Yang Jian melihat foto di ponselnya itu langsung terpaku.
Meski dia tidak bisa melihat wajah orang berbaju satpam itu, tapi di seluruh mal ini selain dirinya yang mengenakan seragam satpam, hanya tersisa satu orang... Liu Qiang.
Tidak ada yang salah, mal hanya memiliki dua satpam, satu adalah dia, satu lagi Liu Qiang.
Tentu saja Yang Jian tidak mungkin, jadi status Liu Qiang telah dipastikan dengan jelas.
Dia adalah... Hantu.
Yang Jian mengingat sebelumnya ketika pertama kali masuk ke mal, memang mencium bau busuk mayat.
Saat itu dia melihat Liu Qiang datang dari kegelapan, menyapanya. Dia ingat jelas, Liu Qiang mengatakan baru kembali dari toilet.
Ke toilet?
Jika benar ke toilet, mengapa tidak menemukan Jiang Yan yang bersembunyi di toilet?
Sepertinya semua ini cocok.
Alut Yang Jian berkerut dalam-dalam: "Ini tidak mungkin, jika Liu Qiang adalah Hantu, mengapa saya tidak diserang saat tinggal di asrama bersamanya? Saat itu saya juga memenuhi syarat untuk diserang hantu ini..."
Namun kemungkinan Liu Qiang adalah Hantu sangat tinggi, tapi masih ada keraguan.
Menebak sembarangan tidak berguna.
Harus menyelidiki lagi.
Dengan pemahaman dan penguasaannya terhadap Hantu ini sekarang, dia sudah memiliki cukup keberanian untuk berinteraksi dengan Hantu ini.
"Apa, apakah hantu itu sudah pergi? Sekarang sudah aman?" tanya Jiang Yan dengan panik dan hati-hati.
Yang Jian berkata: "Sudah aman, hantu itu sudah pergi, untuk sementara kau dalam keadaan selamat."
"Bisa tidak kamu berhenti menindihku... Dan ada sesuatu yang menusukku." Jiang Yan saat ini membelakangi Yang Jian, hampir menempel di pintu.
"Tidak apa, hanya sosis. Ngomong-ngomong, bukankah kamu lapar? Masih mau makan?" kata Yang Jian.
"Ah? Ini, sekarang juga? Bagaimana kalau kita bahas ini setelah keluar?" Jiang Yan terlihat heran.
"Kalau tidak mau ya sudah, aku juga tidak ingin memberikannya," kata Yang Jian.
Jiang Yan ragu sejenak, lalu berkata: "Kalau...begitu, tapi bisakah kau cepat selesai? Jangan terlalu lama."
"Cerewet sekali kau."
Yang Jian membuka senter, menerangi sekeliling, lalu mengeluarkan sebatang sosis dari sakunya.
"Ambil saja, kubeli pas sarapan pagi tadi harganya tiga yuan. Murah untukmu. Tapi hebat juga kau, di tempat angker begini masih mikirin sosis dalam sakuku."
Jiang Yan tertegun memandang sosis merek Shuanghui di tangannya. Ini...ini benar-benar sosis...
"Santai saja makannya, aku mau keluar dulu."
Yang Jian membuka pintu dan berjalan keluar sambil membawa senter.
Ia menyorotkan cahaya ke sekeliling.
Tak ada apa-apa, sunyi senyap, sangat tenang.
Tapi ketika cahaya menyinari beberapa bilik di sebelah, matanya terbelalak.
Pintu bilik yang sebelumnya retak akibat ditabrak hantu itu, sekarang...utuh kembali.
Ya, pintu bilik tertutup rapat tanpa retakan sedikit pun, benar-benar melawan hukum sains.
"Bertemu hantu memang bukan urusan ilmiah."
Yang Jian mengalihkan pandangan, tak ingin terjebak memikirkan kemampuan hantu itu.
"Mau ke mana? Ada hantu di luar, lebih baik tetap di sini sampai subuh saja?"
Jiang Yan keluar dengan hati-hati, rambutnya acak-acakan, pakaiannya tidak rapi, tangan masih menggenggam sosis.
Yang Jian berkata: "Saya masih ada urusan. Setelah susah payah memahami beberapa hal tentang hantu itu, tentu saya harus mencari masalah dengannya. Selain itu, tujuan saya datang ke sini juga untuk mencari keuntungan. Jika bos Tang itu mati, bukankah perjalanan saya ini sia-sia? Dia menawarkan hadiah satu juta uang di luar sana untuk menyelesaikan kasus kemalangan di mal ini. Saya datang khusus untuk ini."
Sambil berkata demikian, dia membawa senter keluar dari toilet.
Jiang Yan buru-buru menyusul: "Kalau kamu pergi, bagaimana dengan saya?"
"Kakak, saya bukan orang tua mu, bukan pengasuhmu juga. Bagaimana saya tahu harus bagaimana? Mungkin kau kembali saja ke toilet? Nanti setelah semuanya selesai saya beri tahu, baru kau bisa pergi." Yang Jian menoleh memandangnya.
