Dua jam penuh mereka menunggu.
Yang Jian bisa memastikan bahwa Hantu Bayi benar-benar tidak akan datang lagi.
Masalah keluarga Wang Bin untuk sementara telah teratasi, meski masih menyisakan potensi masalah yang tidak terlalu besar maupun kecil.
Dia melirik Wang Shanshan dengan pandangan penuh simpati.
Menjadi pengendali hantu baginya adalah pilihan terpaksa - saat itu jika tidak mengambil jalan itu, dirinya pasti sudah mati di toilet. Tapi gadis ini sebenarnya bisa dibawa keluar sekolah seperti yang lain, siapa sangka di saat genting malah menjadi target Hantu Bayi.
"Saya masih ada pekerjaan di tempat lain, tadi izin keluar kantor. Karena masalah ini sudah beres, saya pamit duluan. Jika ada keperluan lagi, hubungi lewat ponsel. Tapi kalau terkait peristiwa supranatural, saya harus meminta bayaran." Yang Jian bangkit hendak memanggil taksi.
Wang Bin buru-buru berkata, "Hari ini benar-benar berterima kasih padamu, kami sungguh tidak tahu bagaimana membalas kebaikanmu. Bagaimana kalau lain waktu kamu sempat, kami traktir makan?"
"Makan tidak perlu, sayang-sayang biaya," sahut Yang Jian. "Lagipula bersama saya jarang ada hal baik terjadi."
Wang Shanshan tiba-tiba membuka mulut, "Kalau begitu bolehkah aku ikut kamu?"
"Putriku, kau bicara apa?" Wang Haiyan segera menggenggam tangan putrinya, khawatir anaknya kabur mengikuti Yang Jian.
Dia juga paham, Yang Jian sekarang bukanlah sosok sederhana seperti bayangan orang. Mengikutinya pasti akan menghadapi bahaya di kemudian hari.
Yang Jian tersenyum, "Lebih baik kau temani orang tuamu. Hari ini mereka sudah sangat berjuang untukmu... Lagipula kau sendiri harusnya sadar, meski tidak menjadi target Hantu Bayi, nyawamu juga tidak akan panjang."
"Saya tahu, tapi aku cuma ingin bersamamu." Wang Shanshan membuka mulut, sama sekali tidak menghindar atau menunjukkan rasa malu layaknya gadis biasa, seolah sedang mengobrol biasa saja.
"Tidak bisa. Sekarang kau harus tetap bersama orangtuamu. Sudah, sampai sini, aku pergi dulu."
Mana mungkin dia mengizinkan Wang Shanshan mengikuti dirinya.
Membawa beban tambahan, bukankah itu menjerumuskan diri sendiri?
Dalam kondisi memiliki Domain Hantu, dia bisa langsung kabur jika ada masalah. Membawa orang lain malah harus menyelamatkan mereka.
Kabur, cepat-cepat pergi!
Uang sudah di tangan, buruan panggil taksi dan pergi dari sini.
Kembali ke mal untuk melanjutkan perjuangan mencari uang dengan mempertaruhkan nyawa.
"Pemuda ini benar-benar luar biasa." Wang Bin tak bisa menahan decak kagumnya melihat kepergian Yang Jian.
Abad ke-21, apa yang paling penting?
Talenta.
Yang Jian memiliki bakat khusus ini plus kecerdasan. Meski pengalaman sosialnya masih kurang karena usianya yang muda, beri dia waktu untuk berkembang dan pasti akan menjadi sosok populer di masa depan.
"Jika putriku bisa berpacaran dengannya, mungkin itu pilihan yang baik." Pikir Wang Bin dalam hati.
Hanya saja pemuda ini sepertinya tidak tertarik pada Shanshan... Padahal kecantikan putriku tidak kalah.
Jangan-jangan Yang Jian suka sesama jenis?
Jika Yang Jian tahu pikiran ini, pasti akan memarahinya: "Mata busuk melihat orang lain jadi gay!"
Orang yang nyawanya tinggal hitungan waktu seperti dia mana ada mood untuk pacaran, apalagi bikin anak – sudah terlambat!
Kembali ke mal.
Di dalam mal, hanya pos satpam yang masih menyala lentera, area lainnya gelap gulita.
Ketika Yang Jian kembali, satpam lainnya Liu Qiang sedang asyik main game di ponselnya.
"Kok baru kembali? Perginya lama banget? Baru dateng langsung izin? Untung tadi aku bohong ke Kak Li bilang kau ke toilet, kalau enggak pasti dimarahin," kata Liu Qiang.
"Maaf merepotkan, temen sekelas ada urusan mendadak jadi agak terlambat. Lain kali enggak akan terulang," Yang Jian meminta maaf.
"Tapi pas banget kau datang. Sebentar lagi pukul dua belas, waktunya patroli. Ayo, kalau setelah putaran terakhir enggak ada masalah bisa matiin lampu dan tidur. Besok masih masuk kerja jam setengah sembilan," ujar Liu Qiang sambil meletakkan ponsel, menguap dan menggeliat.
Yang Jian agak mengagumi Liu Qiang ini. Berani sekali patroli sendirian di mal sebesar ini.
Andai dirinya dulu, pasti enggak akan segitu beraninya.
"Asrama di lantai atas. Kita patroli lewat parkir bawah tanah, nanti pulangnya sekalian matiin lampu langsung ke asrama. Biar enggak bolak-balik," Liu Qiang menambahkan: "Jangan lupa bawa senter."
"Makasih remindernya." Yang Jian mengangguk, mengambil senter, lalu berangkat patroli bersama Liu Qiang.
