Keberadaan hantu di rumah membuat siapa pun – sekaliber apa pun mentalnya – mustahil bertahan.
Tapi untuk mendapatkan kembali koran merah itu, Yang Jian harus mengambil risiko. Ini adalah kesempatan untuk mengatasi kebangkitan hantu gentayangan.
"Aku akan menunggu di sini, melihat apakah makhluk itu kembali," setelah lama berpikir, akhirnya Yang Jian memutuskan untuk tetap tinggal di rumah.
Mengetahui ada hantu tapi masih berani menunggu kedatangannya...
Diperlukan keberanian yang luar biasa.
Tentu saja Yang Jian telah mengumpulkan seluruh nyalinya – dia bahkan sudah mempersiapkan diri untuk mati.
Kabur sekarang hanya akan memperpanjang penderitaan seperti bunuh diri berkepanjangan.
Begitu mata aneh di tubuhnya berkembang di luar kendali...
Saat Yang Jian menunggu hantu di rumahnya...
Di kompleks perumahan mewah lainnya di Kota Dachang...
Terdapat rumah keluarga Wang Shanshan.
Sejak insiden hantu di sekolah dua hari yang lalu, dia sama sekali tidak keluar dari rumah. Selama dua hari ini dia terus bersembunyi di rumah karena menyadari ada sesuatu yang tidak beres di keluarganya.
Di kamar mandi.
Air mengalir deras membasahi tubuhnya yang putih dan mulus.
Tapi tatapan Wang Shanshan dipenuhi ketakutan dan kegilaan. Dengan sikat toilet di tangan, dia menggosok gila-gilaan area di samping lehernya di depan cermin.
Kulit halus gadis itu memerah akibat gosokan berlebihan.
Secara normal, orang takkan sanggup menahan rasa sakit seperti ini.
Tapi Wang Shanshan seolah tak merasakan apa-apa, malah menggosok lebih keras. Matanya justru semakin dipenuhi teror.
Tiba-tiba, sepetak kulit di samping lehernya robek dan mengeluarkan darah segar.
Darah bercampur air hangat mengalir deras, menodai lantai.
Tapi tak peduli sekeras apa dia menggosok, darah tetap mengalir.
Di atas kulit berdarah itu, cap dua tangan kecil kehijauan masih terlihat jelas. Seolah telah menyatu dengan daging dan darah sekitarnya, seperti tahi lalat bawaan lahir yang tak mungkin dihilangkan.
Saat ini.
Ibu Wang Shanshan, Wang Haiyan, duduk di sofa ruang tamu sambil menatap jam tangannya. Kerutan kekhawatiran menghiasi wajahnya.
“Putri sudah mandi di kamar mandi lebih dari dua jam, pagi tadi juga sudah mandi... Jangan-jangan dia sakit atau ada yang tidak beres dengan tubuhnya.”
Wang Bin, ayah Wang Shanshan yang berada di samping juga menunjukkan wajah penuh kekhawatiran: “Sejak pulang dari sekolah kemarin pagi kelakuannya sudah aneh, makannya sedikit, seharian mengurung diri di kamar... Siang bolong malah menyalakan semua lampu di rumah, sangat takut gelap. Hari ini juga seharian mandi. Kalau terus begini, besok mungkin harus ke dokter.”
“Sayang, apa kau sudah mencari tahu kejadian apa yang sebenarnya terjadi di sekolah malam kemarin? Dari tadi aku telepon guru-guru tapi tidak bisa tersambung,” ujar Wang Haiyan.
“Kemarin aku ke sekolah, di sana memang terjadi sesuatu. Sekolah sudah dikunci, semua murid dipulangkan paksa. Jadwal masuk kembali menunggu pemberitahuan pihak sekolah... Saat ke sana, aku juga bertemu banyak orangtua murid.”
Wang Bin menghisap rokok sambil mengerutkan alutnya dalam-dalam, raut wajahnya serius.
“Orangtua murid lainnya bilang anak-anak mereka tidak pulang setelah belajar malam kemarin, sudah hilang. Telepon tidak bisa dihubungi, orangnya juga tidak ditemukan. Jumlah yang hilang cukup banyak.”
Wang Haiyan terkejut: “Kok bisa terjadi begini?”
“Pasti ada sesuatu yang terjadi di sekolah, hanya saja kita belum tahu. Aku sebenarnya ingin bertanya pada Shanshan, tapi melihat kondisinya sekarang aku tidak tega bertanya. Takut memberinya tekanan.”
Wang Bin mematikan rokoknya lalu berkata serius: “Shanshan pasti mengalami sesuatu. Kondisinya sekarang seperti orang yang baru mengalami teror.”
Wang Haiyan menebak: "Sayang, menurutmu apakah Shanshan bertemu dengan penjahat dan di-bully? Dulu aku pernah lihat berita, seorang cewek ditarik ke toilet dan diperlakukan buruk oleh preman, pulang jadi tidak waras, terus merasa diri kotor, mandi terus-menerus... akhirnya bunuh diri."
"Mustahil! Ini kasus penghilangan massal murid. Sekolah sengaja menyembunyikan. Ngomong-ngomong, kemarin pagi Shanshan kan diantar pulang oleh teman sekelasnya?" kata Wang Bin.
"Benar, teman itu pernah kulihat, namanya Yang Jian," sahut Wang Haiyan.
"Dia pasti tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Shanshan. Harus menelepon dan tanya temannya itu," tegas Wang Bin.
