Lari.
Lari tanpa peduli nyawa.
A Fei dan beberapa temannya berlari seolah-olah menyelamatkan nyawa, wajah mereka pucat pasi, mata dipenuhi ketakutan, seakan baru melihat sesuatu yang mengerikan.
Benar-benar mengalami peristiwa horor.
Mereka sepertinya... menabrak hantu.
Tak tahu sudah berlari berapa lama, sampai akhirnya tak sanggup lagi melangkah, mereka berhenti sambil membungkuk dan terengah-engah.
Mengingat kejadian tadi, A Fei merasakan tangan dan kakinya gemetar halus.
“A, A Fei, apa yang terjadi dengan orang tadi?” Seorang teman di sebelah bertanya dengan suara ketakutan.
A Fei memarahi: "Apa lagi yang bisa terjadi, kemungkinan besar ketempelan hantu. Nanti kita ke kelenteng minta jimat buat tolak bala. Sialan, hari ini benar-benar sial. Seandainya tadi tidak lewat tempat sepi. Susah-susah ngejambret orang malah ketemu barang itu..."
Tapi sebelum selesai bicara, rekan di sebelahnya sudah gemetaran menunjuk ke depan: "Li... lihat itu di depan apa?"
Para preman ini menengadah, seketika wajah mereka dipenuhi ketakutan.
Sebuah toilet umum.
Tempat yang sama dimana mereka ketempelan hantu tadi.
Di depan toilet itu, seseorang berdiam memancarkan cahaya merah samar dari seluruh tubuhnya, menatap mereka tanpa berkedip.
Orang itu adalah Yang Jian.
Setelah berlari sekian lama, mereka berputar-putar malah kembali ke tempat semula.
Melihat pemandangan ini, ada yang langsung ambruk duduk ketakutan, bahkan tak punya tenaga untuk lari.
"Larilah!"
Meski kelelahan, A Fei lebih takut pada Yang Jian yang berdiri di depan toilet. Ia langsung berlari lagi.
Dalam panik, ia tak sempat memikirkan mengapa setelah lari berputar masih kembali ke titik awal. Satu-satunya pikiran: menjauhi orang dan toilet ini.
Yang Jian mengerutkan kening: "Domain hantu-ku berbeda dengan orang tua itu. Dia bisa membuat seluruh penghuni gedung fakultas tersesat, bahkan mempengaruhi tembok dan bangunan. Tapi aku cuma bisa mengelabui orang?"
“Tidak, sementara Wilayah Hantu sama, pastinya saya belum menguasai metode.”
“Hantu dan manusia memang berbeda.”
Yang Jian melangkah maju.
Tiba-tiba, dia menghilang dari tempatnya, muncul kembali dari arah kaburnya A Fei.
Seperti lingkaran, dia hanya berpindah dari satu ujung ke ujung lainnya.
“Ternyata begitu, di dalam Wilayah Hantu aku bisa muncul di mana saja. Ini menjelaskan mengapa orang tua pengetuk itu bisa muncul diam-diam di sekitar setelah mendengar suara ketukan.”
“Ah~!”
A Fei yang melihat kemunculan tiba-tiba Yang Jian langsung berhenti ketakutan, merangkak sambil bergegas kabur.
“Jika bisa mengubah posisi diri, bagaimana dengan mempengaruhi sekitar?” Mata Yang Jian berkedip. Dia menyeret preman lemas ke dinding toilet.
Di bawah cahaya merah, seolah semua terkendali.
Preman itu menjerit kesakitan.
Kepalanya menembus lubang ventilasi di depan toilet.
Lubang ventilasi terlalu kecil untuk kepala manusia, namun Yang Jian memaksanya hingga leher tersangkut di ventilasi.
“Oh begitu caranya...”
Perlahan Yang Jian mulai memahami rahasia Wilayah Hantu.
Di sini, jarak bisa melengkung, benda berubah bentuk, pemandangan pun berubah... Semuanya sekaligus palsu dan nyata, mengisolasi dunia luar.
Di dalam domain hantu, terdapat dunia yang beroperasi mengelilingi hantu gentayangan.
Muncul karena hantu, berubah karena hantu.
Yang Jian mencoba berbagai kegunaan domain hantu, menggunakan preman-preman ini sebagai bahan eksperimen, perlahan memahami apa yang diwakili oleh kekuatan hantu gentayangan ini.
Tak terpecahkan.
Ya, tak terpecahkan.
Bagi manusia, kekuatan yang seenaknya memelintir kenyataan ini memang tak terpecahkan, pantas saja bahkan bom pun tak bisa meledakkan domain hantu.
Karena di dalam domain hantu, ini sudah bukan lagi dunia nyata yang kau ketahui.
Bom bisa meledakkan segalanya di dunia nyata, tapi bagaimana mungkin menghancurkan sesuatu yang berada di antara nyata dan maya dalam domain hantu?
"Jika jarak domain hantu dipersempit hanya untuk menyelimuti diri sendiri, maka tubuhku akan menjadi eksistensi yang berada di antara nyata dan maya..." Yang Jian mengerutkan kekuatan domain hantu.
Cahaya merah di sekitarnya cepat menghilang.
Lampu jalan kembali normal, lampu neon menyala di gedung tinggi di kejauhan, suara klakson mobil kembali terdengar.
