Keluarga Wang Bin bertiga menggigil ketakutan di dalam rumah.
Sementara itu, Yang Jian sedang naik taksi menuju rumah Wang Shanshan.
“Bang Sopir, bisakah kau ngebut? Aku buru-buru nih.” Katanya dengan gelisah.
“Nak, tahu nggak kalau dalam kota ada batas kecepatan? Di mana-mana ada kamera tilang. Kalau ngebut bisa kena potong poin dan denda.” Sopir taksi berkata, “Ini sudah kecepatan maksimal. Kalau mau lebih cepat, mending naik pesawat saja.”
“Masalahnya, dengan kecepatan segini, aku rasa lari pun bisa nyalip.” Kata Yang Jian.
Sopir menjawab, “Nak, bapak ini sopir berpengalaman 20 tahun. Mengemudi se-stabil Gunung Tai. Sabar sedikit. Lihat, ada mobil lain yang lebih cepat dari ini?”
Melihat kecepatan mobil ini, Yang Jian memperkirakan saat dia sampai di rumah Wang Shanshan, mungkin dia sudah bisa mengurus jenazah bertiga sekeluarga itu.
Mau menyelamatkan orang?
Mustahil.
“Tiga nyawa... ditambah lima ratus ribu yuan.”
Yang Jian meraba punggung tangannya, merasakan mata yang terlelap di bawah kulitnya. Dia mulai ragu.
Jika menggunakan wilayah hantu, dia bisa sampai di rumah Wang Shanshan dalam waktu singkat.
Tapi konsekuensinya adalah menyia-nyiakan satu kali kesempatan menggunakan kekuatan hantu gentayangan.
Kekuatan hantu ini lebih berbahaya daripada menelan racun. Saat di sekolah dulu, setelah menelan sebuah mata untuk memaksa kebangkitan hantu dan menggunakan wilayah hantu, badannya nyaris lumpuh total di ranjang. Untungnya dia mendapatkan kertas merah yang menutupi satu mata hantu, sehingga bisa meredam kegelisahan mata itu.
Yang Jian tidak yakin berapa lama lagi kertas merah ini bisa mengendalikan hantu dalam tubuhnya.
Setelah beberapa saat berpikir, tatapannya tajam. Dia memutuskan.
“Sopir Kakak, kecepatan mobilmu benar-benar membuatku tidak sabar. Apa kau tidak keberatan pindah ke kursi penumpang depan agar aku yang menyetir?” Yang Jian menepuk bahu sopir.
“Kau yang nyetir?”
Sopir itu terkekeh sinis: “Apa kau meremehkanku atau mobilku? Sudah dua puluh tahun aku menyetir, tak terhitung mobil yang kusalip. Menurutku tidak ada mobil yang tak bisa kukejar. Kalau berani, tambah bayaran! Seribu yuan, dalam sepuluh menit kuantar sampai. Lima ribu, langgar lampu merah, lima menit langsung tiba.”
“Lima menit? Terlalu lama. Kalau aku yang nyetir, satu menit cukup,” kata Yang Jian.
“Nak, lebih baik rendah hati. Kalau kau bisa sampai gerbang kompleks dalam satu menit, gratis!” Sopir itu menggeleng tak percaya. “Aku sudah puluhan tahun muter Kota Dachang, mana mungkin tak tahu berapa lama jalan itu?”
Tanpa banyak bicara, kulit di bawah baju Yang Jian tiba-tiba mengeluarkan suara robekan bergemuruh. Puluhan mata bermunculan.
Cahaya merah menyelimuti seluruh tubuhnya.
Kemudian merambat keluar, dalam sekejap menutupi taksi ini.
“Ini omonganmu sendiri ya, Sopir. Gratis kalau satu menit sampai.” Suara Yang Jian tenang.
“Tentu...” jawab sopir baru saja keluar.
Tiba-tiba dia tertegun. Sadar diri telah duduk di kursi penumpang tanpa sadar. Kaki refleks menginjak rem, tapi kosong.
Di kursi kemudi, Yang Jian telah duduk dengan tiba-tiba.
“Waduh, Nak! Kok bisa pindah begitu?” Sopir itu kaget bukan main, seperti melihat hantu.
Yang Jian tidak banyak bicara, hanya memegang setir sambil menginjak gas habis-habisan.
"Huuu~!"
Kecepatan mobil melonjak seketika, gaya dorong kuat terasa dari kursi belakang. Speedometer melesat dari 40, 80, hingga 110 km/jam...
"Ya ampun, rem! Rem! Nanti nabrak mobil sport di depan, harganya selangit!" Wajah Sopir Kakak pucat pasi, tak menyangka anak muda ini langsung gaspol.
Jelas-jelas newbie, salah injak kopling dan rem.
Ekspresi Yang Jian tetap datar: "Santai, kita langsung tembus saja."
Tembus?!
Maksudmu nyalip atau nyemplung?
Sebelum sempat bereaksi, taksi itu sudah menyusul pantat mobil sport di depan lalu ngebut lagi.
Seluruh bodi mobil van menyala seperti bayangan hantu, menembus bodi mobil sport di depannya.
"TOLOOOONG!"
Sopir Kakak menjerit histeris sambil mencengkeram sabuk pengaman, matanya terpejam ketakutan seolah akan terjadi kecelakaan maut.
Si anak orang kaya di mobil sport baru sadar ketika asap knalpot taksi sudah mengepul di depannya.
"Lah?! Taksi kerecek kok ngebut kayak The Knockout? Berani-beraninya nyalip supercar gue yang harganya 10 miliar!" Dia melempar ponsel, geser gigi, langsung gaspol.
"BOOOOM..."
Dentum mesin supercar menggema, kecepatannya menyamai roket demi mengejar si taksi hantu.
