～!”
Wang Shanshan di sebelah langsung pucat pasi, spontan berteriak histeris.
Yang Jian menenangkan: “Tak perlu khawatir, ini mungkin cuma telepon biasa.”
Ia memilah-milah tumpukan ponselnya.
Akhirnya mengeluarkan ponsel model walkie-talkie.
Ponsel positioning satelit standar polisi kriminal Zhou Zheng.
Ponsel ini tidak bisa internetan, cuma bisa menelepon, seberat bata bata. Sungguh tak tahu kenapa harus membawa barang seperti ini.
Setelah berpikir sejenak, Yang Jian tetap mengangkat telepon.
“Halo, Zhou Zheng, laporkan kondisimu.” Suara operator wanita terdengar dari seberang.
Yang Jian menjawab datar: “Zhou Zheng sudah mati.”
“Mati? Bagaimana bisa?”
Yang Jian menjelaskan: “Melahirkan anak sampai mati.”
“Melahirkan anak?” Suara di seberang jelas-jelas tertegun.
“Benar, melahirkan anak, itu operasi caesar, tak sempat membedah, bayi mungkin tak bisa menunggu lagi jadi merobek perut dan merangkak keluar, saya melihatnya langsung, tapi anak itu kurang patuh, mungkin marah karena saya tidak membantu persalinan, begitu lahir langsung mengejar saya dan menggigit, hampir saja dimakannya.” Kata Yang Jian.
Operator telepon Liu Xiaoyu di ujung sambungan hampir histeris, dia berkata: “Omong kosong! Kau siapa? Ponsel satelit positioning Zhou Zheng kok ada padamu? Kau tidak tahukah sedang ikut campur kasus kriminal internasional? Saya Liu Xiaoyu operator khusus Zhou Zheng, anggota Interpol Divisi Asia, berhak memintamu melaporkan keadaan Zhou Zheng secara jujur!”
Yang Jian berkata: “Sudah kukatakan, Zhou Zheng sudah mati. Kalau ingin tahu situasi sebenarnya, kenapa tidak mengirim orang menyelidiki? Apa harus kukatakan Zhou Zheng tewas karena hantu gentayangan bangkit lagi sampai semua penumpang bus panik? Waktu SD pernah kerjakan soal pemahaman bacaan? Paham konsep ide sentral? Kemampuanmu membuatku ragu apakah kau layak jadi Interpol yang kompeten.”
“Sekarang saya menolak berbincang denganmu. Suruh anggota berpengalaman yang gantikan telepon ini.”
Saat ini.
Interpol, Divisi Asia.
Di dalam departemen terkait.
Operator berseragam Liu Xiaoyu menggeretakkan gigi marah. Pensil 2B-nya yang diraut tajam menggores kertas di sebelah, ingin menusuk si bocah lancang di seberang.
“Jangan marah, jangan marah. Dibanding anggota garis depan yang ikut menghadapi bahaya hidup dan mati, emosiku ini tak berarti.”
“Liu Xiaoyu menarik napas dalam beberapa kali, lalu kembali bersikap profesional. “Tuan, tolong kau kooperatif dengan penyelidikan kami. Jika kau terus bersikap kasar tanpa alasan, saya berwenang memanggil kepolisian setempat untuk menahanmu selama 48 jam.”
“Heh.” Pihak lawan menolak bicara dan membalas dengan ejekan.
“Tuan, kasus Zhou Zheng berkaitan dengan keamanan negara, harap kau kooperatif.”
“Heh.”
“Tuan, saya tahu pasti kau mengetahui sesuatu. Jika saat ini tidak nyaman berbicara di tempat umum, saya bisa memberimu waktu lima menit untuk mengatur diri dan mencari tempat sepi guna melaporkan kasus Zhou Zheng secara jujur,” kata Liu Xiaoyu.
“Heh...”
“Hantu apa lagi ini ‘heh’?”
Liu Xiaoyu hampir tak bisa menahan amarah. Ia menggigit gigi dan memaksa diri tetap tenang. “Tuan, kalau tidak nyaman bicara, bisakah kau memberitahu nama? Nanti kami akan kirim petugas untuk verifikasi.”
“Mau menyelidikiku, memeriksa meteran air rumahku? Aku tidak takut memberitahu. Aku ini Zhang Wei, nama asli tanpa samaran. Beranilah datang. Yang tidak datang adalah anak pengecut!” kata Yang Jian.
“Baik, kau tunggu saja giliranmu!”
Liu Xiaoyu kehilangan kendali sepenuhnya, bahkan melanggar prosedur standar dengan membentak.
