"Liu Qiang, kau tidak menyadari ada yang tidak beres dengan dirimu?" tanya Yang Jian serius, matanya tak lepas darinya.
Liu Qiang tertegun melihat semua yang ada di video CCTV itu. Dia berusaha mengingat, tapi beberapa hal benar-benar tak bisa diingatnya. Seolah di beberapa momen, memorinya kosong. Biasanya jika tidak diperhatikan, sepertinya tidak ada yang aneh. Dirinya merasa hanya bekerja seperti biasa, tak melakukan hal istimewa.
"Yang Jian, maksudmu kepalaku juga sudah diganti seperti orang-orang di video itu?"
Liu Qiang menatapnya dengan wajah terkejut, ekspresi tak percaya.
"Sepertinya kau tak menyadari kondisimu. Aku tanya, sebelumnya ketika datang ke ruang pemantauan, kau ada di mana?" kata Yang Jian.
"Aku..." Liu Qiang hendak menjawab, tapi tiba-tiba tertegun.
Bagaimana caranya dia sampai ke ruang pemantauan?
Apakah langsung datang setelah listrik padam? Tapi rute mana yang dilalui? Bertemu siapa? Melihat apa?
Tak bisa diingat. Liu Qiang tak bisa mengingat, atau mungkin memang tak ada memori itu sama sekali.
Yang Jian berkata: "Kau bisa cek rekaman pengawasanmu, rekaman CCTV mal biasanya punya kemampuan night vision. Meski lampu luar mati semua, mungkin masih terlihat jelas."
"Aku coba cari..." Liu Qiang segera mencari rekaman pengawasannya sendiri.
Tak lama, dia menemukannya.
Waktu mundur ke saat Master Luo sedang mengadakan upacara ritual.
Seluruh anggota mal berkumpul di aula utama lantai satu menyaksikan ritual Master Luo.
Kemudian Yang Jian yang merasa itu lelucon, tidak bisa menahan diri menginterupsi ritual Master Luo, terjadi pertengkaran mulut di antara mereka.
Tapi dalam rekaman CCTV, Liu Qiang justru terlihat mengabaikan kejadian itu dan langsung meninggalkan tempat.
Tak ada yang memperhatikan kepergian seorang satpam.
"Aku... Kenapa saat itu aku pergi ke ruang listrik?" Liu Qiang terkejut melihat rekaman dirinya sendiri.
Setelah masuk ke ruang listrik, tak lama kemudian listrik mal padam.
Ternyata Liu Qiang sendiri yang mematikan listrik.
Yang Jian berkata: "Kau tidak ingat, bukan berarti tidak melakukannya. Lanjutkan lihat."
Setelah seluruh lampu mal padam, Liu Qiang membeku di tempat seperti patung, tak bergerak sama sekali. Tapi keadaan ini tidak berlangsung lama.
Dia segera bergerak lagi.
Berbalik menuju toilet lantai satu mal.
Melihat ini, Yang Jian langsung menyambungkan dengan kejadian sebelumnya - hantu yang datang ke toilet tadi adalah Liu Qiang.
"Tidak mungkin! Ini mustahil! Kenapa aku sama sekali tidak ingat melakukan ini?"
Liu Qiang berdiri mendadak, menatap Yang Jian dengan wajah dipenuhi ketakutan.
Yang Jian mundur selangkah, dia berkata serius: "Karena saat kau kehilangan ingatan itu, kau sudah bukan manusia lagi, melainkan... Hantu, atau digantikan oleh hantu. Alasanmu masih bisa menjaga ingatan hanyalah karena kepalamu masih utuh, belum sampai tahap membusuk. Beberapa hari lagi, saat kepalamu mulai membusuk, ingatanmu akan menghilang sepenuhnya."
"Jadi secara harfiah, kau sebenarnya sudah mati beberapa hari lalu. Coba raba lehermu, luka bekas penggantian kepala itu pasti masih ada. Jika kau bukan hantu, mustahil ada luka seperti itu."
Liu Qiang secara refleks meraba lehernya.