Yang Jian sekarang mengemudikan taksi yang sudah tidak bisa disebut taksi lagi. Dia telah menutupi mobilnya dengan domain hantu, memelintir kenyataan di area tersebut.
Mobil ini sekarang bisa dianggap sebagai mobil hantu.
Dan dirinya adalah hantu di dalam mobil itu.
Tapi sebelumnya, si anak orang kaya yang diprovokasi mengendarai supercar mengejar mereka.
"Driit." Supercar membunyikan klakson.
Yang Jian menoleh melihat.
Si anak orang kaya menurunkan kaca jendela dan mengacungkan jari tengah.
Menatapnya, Yang Jian mengulurkan kedua tangan keluar jendela dan membalas dengan dua jari tengah.
"Waduh, sok jagoan banget sih." Si anak orang kaya tersulut emosi, melepaskan setir dan mengacungkan dua jari.
Dengan wajah datar, Yang Jian terus mengacungkan jari tengah sambil sama sekali tidak melihat jalan depan.
"Berani ya." Si anak orang kaya melirik ke depan.
Kebetulan lampu hijau, jalanan sepi. Dengan gigih, dia pun mengacungkan dua jari tengah untuk menandingi.
Ayo, siapa takut siapa!
Sudah disepakati, yang menurunkan tangan duluan adalah pecundang.
Dua pasang mata saling tatap, jari tengah saling mengarah, tak ada sepatah kata pun terucap.
Tiga detik: Badan si anak orang kaya mulai tegang, siap menginjak rem kapan saja.
Empat detik: Keringat dingin mulai mengucur di dahinya.
Lima detik... Si anak orang kaya melirik diam-diam ke depan dan mengurangi kecepatan.
Tapi selama ini, Yang Jian terus menatapnya dengan dua jari tengah tak bergerak, sementara kakinya menginjak gas sampai dasar tanpa niat melambat sama sekali. Untuk jalan di depan, sudah ada sepasang mata lain yang mengawasi.
Enam detik: Tiba-tiba Yang Jian bergerak. Jarinya menunjuk ke arah si anak orang kaya, lalu ke depan.
"Waduh!"
“Anak orang kaya itu melirik, melihat pantat sebuah pick-up di depannya menyala lampu merah, langsung panik menginjak rem dan mengurangi kecepatan, lalu memutar setir.”
“Suara rem mendadak bergema di sepanjang jalan.”
“Supercar ini berputar dua kali penuh di atas kuda, akhirnya menabrak sabuk hijau di tepi jalan sebelum berhenti.”
“Sial, orang gila ini menyetir tanpa mempedulikan nyawa.” Anak orang kaya itu turun dari mobil dengan wajah masih pucat.
“Matanya tiba-tiba menyempit saat melirik.”
“Tak disangka taksi bercahaya merah samar itu menerobos lampu merah di depan, dengan cara misterius menyalip tujuh delapan mobil, lalu menghilang di ujung jalan.”
“Kecepatannya pasti sudah mencapai 180 km/jam.”
“Tidak, ini bukan orang gila, tapi seorang ahli.”
“Anak orang kaya itu menyalakan rokok, menghirup dalam-dalam, tatapannya memancarkan kekaguman.”
“Melepaskan setir, tidak melihat depan, menginjak gas sampai ujung – ini bukan sekadar kemampuan mengemudi, tapi keberanian yang luar biasa.”
“Dia belum pernah melihat tatapan sedingin itu.”
“Gunung Tai runtuh di depan mata pun rautnya tak berubah.”
“Ayah benar, ternyata di dunia ini benar-benar ada tipe orang seperti ini.”
“Setelah duel mengemudi ini, anak orang kaya itu mulai mengagumi Yang Jian. Jika bertemu lagi, pasti akan meminta bimbingannya.”
“Aku tidak kenal orang itu. Kenapa dia menunjukkan jari tengah padaku... Ah, lupakan, menyelamatkan orang dan cari untung lebih penting.”
“Yang Jian memegang setir, alisnya berkerut.”
“Ada pepatah: jarak terpendek antara dua titik adalah garis lurus.”
Dia melintasi kendaraan demi kendaraan, melewati sabuk hijau, menerobos rumah-rumah, dan akhirnya tiba di pintu gerbang kompleks perumahan dalam waktu satu menit.
Mobil berhenti.
Sopir Kakak di mobil itu langsung merangkak sambil bergegas keluar, lalu muntah di sebelah dengan suara "wah".
Matanya dipenuhi ketakutan.
Mulutnya komat-kamit mengigau tentang "Anak ini mengerikan sampai seperti ini, kemampuan mengemudiku selama dua puluh tahun tak berdaya sama sekali. Jika diberi waktu, pasti bisa terbang ke langit dan sejajar dengan matahari" dan omongan serupa.
Namun setelah Yang Jian turun, tubuhnya masih memancarkan cahaya merah samar. Ia melirik sopir kakak itu.
Adegan ganjil saat menerobos segala rintangan tadi sengaja tidak diperlihatkan ke sopir. Di mata sopir, Yang Jian hanya sedang balapan normal.
Membuat orang berhalusinasi adalah kemampuan paling dasar dari domain hantu.
Tapi batas penggunaan domain hantu setelah dikembangkan adalah lima menit.
Setelah lima menit, hantu dalam tubuh akan mulai dibangkitkan satu bagian.
Jadi selama sudah menggunakan domain hantu, kesempatan ini tidak boleh disia-siakan.
Yang Jian menelepon Wang Bin: "Halo, Paman Wang? Keluargamu di gedung dan lantai mana? Aku segera ke sana."
Berharap orangnya belum mati. Jika sudah, dia hanya bisa memanggil polisi untuk mengurus mayat.
