Setiap orang punya pilihan berbeda saat menghadapi situasi yang sama.
Jiang Yan yang tahu status Pengendali Hantu memilih tidak menjauhi Yang Jian, malah menaruh seluruh taruhannya pada pria itu.
Hanya yang pernah mengalami neraka yang paham indahnya dunia manusia.
Mereka yang pernah berhadapan dengan hantu gentayangan baru mengerti bahagianya hidup.
Di dunia yang sama sekali tak memberi rasa aman ini, biarpun Yang Jian berubah jadi hantu jahat, Jiang Yan tetap ingin mencari perlindungan padanya.
"Naik lagi, bagaimana kau tahu harga emas akan terus naik? Akhir-akhir ini aku juga memantau pergerakan harga emas, tapi menurutku harga sudah mencapai puncak dan kemungkinan besar akan turun. Fakta membuktikan setelah kenaikan cepat sesaat, tren harga emas mulai turun perlahan. Masuk dengan sepuluh juta uang sekarang ini sangat berisiko."
Jiang Yan yang duduk di depan komputer hanya mengenakan pakaian tidur tipis, tak peduli jika sedikit terlihat. Matanya bersinar penuh semangat menatap grafik harga emas di buku catatan.
Tepat saat pembukaan hari ini, harga emas awalnya turun lalu melesat naik terus.
Keputusan Yang Jian menginvestasikan sepuluh juta saat ini benar-benar beruntung.
"Aku tidak paham pasar saham, hanya yakin harga emas pasti terus naik. Cuma ingin cari untung uang saku saja," kata Yang Jian.
Jiang Yan bersemangat bertanya, "Mungkinkah kau dapat informasi dari dalam?"
"Tidak, cuma tebakan," jawab Yang Jian.
Tentu saja ini bukan sekadar tebakan. Emas sekarang bukan alat transaksi lagi, melainkan sumber daya strategis negara yang wajib ada dan terus terkikis.
Kenaikan harga sudah pasti.
Penjelasan ini justru membuat Jiang Yan yakin Yang Jian pasti tahu sesuatu. Mana mungkin tebakannya begitu akurat.
Bagaimanapun juga dia anggota polisi kriminal. Bahkan Tim Liu saja harus memberi hormat saat bertemu, jelas bukan sekadar satpam biasa.
"Setelah memikirkan ini, dia tak bisa menahan diri untuk membantu Yang Jian berdagang emas, bahkan menginvestasikan tabungan puluhan juta miliknya sendiri. Dia juga memilih leverage emas dengan risiko dan keuntungan terbesar, menggunakan modal minimal untuk mengambil keuntungan terbesar."
"Tentu saja risikonya juga besar."
"Sementara kau yakin harga emas akan naik, saya berencana menggunakan metode transaksi berisiko tinggi untuk menghasilkan keuntungan besar untukmu. Saya juga sudah investasikan uang saya sendiri, jika rugi jangan marah." Jiang Yan berkata.
"Urus saja sendiri asalkan kau membeli emas, yang lain tidak saya campuri." Yang Jian menjawab, dia percaya pada penilaiannya sendiri.
"Mengerti, serahkan padaku." Jiang Yan mulai bersemangat.
Tidak memperhatikan cara dia berdagang saham.
Waktu luang Yang Jian lebih banyak dihabiskan untuk menjelajahi situs Interpol.
Situs khusus yang dibangun berbagai negara, hanya bisa diakses oleh anggota Interpol.
Bukan tanpa alasan, hanya untuk memperdalam pengetahuan terkait.
Tapi di situs tersebut, Yang Jian tidak menemukan berita tentang hantu gentayangan yang mereka temui kemarin.
"Peristiwa sebesar ini mustahil tidak mendapat respons dari negara-negara... Tampaknya insiden besar ini sengaja ditutup-tutupi, tidak ingin diekspos secara terbuka."
Dia menggelengkan kepala, merasa sedikit kecewa.
Kerja sama antarnegara tidak erat, pantas saja Interpol juga membagi wilayah.
Tampak bersatu, tapi sebenarnya masing-masing mengurus diri sendiri.
Dalam tiga hari ini, Yang Jian jarang keluar apartemen, terus tinggal di apartemen Jiang Yan.
Sementara Jiang Yan sangat giat, menurutnya, modal awal 10 juta yuan kini sudah menjadi lebih dari 20 juta. Sekarang setiap hari memandangi angka-angka itu sampai sulit tidur karena terlalu bersemangat, seolah uang itu miliknya sendiri.
Tapi pagi ini, Yang Jian menerima sebuah panggilan telepon.
Dari Zhang Wei, katanya ada hal sangat serius yang perlu dibicarakan, meminta Yang Jian menentukan tempat untuk bertemu.
Setelah berpikir sejenak, Yang Jian merasa lebih baik pergi melihat.
"Aku ada urusan perlu keluar sebentar."
"Kau mau ke mana?"
"Jalan-jalan di sekitar," jawab Yang Jian.
Jiang Yan buru-buru bertanya, "Lalu malam ini kau akan kembali atau tidak?"
"Tentu saja."
Setelah berkata demikian, Yang Jian langsung keluar rumah.
