Suara ketukan pada kotak telah berhenti.
Dan tak pernah terdengar lagi.
Bagi Yang Jian, ini hanya ada dua kemungkinan: pertama, hantu ini lelah mengetuk... Tentu saja mustahil.
Kemungkinan kedua, Hantu Tak Berkepala dalam kotak sudah dilepaskan.
Adapun kemungkinan ketiga... Yang Jian sama sekali tak bisa membayangkannya.
Saat ini, ruangan gelap kembali hening.
Tidak ada suara ketukan, juga tidak ada langkah kaki.
Tidak ada suara sama sekali.
Yang berbeda dari sebelumnya adalah, kali ini keheningan bertahan sangat lama, jauh melebihi waktu-waktu sebelumnya.
Dan... batuk itu tidak pernah terdengar lagi sejak awal.
Tidak tahu apakah ini petunjuk penting.
"Hantu itu tidak bergerak... Hantu tak berkepala juga sepertinya tidak muncul, mengapa semua ini begitu ganjil."
Yang Jian sebelumnya sudah mempersiapkan diri untuk mati di sini, tapi sekarang...
Dia merasa dirinya masih bisa diselamatkan.
Karena waktu kelumpuhan hampir berakhir.
Mata hantu dalam tubuhnya mulai mereda gejolaknya, tubuhnya perlahan memulihkan sensasi.
Asalkan Yang Jian bisa bergerak lagi, bahkan menghadapi Hantu Tak Berkepala pun tidak akan takut.
Mungkin hantu itu sudah tahu Yang Jian akan pulih, atau mungkin karena waktu tertentu telah tiba.
Langkah kaki kembali bergema.
Hantu itu mulai menjauh dari arah lemari, perlahan mundur ke pintu rumah, lalu keluar ruangan menyusuri tangga turun pelan-pelan, langkah kakinya yang jelas bergema di lorong... Ia akan pergi.
Hampir bersamaan dengan saat ia turun.
Yang Jian mendapatkan kembali kendali tubuhnya.
Dia segera menguasai tubuhnya sendiri, langsung melompat dari ranjang, sementara tangannya meraba dinding dan segera menyalakan lampu ruangan.
Penerangan langsung menyala terang, menghalau kegelapan.
Segala sesuatu di sekitar kini terlihat jelas.
Yang Jian segera menatap ke arah lemari pakaian.
Saat ini lemari pakaian terbuka, sebuah kotak emas tergeletak di lantai namun sudah berubah bentuk. Sebuah cekungan muncul di tengah kotak yang hampir membelahnya.
Tapi kelenturan emas dan ketelitian Yan Li saat memesan kotak ini tanpa mengurangi material.
Akhirnya kotak itu tidak terbuka juga.
"Hah~!"
Melihat ini, Yang Jian sedikit lega.
Hasil terbaik muncul - kotak belum terbuka, Hantu Tak Berkepala di dalamnya belum kabur. Soal kotak yang penyok, tidak masalah. Emas hanyalah wadah yang tidak terikat bentuk.
Tapi yang ganjil... di atas kotak itu menutupi selembar kulit manusia.
Itu adalah kertas kulit manusia yang dia bawa dari sekolah.
Meski penuh tanya di hati, sekarang bukan saatnya memikirkan hal itu.
Yang Jian segera membereskan barang-barangnya, menyembunyikan koper, lalu membawa senjata dan langsung menyerbu keluar.
"Ini adalah krisis sekaligus kesempatan bagiku... Setidaknya hantu itu muncul. Meski tidak melawannya, aku harus tahu statusnya, posisinya, dan wujudnya..."
"Jika membiarkannya pergi begitu saja, mungkin tidak akan ada kesempatan sebaik ini lagi."
Meski hati dipenuhi ketakutan dan kecemasan.
Dia tetap mengejar hantu yang pergi itu. Bagaimanapun, kedatangannya ke Desa Huanggang adalah untuk memperjuangkan kesempatan bertahan hidup. Jika takut mati, takkan dia datang ke sini.