Telapak tangan melintasi kulit leher, retakan kecil itu langsung terbuka, memperlihatkan daging dan darah merah tua. Bau anyir menyengat pun menyebar.
Dia sudah mulai membusuk...
"Tidak mungkin! Aku tidak percaya! Tidak percaya kalau aku sudah mati. Aku jelas masih hidup dengan baik!"
Emosi Liu Qiang mulai memuncak. Dia terus-menerus meraba luka di lehernya, berusaha memverifikasi kebenaran perkataan Yang Jian sebelumnya.
Namun proses penggantian kepalanya oleh hantu sudah berlangsung beberapa hari. Luka yang sudah tidak rapat itu semakin melebar saat dirabanya, potongan kulit dan daging berjatuhan.
Bau busuk mayat semakin menyengat.
“Aku, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak ingin mati, Yang Jian, apa kau punya cara untuk menolongku?” Liu Qiang yang menemukan fakta ini langsung panik sepenuhnya, tangannya penuh noda darah mengeluarkan bau busuk, kepala di lehernya sudah bergeser posisi, memandangi Yang Jian dengan cara yang tidak wajar.
Dari matanya, Yang Jian melihat ketakutan, permohonan, serta keputusasaan...
"Maaf, aku tidak punya metode apa pun untuk membantumu." Katanya dengan serius: "Yang bisa kulakukan hanya mengingatkanmu, telepon keluarga dan ucapkan beberapa patah kata, ini satu-satunya yang bisa kaulakukan."
Liu Qiang menggigilkan tangannya mengeluarkan ponsel dari saku, matanya berlinang air mata, menunduk bersiap menelepon keluarga.
Namun begitu kepalanya menunduk.
Kepala yang sudah bergeser itu tak bisa lagi menopang posisinya di leher...
"Braak~!"
Suara benda berat jatuh bergema.
Kepala Liu Qiang terlepas dari lehernya dan jatuh ke lantai, berguling-guling beberapa kali di ubin sebelum akhirnya menabrak dinding dan berhenti.
Tubuh tanpa kepala itu langsung kaku, ponsel di tangannya baru saja menyala, namun pada akhirnya tak sempat digunakan.
Melihat sekilas kepala Liu Qiang yang tertutup mata, wajah pucat tanpa darah, Yang Jian menghela napas dalam hati.
Lagi-lagi orang yang jadi korban hantu gentayangan.
Menarik kembali pandangannya, ia memandangi Jiang Yan yang gemetar ketakutan sambil bersandar di dinding.
Yang Jian berjalan mendekat, dengan agak kasar menggenggam wajah halusnya dan menekan kepalanya ke tembok, lalu jarinya menggores keras lehernya.
"Kau ternyata bukan Hantu?" kata Yang Jian dengan nada terkejut.
Jarinya menyusuri lehernya, tidak menemukan luka itu.
Jiang Yan ketakutan sekaligus kesal: "Kau berani mencurigaiku sebagai Hantu?"
"Harus curiga. Kau juga pegawai mal, siapa tahu kepalamu sudah diganti? Siapa pun yang kepalanya diganti adalah Hantu, dan orangnya sendiri tidak tahu." Yang Jian melepaskan Jiang Yan.
"Lalu sekarang harus bagaimana? Di luar penuh dengan makhluk itu, bagaimana kita keluar dari sini?"
Jiang Yan tidak marah akan hal ini, malah takut Yang Jian yang marah. Dia menarik tangan pria itu dengan wajah memelas.
Yang Jian berkata: "Masih ada orang di dalam mal. Aku akan mengeluarkan mereka dulu baru pergi. Kunci pintu gerbang mungkin ada di Jie, ambil kunci darinya baru kita bisa pergi."
"Tapi sebelum pergi, kau harus tinggal di sini membantuku meninjau rekaman ini, mencari tahu status asli Hantu ini, usahakan temukan sumbernya."
"Ah, aku tidak ingin tinggal di sini, aku ingin ikut denganmu."
Jiang Yan kaget, buru-buru memeluk lengannya erat-erat tak mau melepaskan.