"Tidak, tidak bisa! Bagaimana kalau hantu itu datang lagi saat saya di toilet? Lagipula, apa kau punya cara mengatasi hantu itu?" tanya Jiang Yan.
Yang Jian menjawab: "Bisa dibilang ada cara."
"Kalau begitu lindungi saya, ya?" pinta Jiang Yan merengek.
"Saya tidak kenalmu, kenapa harus melindungimu? Pahlawan menyelamatkan sang jelita itu perbuatan pahlawan, sedangkan pahlawan biasanya cepat mati. Jadi saya tidak mau jadi pahlawan, saya hanya ingin mengurus urusan sendiri." Yang Jian tiba di lantai satu mal, menyorotkan senter ke sekeliling.
Jiang Yan menyusul, menggandeng lengan Yang Jian: "Kalau begitu saya jadi pacarmu, bagaimana?"
"Imajinasimu tidak hanya muluk, tapi juga naif. Kau bahkan tidak tahu nama saya mau jadi pacar saya? Di luar sana siapa yang saling mengenal? Bukannya kau cuma ingin memanfaatkan saya?" Yang Jian menatapnya sinis.
“Yang saya katakan benar, saya tidak akan mengingkari janji.” Jiang Yan berkata.
Yang Jian berkata: “Saya tidak percaya padamu, dan menjadi pacarku juga tidak memberi manfaat apa pun bagi saya, malah hanya merepotkan. Jika tidak hati-hati, bisa membahayakan nyawaku. Pengalaman dengan rekan babi seperti ini bukan pertama kali saya alami.”
Sambil bicara, dia terus menyorotkan senter mencari sesuatu.
“Tidak mungkin, saya pintar, pasti tidak akan merepotkanmu. Percayalah padaku.” Jiang Yan bersikeras.
Hampir saja mentalnya runtuh. Sebagai akuntan di perusahaan, dirinya termasuk karyawan berkolar putih. Wajahnya pun cukup menarik. Meski tidak terlalu tinggi, tapi berkaki ramping dan berdada besar. Banyak yang mengejarnya selama ini. Tapi sekarang malah harus nempel ke seorang satpam kecil yang bahkan diremehkan.
Meski demikian, Jiang Yan tetap memaksa mempertahankan satpam muda ini.
Karena dia tahu, hanya orang inilah yang bisa melindunginya.
“Ketemu.” Sorot senter Yang Jian segera menangkap suatu objek.
Sebuah kepala manusia.
Kepala yang sudah membusuk dan mengeluarkan bau busuk menyengat.
Kepala ini adalah... Wei Xiaohong.
Dari tadi sampai sekarang masih di situ, tidak bergeser.
“Hantu yang dilihat Jiang Yan adalah Wei Xiaohong, sementara yang saya foto sebelumnya adalah Liu Qiang... Tidak ada alasan baginya untuk berbohong, dan saya pun mustahil salah memotret. Satu-satunya penjelasan adalah hantu ini bisa mengubah status? Baik Wei Xiaohong, Liu Qiang, bahkan Kak Li itu, atau karyawan lain...”
“Setiap orang berpotensi menjadi hantu.” Alis Yang Jian berkerut dalam-dalam.
“Tidak, sekarang kita harus memasukkan kelompok Bos Tang, Manajer Li, Master Luo ke dalam pertimbangan. Lagipula mereka sudah berada di sini cukup lama.”
"Untuk benar-benar menemukan siapa hantunya, kita hanya perlu pergi ke satu tempat saja."
"Ruang pemantauan."
Semua kejadian beberapa hari terakhir pasti terekam CCTV, asalkan kita mengambil rekaman di ruang pemantauan, semua ini akan menjadi jelas.
"Jiang Yan, kau tahu di mana ruang pemantauannya?" tanya Yang Jian.
"Di... lantai lima." jawab Jiang Yan.
Yang Jian berkata: "Bawa aku kesana, aku jamin kau akan keluar dari sini hidup-hidup."
"Benarkah?" Jiang Yan terlihat agak terkejut sekaligus senang.
"Benar, tapi syaratnya kau harus menuruti semua perintahku. Jika kau lari terbirit-birit karena takut sampai mati, aku tidak akan bertanggung jawab." kata Yang Jian dengan serius.
"Aku janji akan menuruti semua perintahmu!" Jiang Yan langsung bersumpah dengan penuh keyakinan.
Yang Jian berkata: "Kuharap kau bisa menepati janji, bukan untukku tapi untuk dirimu sendiri. Sekarang ikutlah... ke lantai lima."
Ia menengadah melihat ke atas.
Lantai atas meski remang-remang masih ada sedikit pencahayaan, lebih terlihat jelas dibanding kondisi lantai bawah.
Hanya saja di lantai atas sudah tidak ada gerakan sama sekali.
Tidak diketahui bagaimana kabar Bos Tang, Master Luo dan rombongannya, serta Pengendali Hantu Yan Li.
Mungkin mereka sudah kabur, atau mungkin sudah mati...
Tapi kita tetap harus memeriksanya. Jika benar mereka sudah mati, tidak ada lagi alasan untuk tetap bertahan di sini.