Meski cuma rencana observasi tiga hari, tapi tugas tetap harus dikerjain dengan serius. Enggak boleh setengah-setengah.
Lantaran sepi pembeli, parkir bawah tanah hampir kosong. Cuma beberapa mobil terparkir.
"Itu deretan mobil siapa?" tiba-tiba Yang Jian menunjuk 5-6 mobil mewah berjejer. "Mobil orang-orang yang HILANG ya?"
“Bukan, itu semua mobil bos, tiap hari ganti-ganti, siapa tahu berapa banyak mobil yang masih ada di keluarga bos. Sudah, parkir bawah tanah aman, kita patroli ke lantai atas yuk.” Liu Qiang berkata.
Yang Jian menyapu pandangannya lagi, area parkir bawah tanah terlihat jelas, memang tidak ada yang aneh.
Jika benar ada sesuatu yang mencurigakan pasti langsung ketahuan.
Lanjut patroli di lantai satu.
Setelah berkeliling dengan senter dalam gelap, tidak ada kejadian apa-apa kecuali agak lebih gelap dari biasanya.
Naik lift menuju lantai dua.
Tapi baru sebentar patroli, tiba-tiba dia mendengar raungan mesin samar dari lantai atas mal.
“Suara apa tadi?”
Yang Jian mengarahkan senternya ke atas, tapi tidak melihat apa-apa.
Suara itu sepertinya berasal dari area lift antara lantai empat dan lima.
“Itu suara lift jalan, mungkin Kak Li dan yang lain naik lupa matiin. Tiap lift punya saklar sendiri, wajar kalau lupa. Bagaimanapun juga akhirnya kita yang harus membersihkan kekacauan mereka.” Liu Qiang menjelaskan.
“Oh ya? Yuk kita periksa.” Kata Yang Jian.
Liu Qiang menanggapi, “Buru-buru apa? Pelan-pelan saja. Patroli dulu lantai tiga, baru ke lantai empat. Di sini ada CCTV, jangan sampai ketahuan malas-malasan nanti dipotong gaji. Apalagi kamu baru masuk, kalau ketahuan malas pasti langsung dipecat.”
“……” Yang Jian merasa Liu Qiang ini otaknya kaku.
Sudahlah, pelan-pelan juga tidak apa. Lagipula mal sudah sepi, kalau ada masalah juga bukan urusanku.
Dua orang berjalan santai menyusuri lantai tiga, kemudian naik ke lantai empat dan berputar sebentar, akhirnya tiba di mulut lift.
Lift di mal ini bukan jenis naik-turun, melainkan escalator yang beroperasi dengan sistem roda rantai.
"Lihat, kubilang tidak ada masalah kan? Hanya lupa mematikan daya lift. Sudah, ayo pergi." Liu Qiang berjalan mendekat dan mematikan sumber daya di mulut lift.
Yang Jian juga tidak banyak bicara, berharap ini hanya kelebihan prasangka darinya.
Mereka melanjutkan perjalanan melalui escalator menuju lantai lima.
Kali ini bukan ilusi.
Aroma anyir mayat yang samar itu kembali tercium.
Mengambang di udara, engkau sirna.
Saat di lantai tiga sebelumnya, aroma ini belum terdeteksi.
"Lantai lima... ada yang tidak beres." Yang Jian membawa senter mengikuti Liu Qiang berkeliling lantai lima.
Hanya deretan toko yang terkunci dan rak-rak kosong yang terlihat.
Sepertinya semuanya tenang.
Namun saat melewati sebuah toko pakaian, Yang Jian menyorotkan senternya ke dalam.
Terlihat model-model plastik yang cacat dan terpisah-pisah, persis seperti kondisi siang hari tanpa perubahan.
"Semua normal, ayo kembali tidur." Liu Qiang menguap lebar.
"Baik."
Yang Jian menarik pandangannya, berjalan dengan senter menyusuri lorong karyawan bersama Liu Qiang meninggalkan mal menuju asrama.
Di perjalanan, tiba-tiba ia teringat sesuatu: "Omong-omong, escalator di lantai empat yang belum dimatikan seharusnya tetap beroperasi. Kenapa tadi tidak bergerak saat kita lewat?"
"Itu jenis sensor. Hanya bergerak kalau ada orang yang mendekat." Jawab Liu Qiang.
"Sementara ini sensoris, berarti tadi lift tiba-tiba beroperasi karena ada yang menggunakannya? Tapi di mal ini selain kami tidak ada orang ketiga lagi, siapa yang pakai lift?" kata Yang Jian.
Liu Qiang berkata: "Mungkin rusak. Kalau ada orang seharusnya sudah terlihat saat patroli sebelumnya."
Yang Jian mengerutkan kening, ingin kembali memeriksa tapi merasa tidak perlu. Lebih baik tunggu besok sampai bos datang dulu.
Saat Yang Jian dan Liu Qiang kembali ke asrama untuk tidur.
Dari dalam mal, terdengar lagi suara gemuruh halus.
Eskalator mulai beroperasi lagi.
Lift dari lantai lima ke empat tiba-tiba menyala lampu dayanya, lalu beroperasi perlahan.
Sekitar satu menit kemudian, lift ini berhenti.
Tapi eskalator dari lantai empat ke tiga mulai beroperasi lagi.
Gemuruh...
Tapi setelah beroperasi sebentar, kembali berhenti.
Kemudian eskalator dari lantai tiga ke dua mulai berjalan lagi.
Akhirnya.
Setelah eskalator ke lantai satu beroperasi beberapa saat, seluruh mal kembali tenang.