Mengemudi di tengah keramaian kota, sulit dibayangkan meski peristiwa supranatural sering terjadi di dunia ini dan Kota Dachang pun mengalami beberapa kali, kebanyakan orang seolah tidak merasakan apa-apa, tetap melakukan aktivitas seperti biasa tanpa pengaruh berarti pada kehidupan mereka.
"Terkadang ketidaktahuan memang suatu kebahagiaan."
Yang Jian membuka jendela mobil, memandangi kerumunan pejalan kaki di trotoar sambil menghela napas dalam hati.
Tak lama kemudian, ia tiba di area pejalan kaki yang telah disepakati dengan Zhang Wei.
Zhang Wei sudah datang lebih dulu. Saat ini dia berdiri di tengah kerumunan, tampaknya sedang berselisih dengan seseorang hingga hampir bertengkar.
"Aku Zhang Wei berdiri di sini berdebat bukan untuk membuktikan kehebatanku atau kesombonganku, tapi agar kalian semua tahu bahwa apa yang hilang dariku pasti akan kurebut kembali dengan tanganku sendiri..." Dia mengulurkan jari, menunjuk ke tanah dengan nada bicara penuh keyakinan.
"Zhang Wei, kau teriak-teriak apa? Pagi-pagi sudah meneleponku, ada masalah apa sebenarnya?" teriak Yang Jian.
Mendengar namanya dipanggil, Zhang Wei mengangkat kepala dan melihat kedatangan Yang Jian. Seketika wajahnya berseri: "Yang Jian, aku di sini! Kalian minggir sedikit, minggir! Untuk hari ini urusannya kita hentikan dulu."
"Bicara sambil menunjuk seseorang,"Aku bukan takut padamu, juga bukan mencari alasan untuk kabur. Tapi aku tidak mau teman-temanku melihat sisi kejamku. Hari ini kau beruntung."
"Kau bertengkar dengan siapa? Kayaknya hampir adu fisik. Ada masalah apa?" Yang Jian bertanya.
Zhang Wei terkekeh sinis,"Ada siswa SMP yang sikapnya sangat jahat. Beli es krim berani nyerobot antreanku. Barusan aku lagi ngajarin dia artinya kekejaman orang dewasa."
“……”
"Sudahlah, lupakan. Ayo ke kafe sana duduk. Kebetulan aku ada hal yang mau kubicarakan denganmu." Kata Zhang Wei.
Setelah kedua orang itu duduk di kafe.
"Akhir-akhir ini sibuk apa? Masih kerja di mal itu? Kemarin aku ke sana, dengar-dengar ada kasus pembunuhan sampai ditutup total. Bosnya namanya Tang An ya?" Tanya Zhang Wei.
"Kok kau bisa tahu sedetail ini?" Yang Jian heran.
Zhang Wei menjawab,"Mal itu dibangun ayahku. Sebelumnya aku sudah tanya-tanya ke beliau. Jujur saja, apakah tempat itu benar-benar angker?"
"Tebakanmu tepat, memang ada hantunya." Kata Yang Jian.
"Sial! Memang selalu begitu. Tempat yang tiba-tiba dikunci dan dijaga ketat pasti ada setannya. Dulu sekolah begitu, kompleks perumahan begitu, sekarang mal ini lagi... Aku rasa bumi sudah tidak layak ditinggali. Kalau bisa imigrasi ke Mars, aku yang pertama daftar."
Zhang Wei gemetar ketakutan.
"Tapi sekarang sudah tidak ada masalah. Urusan di sana sudah beres. Ngomong-ngomong, ada perlu apa kau cari aku?" Tanya Yang Jian.
Zhang Wei berkata: "Sebenarnya saya sudah lama ingin mencari kau untuk menanyakan sesuatu."
"Ada apa?" Yang Jian bertanya.
Zhang Wei mengerutkan alutnya dalam-dalam, wajahnya menunjukkan situasi ini tidak sederhana. Ia berbisik: "Tadi malam saat saya main game PUBG di komputer, terjadi peristiwa supranatural. Saya curiga ini mungkin tempat angker, mungkin ada kutukan mengerikan seperti di kisah-kisah forummu."
"Bisa dijelaskan lebih detail?" tanya Yang Jian.
"Waktu itu sudah babak final... Di pojok kanan atas tertulis tidak ada pemain lain, tapi tiba-tiba saya mati misterius. Layar menampilkan 'Gagal Menang'."
"Kalau cuma sekali mungkin bisa dijelaskan, tapi ini sudah tiga kali berturut-turut! Menurutmu apa ada Hantu yang main game? Saya sampai takut tidak bisa tidur semalaman, sekarang kelopak mata saya hampir tidak bisa dibuka. Makanya tadi saya mau beli es krim biar semangat." Zhang Wei bertanya dengan serius.
Yang Jian menjawab tulus: "Menurutku kau bukan ketemu Hantu, tapi... ketemu cheater."
"Tidak mungkin," Zhang Wei memandangi Yang Jian heran: "Benar cheater? Apa tidak mungkin itu Hantu?"
Yang Jian berkata: "Kau kebanyakan mikir. Mutlak tidak mungkin, itu cheter. Kau dibunuh cheater tiga kali."
"Oh begitu rupanya... Saya kira ketemu Hantu." Zhang Wei tercekat dalam hening yang dalam.
