Keesokan harinya Yang Jian bangun sangat pagi.
Sejak menjadi pengendali hantu, dengan mata hantu di tubuhnya, dia mulai menyadari beberapa perubahan pada dirinya.
Ciri paling mencolok adalah jam tidurnya semakin berkurang, tapi semangatnya tidak merasa lelah.
"Baru tidur enam jam?"
Yang Jian membasuh wajah sambil menatap bayangannya di cermin.
Dia tidak terlihat kurus, sebaliknya memancarkan aura dingin yang membuat orang enggan mendekat. Bahkan dirinya sendiri merasa asing dengan perubahan ini.
Ia melirik kertas merah yang menempel di punggung tangannya.
Semalaman, dia tidak merasakan siksaan kebangkitan Mata Hantu. Malah tidurnya cukup nyenyak.
Tapi di permukaan kertas merah itu muncul retakan kecil yang tidak terlalu mencolok.
"Apakah kertas merah ini hanya solusi sementara? Atau karena ini cuma potongan tak lengkap?" Yang Jian menarik kembali tatapannya, tangannya mengusap-usap kepalanya.
"Tampaknya mencari cara mengatasi kondisi setengah hidupku ini tidak semudah yang dibayangkan."
Memang.
Bencana global, peristiwa supranatural terjadi di berbagai penjuru dunia.
Semua Pengendali Hantu belum menemukan metode bertahan hidup. Mana mungkin dirinya sendirian bisa menemukan solusi.
Kemampuan kertas merah mengendalikan kebangkitan hantu gentayangan pun sebenarnya ditemukan secara tak sengaja.
"Tunggu, tunggu sebentar."
Tiba-tiba Yang Jian teringat pada perkamen kulit domba itu.
Dari sakunya ia mengeluarkan perkamen yang selalu dibawanya, lalu membukanya.
Terdapat baris tulisan di perkamen itu:
【Hari ini aku bangun sangat pagi. Perlahan kusadari tubuhku mulai dipengaruhi Mata Hantu. Pengaruh ini terjadi secara bertahap, karena akhir-akhir ini waktu tidurku makin berkurang... Jika terus begini, mungkin sebentar lagi aku bisa terus terjaga sepanjang hari.
Katanya hantu memang tidak perlu tidur. Mungkin ini benar adanya.】
“Saat aku mendapatkanmu dari tangan Fang Jing sebelumnya, Fang Jing pernah bilang kamu tahu cara agar pengendali hantu bisa bertahan hidup? Aku rasa dia tidak menipuku, jadi pasti kamu menguasai petunjuk utama.”
Yang Jian menatap kertas kulit kambing ini: “Jika kamu mau memberitahuku, mungkin aku akan mempertimbangkan kembali eksistensimu.”
Tulisan muncul di permukaan kertas kulit kambing:
【Aku sangat ingin tetap hidup. Rasa sakit sebagai pengendali hantu mulai kurasakan - tekanan kematian, kekhawatiran akan kebangkitan hantu gentayangan, dan perubahan pada diriku sendiri... Ini bukan beban yang seharusnya kupikul di usiaku ini. Hari ini akhirnya aku tidak tahan lagi bertanya pada kulit manusia aneh itu, tapi tidak mendapat jawaban yang kuharapkan... Kulit itu tidak memberitahuku informasi berguna apa pun.
Atau mungkin ada rahasia tersembunyi dalam kulit ini yang sengaja tidak mau diungkapkan.
Sebenarnya apa yang disembunyikannya?】
Ekspresi Yang Jian berubah-ubah melihat tulisan di atasnya.
Saat masih di sekolah, dia pernah merasa kertas kulit ini memiliki kesadarannya sendiri. Tapi sejak meninggalkan sekolah, kertas ini kehilangan fungsi untuk menuntun arahnya.
Dulu di wilayah hantu orang tua itu, tanpa petunjuk kertas kulit ini, mustahil baginya bisa keluar hidup-hidup.
“Kalau kamu sama sekali tidak mau memberi informasi, lebih baik dibakar saja. Daripada aku terus membawa kulit manusia menyeramkan ini.”
Setelah selesai mandi, Yang Jian langsung melemparkan benda hantu ini ke kompor gas.
Dia menyalakan api.
Tapi di bawah nyala kompor gas, kertas kulit ini sama sekali tidak terbakar.
"Api sama sekali tidak bisa memusnahkan benda ini."
"Yang Jian, kau membakar apa? Memasak mi?"
Liu Qiang mencium bau gas alam dan keluar berlari dari ruangan.
Yang Jian memandangi kertas kulit domba yang masih utuh tanpa kerusakan, sudut bibirnya berkedut: "Tidak membakar apa-apa, cuma mencoba apakah kompor ini masih bisa dipakai."
"Kalau masak mi, aku punya sosis ham di sini." Kata Liu Qiang.
"Aku juga punya."
"Ternyata memang harus kuburkan benda ini di tempat yang takkan pernah ditemukan orang." Alis Yang Jian berkerut perlahan.
Daripada meninggalkan benda ganjil seperti ini, lebih baik mati saja.