Wang Haiyan menjawab: "Aku sudah kepikiran, tapi tidak tahu nomor ponsel si teman."
Tepat di saat itu.
"Ah～!"
Jeritan histeris Wang Shanshan menggema dari kamar mandi.
Wajah Wang Bin dan istrinya langsung berubah. Mereka buru-buru menuju pintu kamar mandi, tapi terkunci dan tidak bisa dibuka.
"Putri, buka pintu! Ada apa? Ibu di sini!" Wang Haiyan memukul-mukul pintu kamar mandi sambil bertanya panik.
Namun jeritan Shanshan masih terus terdengar.
Wang Bin merasa situasi kritis. Wajahnya pucat, tanpa mengetuk lagi, langsung menghantam pintu gerbang kamar mandi sekuat tenaga.
"Braak～!"
Dentuman keras mengguncang saat pintu terbuka paksa.
Sebagai seorang ibu, Wang Haiyan menyerbu masuk terlebih dahulu. Dia melihat lantai kamar mandi penuh dengan bekas darah merah tua, membuat wajahnya menjadi pucat. Kemudian dia melihat putrinya yang telanjang bulat meringkuk di sudut kamar mandi, lehernya dipenuhi darah yang mengotori seluruh tubuh, kepala tertunduk ketakutan seolah mengalami teror yang sangat besar.
"Putri, ada apa denganmu?"
Wang Haiyan hampir menangis karena sedih. Dia mengambil handuk mandi untuk menutupi tubuh putrinya.
"Itu datang... itu datang... di luar jendela... itu di luar jendela... Ia mencari aku." Wang Shanshan berkata dengan ketakutan yang luar biasa: "Jangan... jangan mendekat... jangan mendekat."
"Apa yang datang? Tidak ada apa-apa di luar jendela. Shanshan, jangan menakuti diri sendiri." Wang Haiyan melirik ke arah jendela kamar mandi, tidak menemukan sesuatu pun.
"Tidak! Ia ada di luar jendela. Ia sedang mengawasiku."
Wang Shanshan menggenggam lengan ibu sambil panik: "Yang Jian, aku ingin ke rumah Yang Jian. Aku tidak mau di sini lagi, Ibu... Aku tidak ingin mati... Semua sudah mati... Su Lei, Zhao Yan, Liu Jiayi... Mereka semua sudah mati."
"Hiks... Aku tidak mau mati."
Sambil berkata demikian, Wang Shanshan memeluk erat Wang Haiyan dan menangis tersedu-sedu.
"Shanshan baik-baik saja, tidak apa-apa. Kamu tidak akan kenapa-apa. Ibu di sini." Wang Haiyan juga menitikkan air mata sambil menghibur.
“Benda itu menemukanku, ia ada di luar jendela, di luar jendela, aku akan segera mati, hu hu...” Wang Shanshan berkata.
Wang Haiyan kembali melirik ke jendela: “Di luar benar-benar tidak ada apa-apa, keluarga kita tinggal di lantai 16, di luar kosong sama sekali, kalau tidak percaya lihat sendiri.”
“Bu, ia benar-benar datang, aku ingin tinggal di rumah Yang Jian, aku tidak mau mati.” Wang Shanshan masih terus menangis sambil menggigil di seluruh tubuhnya.
Wang Bin yang berdiri di samping terdiam sejenak: “Bawa Shanshan dulu ke kamar untuk berpakaian, nanti kita pergi ke klinik bawah untuk membalut lukanya. Besok akan kucari cara untuk menemui Yang Jian dan menanyakan situasinya.”
Wang Haiyan mengangguk, ia menopang Wang Shanshan keluar dari kamar mandi.
Setelah ibu dan anak itu pergi, Wang Bin mematikan keran air panas di kamar mandi lalu membersihkan bekas darah di lantai.
Saat hendak pergi, tiba-tiba ia melirik ke jendela kamar mandi.
Jendela dalam keadaan tertutup.
Wang Bin kemudian menjulurkan kepalanya keluar, memeriksa apakah benar ada sesuatu di luar?
Keluarga mereka tinggal di lantai 16, mana mungkin ada sesuatu di luar.
Ternyata.
Wang Bin tidak melihat apa pun.
Namun tepat saat hendak menutup jendela, tiba-tiba ia tertegun.
Pada jendela yang berembun, tertera cap telapak tangan kecil yang jelas.
Cap tangan itu tampak sangat kecil, bukan milik orang dewasa, mirip cap tangan anak usia empat lima tahun.
Jejak tangan itu memanjang dari luar jendela hingga ke dalam kamar mandi.
Di dinding kamar mandi yang dipenuhi embun.
“Bahkan di plafon, ada cap tangan. Itu adalah area yang tidak bisa dijangkau oleh Shanshan.”
Cap tangan kecil yang padat dan jelas terlihat.
Wang Bin gemetar dalam hati, merasa ada yang sangat tidak beres.
Malam ini, keluarga Wang Shanshan tidak tidur semalaman.
Yang juga tidak tidur adalah Zhang Wei.
Dia baru saja pulang ke rumah dari kantor polisi.
Ayahnya Zhang Xiangui mengira dia melakukan kejahatan, langsung memukulinya sepulang dan melarangnya tidur di kamar.
Zhang Wei berdiri di balkon memandang keluar, mengernyitkan alis sambil merenung sepanjang malam.
Siapa sebenarnya... yang menjebaknya?