Tapi tubuh Yang Jian masih memancarkan cahaya merah samar.
Dia melangkah maju.
Tubuhnya dengan alami menembus tembok, masuk ke gedung apartemen sebelah.
Dia melihat sepasang suami istri di dalam ruangan yang sedang melakukan hal memalukan dengan lampu menyala.
Yang Jian memandangi mereka, mereka pun memandangi Yang Jian.
Melihat orang asing yang tiba-tiba muncul di kamar mereka dengan cahaya merah samar, mata pasangan itu melebar, rasa takut mencekam menyergap hati mereka.
“Maaf mengganggu, kalian lanjutkan saja.” Yang Jian berbalik badan dan pergi, menghilang ke dalam dinding.
“Aah, Hantu~!” Jeritan histeris pasangan suami istri itu bergema di dalam ruangan, bahkan sampai terdengar ke luar.
Hantu?
Yang Jian memandangi kondisinya sendiri.
Dirinya memang semakin mirip hantu, jika bukan karena masih mempertahankan kesadaran manusia.
Pengendali Hantu, benar-benar eksis setengah manusia setengah hantu.
Yang Jian merasakan kegelisahan kembali muncul di dalam tubuhnya. Kertas merah menutupi salah satu mata hantu, namun penggunaan kekuatan hantu gentayangan ini dalam waktu lama tetap menjadi beban berat. Ia merasa mata-mata di dalam tubuhnya mulai gelisah lagi.
“Waktu pertahankan Medan Hantu hanya lima menit, setelah itu batas kemampuanku akan tercapai.”
Yang Jian melihat waktu di ponselnya, lalu mencatat waktu tersebut.
Ia keluar dari status Medan Hantu.
Percobaan hari ini memang sangat penting.
Matanya menoleh ke kiri dan kanan.
A Fei dan beberapa preman tadi ada yang meringkuk ketakutan sambil memeluk kepala di belakang tempat sampah, ada juga yang sudah tak sadarkan diri karena ketakutan.
Daya tahan begitu lemah, masih berani mencoba memeras uang?
“Saudara, gemetaran ya? Sebagai teman seperjuangan, tentu harus saling membantu saat kesulitan, benar tidak? Kebetulan sekarang aku sedang kekurangan uang, tidak keberatan meminjamkan sedikit ya?” Yang Jian menyipitkan mata sambil menepuk bahunya.
Memeras uang?
Dirinya sendiri masih miskin melarat, di sakunya cuma ada sekitar dua ratusan, sekarang bahkan tidak bisa pulang ke keluarga. Harus mencari cara untuk mendapatkan uang.
“Ini, untukmu, semuanya untukmu, jangan cari aku, jangan cari aku, nanti kubakar hio untukmu, pergilah cari orang lain...” A Fei gemetar ketakutan hingga hampir menangis, tangannya bergetar tak terkendali mengeluarkan semua barang dari sakunya.
Hanya ada sekitar seratus yuan.
“Anggap saja aku meminjam, lain kali akan kukembalikan.” Yang Jian mengambil uangnya sambil tersenyum.
“Tidak, tidak usah dikembalikan, Kakak, kuberikan saja.” A Fei menundukkan kepala sambil gemetar, bahkan tidak berani menatap Yang Jian.
Seratus yuan doang ngapain dikembalikan?
Hatinya hanya berharap hantu ini segera menjauh darinya.
Asal tidak mengganggu lagi di kemudian hari, syarat apapun akan dituruti.
“Kedepannya, peras lebih banyak uang, supaya aku mudah mencarimu.” Yang Jian berdiri, suaranya terdengar ganjil.
“Hik, hiks.” A Fei langsung menangis ketakutan.
Aku masih anak-anak, kenapa diperlakukan seperti ini?
Dia bersumpah, seumur hidup tak akan lagi memeras uang, ingin menjadi orang baik.
Besok akan membantu nenek tua menyeberang jalan.
Yang Jian mengetuk-ngetuk kepala para preman lainnya satu per satu, sekalian meminjam beberapa ratus yuan dari mereka.
Dengan pengalaman hari ini, yakin mereka akan hilang sama sekali niat memeras orang. Siapa tahu korban berikutnya manusia atau hantu?
“Sudah, urusan penting harus diselesaikan.” Pandangan Yang Jian menyapu sekeliling.
Saat melihat preman yang pernah dimasukkannya ke lubang ventilasi sedang berusaha mati-matian mencabut kepalanya, ia tak bisa menahan tawa.
Besok suruh orang ketok tembok saja.
Berani-beraninya main pedang nakuti orang.
Kalian beruntung belum ketemu hantu sejati.
Namun ketika Yang Jian kembali ke rumahnya sendiri, dia mendapati pintu rumah terbuka.
Ruangan yang remang-remang itu kosong melompong.
Koran merah yang sebelumnya terkoyak berantakan di lantai telah menghilang.
Hantu itu... tidak ada di sana.
"Apa hantunya pergi?" Wajah Yang Jian berubah drastis.
Dia sudah mempersiapkan diri untuk berduel dengan hantu itu, tapi ternyata sia-sia.
Mungkinkah hantu itu takut padanya sehingga kabur?
Atau jangan-jangan hantu itu sedang mencari target berikutnya?
"Aku wajib menemukan hantu itu," tekad Yang Jian membara di hati.