Saat dia hendak menyimpan kertas kulit manusia ini terlebih dahulu,
tiba-tiba muncul lagi sebaris tulisan:
【Aku tak bisa mendapatkan informasi berguna apapun dari kertas kulit domba ini. Untuk rencana masa depan, aku berniat membuangnya dan tidak membiarkan orang lain menemukannya. Tapi aku berpikir, jika bisa menggunakan kertas ini untuk menangkap hantu, mungkin akan mendapatkan jawaban yang kuinginkan.】
"Memburu hantu? Kau cuma ingin menipuku sampai mati saja."
Yang Jian meliriknya, tidak percaya pada omong kosong hantu ini. Dia menyimpannya sambil berencana menguburnya dalam dua hari.
Dua jam kemudian,
mal dibuka.
Meski masih dalam status tutup, Yang Jian dan Liu Qiang tetap harus bekerja.
Pukul setengah sembilan mereka mulai patroli.
"Ngomong-ngomong, lift kemarin kan ditutup? Kok sekarang dibuka lagi?" Yang Jian berdiri di eskalator, teringat kemarin mereka mematikan lentera dan lift sebelum pulang beristirahat.
Secara logika, lift seharusnya belum dibuka di pagi buta seperti ini.
“Kak Li punya kunci tempat ini, lihat pintu mal sudah dibuka. Katanya hari ini bos mungkin datang, mungkin Kak Li sudah mempersiapkan segalanya lebih dulu. Buat apa kau selalu mengurusi hal-hal begini?” Liu Qiang bertanya dengan bingung.
“Nggak ada apa-apa, cuma iseng nanya.” Jawab Yang Jian.
Hari ini seluruh lampu di mal memang menyala semua, berbeda dari biasanya yang gelap gulita.
Setelah berpatroli keliling, Yang Jian juga tidak menemukan keanehan apa pun.
Semua normal.
Tapi justru kenormalan ini membuat Yang Jian merasa tak tenang.
Jika bahkan dia tidak bisa menemukan masalahnya, seharusnya tidak ada peristiwa supranatural di mal ini. Tapi mengapa ada orang yang HILANG?
Selain itu, Yang Jian selalu merasa ada yang tidak beres di dalam mal.
Tapi tidak bisa diungkapkan apa.
Namun sekitar pukul sepuluh.
Beberapa mobil mewah berhenti di depan mal.
Dari mobil turun sekelompok orang.
Yang berjalan di depan adalah seorang pria paruh baya berjas yang bertubuh agak pendek.
“Bos datang, hati-hati. Akhir-akhir ini mal tutup, temperamen bos sedang tidak baik.” Liu Qiang berbisik mengingatkan.
Pria paruh baya pendek ini bermarga Tang, bernama Tang An, pemilik mal ini. Dulunya bergerak di properti, beberapa tahun terakhir beralih usaha dengan membuka mal ini.
“Master Luo, ini mal saya. Tolong periksa apa masalahnya. Kenapa tiap hari ada orang yang hilang? Master Luo hati-hati langkahnya...”
Bos Tang tersenyum menjilat, memandu seorang pria berusia sekitar 50 tahun bermuka licin mendekat.
Di belakangnya, beberapa bawahan mengikuti.
“Pria yang dipanggil Master Luo ini tiba-tiba memberi isyarat: "Jangan masuk lewat pintu depan, pakai pintu lain. Apa mal ini punya pintu lain?""
“Ada, ada, ada pintu pengiriman barang.” Bos Tang buru-buru menjawab.
“Kalau begitu kita masuk mal lewat sana.” Kata Master Luo.
Di depan pintu, Yang Jian melihat pemandangan ini, sudut bibirnya bergerak halus.
Jelas-jelas ini penipu dunia persilatan.
Bikin aturan nggak jelas, cuma mau ngecoh orang.
Semua orang masuk-keluar lewat pintu depan, tamu juga sama. Kenapa ketemu si 'master' ini jadi nggak boleh? Kalaupun ada hantu, seharusnya sudah ketahuan waktu patroli.
Kecuali Master Luo ini juga Pawang Hantu, dan keahliannya melebihi diriku.
Tapi melihat wajahnya yang bersinar dan penuh semangat, jelas bukan Pawang Hantu.
“Kalian jaga di sini, jangan biarkan orang lain masuk. Nanti kalau ada apa-apa akan kupanggil.”
Kak Li buru-buru mendatangi sambil berkata, lalu mengajak beberapa rekan kerja wanita untuk menemani bos.
Master Luo masuk mal lewat pintu samping, memimpin Bos Tang, manajer, Kak Li dan rombongan berkeliling mal. Melirik kiri kanan, lalu mengangguk seolah sudah paham betul kejadian aneh di mal ini. Entah apa yang sebenarnya dia pahami.
Atau mungkin sudah menyiapkan skenario di kepalanya.
Yang Jian tidak tertarik. Meski tahu Master Luo penipu, dia tidak mau membongkar tipuannya.
Kalau memang tidak ada peristiwa supranatural, uang satu juta ini ya biar jadi untung si penipu. Bagaimanapun juga, bukan jatahnya.
“Hm?”
"Tapi, tepat pada saat ini, hidung Yang Jian mengendus, kembali mencium bau busuk mayat yang samar."
"Aroma itu muncul lagi, kali ini sepertinya... sangat dekat, karena baunya lebih pekat daripada sebelumnya."
Dia berbalik dan memindai sekeliling, mal tetap dalam keadaan tenang, tidak ada yang terjadi.