Yang Jian menggelengkan kepala: "Tidak bisa, aku butuh kau mengawasi CCTV. Kalau tidak, bagaimana aku tahu kapan ada Hantu mendekat? Bagaimana memastikan status terakhir Hantu itu? Aku tak punya waktu buang-buang di sini. Sebentar lagi hari gelap, malem nanti mal ini sama sekali tak jelas dipandang, situasi akan makin buruk buat kita."
"Ta-tapi di sini ada mayat Liu Qiang, aku takut..." Jiang Yan berkata dengan suara gemetar.
Yang Jian mengabaikannya. Ia mengambil ponsel dari tangan mayat Liu Qiang, lalu menghubungi ponsel pelacak satelit miliknya.
"Jaga sambungan telepon terus. Segera beri tahu jika ada keadaan darurat. Ingat satu hal: Jangan pernah membelakangi siapa pun! Hantu itu hanya bisa mengganti kepala manusia dari belakang. Selama kau berhadapan langsung dengan Hantu dan arah kepalamu tidak salah, Hantu itu tak akan menyerangmu."
Setelah berkata demikian, ia menaruh ponsel itu di tangan Jiang Yan.
"Aku... aku masih sangat takut," kata Jiang Yan.
"Lupa janjimu di lantai satu tadi? Kalau tidak patuh, kau takkan bisa keluar hidup-hidup. Kau orang pintar, harusnya tahu apa yang harus dilakukan. Asal kau berani sedikit, ini bukan masalah. Cukup omong kosong, waktunya bertindak."
Tanpa basa-basi lagi, Yang Jian langsung meninggalkan ruang pemantauan.
"Hei..." Jiang Yan ingin menahannya.
Tapi pintu gerbang sudah tertutup rapat dengan suara Braak!
Jiang Yan ingin menyusul, tapi langkahnya terhenti.
Di luar sana lebih berbahaya. Hanya satpam kecil ini yang punya nyali berjalan di mal penuh Hantu.
"Setelah ragu sejenak, dia akhirnya bertahan menggigit gigi, menahan ketakutan di hatinya sambil berjalan ke panel pemantauan, tangan mencengkeram erat ponsel Liu Qiang."
"Adapun mayat tanpa kepala Liu Qiang, dan kepala yang bersandar di tembok, dia sama sekali tidak berani melirik sekalipun."
"Halo, bisa dengar?"
Yang Jian berjalan di dalam mal, menghadap ke telepon satelit sambil berbicara.
"Ya, ya bisa dengar. Aku di sini sudah melihatmu." Suara panik Jiang Yan terdengar dari ujung telepon.
"Bagus. Perhatikan setiap gerakan di sekitarku dan segera beri tahu aku."
Yang Jian memasang telepon walkie-talkie itu di dadanya, lalu bergegas ke tempat dimana rombongan Bos Tang mengalami musibah.
"Di antara mereka ada Kak Li... dan dia adalah seorang Hantu."
"Jangan-jangan uang satu juta ini gagal?"
Dalam hati Yang Jian bergumam: "Tapi selama Jiang Yan kooperatif, aku bisa mendapat uang ini tanpa menggunakan kekuatan Mata Hantu."
Persis saat dia mulai bergerak, mal yang sebelumnya sepi dan lengang tiba-tiba dihuni bayangan-bayangan manusia yang muncul perlahan dari sudut-sudut tersembunyi dan toko-toko yang tutup.
Wajah mereka bermacam-macam, pucat pasi, mata terpejam, bergerak dengan kaku.
Jiang Yan yang menyaksikan adegan ini dari ruang pemantauan langsung pucat ketakutan.
Yang terdekat sudah berada di sebelah Yang Jian.
"Itu... makhluk-makhluk itu sudah muncul..." Suara Jiang Yan gemetar memperingatkan.
"Saya mengerti. Kau hanya perlu memberi tahu posisi Hantu di sekitarku, tak perlu ikut campur yang lain. Jangan lupa peringatanku sebelumnya," kata Yang Jian dengan nada tenang, membuat Jiang Yan sedikit lebih tenang.