Pintu gerbang lantai satu terkunci rapat.
Tapi di luar terdengar langkah kaki yang menjauh.
Jelas, hantu itu telah meninggalkan rumah Liu Genrong dan mulai menuju tempat lain.
"Kejar~!"
Yang Jian membuka pintu gerbang, langsung mengejar keluar. Di dahinya, sebuah mata hantu menembus daging dan kulit muncul, mata merah darah menyampaikan pandangan yang aneh.
Sebuah dunia yang diselimuti cahaya merah.
Tak lagi gelap.
Pandangan Mata Hantu mampu menembus kegelapan dan ilusi wilayah hantu. Meski tanpa menggunakan wilayah hantu kemampuannya terbatas, setidaknya ini tetap sebuah kemampuan khusus.
"Di depan."
Yang Jian mengejar ke arah itu, Mata Hantunya mengamati, berusaha melihat wujud hantu tersebut dengan jelas.
Tapi sebuah belokan menghalangi pandangan, suara langkah kaki bergema dari gang kecil.
"Jika menggunakan wilayah hantu, pasti bisa langsung menyusul hantu itu... Tapi menggunakan wilayah hantu tanpa memahami hantu tersebut sama sekali jelas sangat bodoh."
Meski hatinya sangat ingin mengetahui wajah asli hantu ini.
Namun konsekuensi penggunaan wilayah hantu membuat Yang Jian menahan dorongan sesaat ini.
Lagipula, menyerbu pun belum tentu bisa mengurungnya.
Terus mengejar.
Suara langkah kaki di depan semakin mendekat.
Hanya perlu belok di depan untuk melihatnya.
Namun sesaat kemudian.
Saat Yang Jian belok dan berlari mendekat, pemandangan di hadapannya membuatnya tertegun.
Orang di depannya sama sekali bukan hantu, melainkan anggota Klub Kecoak yang datang ke Desa Huanggang bersamanya siang tadi... Zhang Han.
"Yang Jian? Bagaimana mungkin kau?"
Zhang Han juga terlihat sangat terkejut melihatnya, lebih dari saat bertemu hantu. Dengan aktif dia membuka pembicaraan.
“Kalimat inilah yang ingin kukatakan, aku mengejar langkah kaki seekor hantu hingga sampai di sini, tapi setelah belok ternyata yang kulihat adalah kau. Benarkah kau Zhang Han?” Yang Jian mengerutkan keningnya, di tangannya tergenggam pistol berwarna keemasan.
Peluru sudah terisi di magazen.
Bukan untuk membunuh hantu, hanya refleks berjaga-jaga.
Zhang Han membalas kesal, "Tentu saja aku Zhang Han! Justru kau yang mencurigakan. Aku juga mengejar suara langkah kaki tadi, mengira kau adalah hantu. Untungnya kulihat wajahmu dengan jelas, bikin kaget!"
Mendengar perkataannya,
Hati Yang Jian mendadak dingin: "Apa kita sedang dipermainkan? Atau mungkin jumlah hantu di sini lebih dari satu... Yang kau kejar berbeda dengan yang kutemui."
"Tidak terlalu jelas, tapi suara langkah kakinya memang menghilang di sekitar sini." Zhang Han juga terlihat serius.
"Tap, tap-tap~!"
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari lorong sempit di samping.
"Braak~!"
Tanpa pikir panjang, Yang Jian mengarahkan pistolnya ke sumber suara sambil membuka mata ketiga di dahinya.
"Aah~!"
Terdengar jerit kesakitan. Mata hantunya melihat seseorang terjatuh sambil mengeluarkan darah dari tubuhnya.
"Yang Jian, kenapa sembarangan menembak? Kau mengenai orang!" teriak Zhang Han kaget.
Yang Jian berkerut dahinya: "Penduduk desa sudah tidur semua. Larut begini bahkan anjing pun tak menggonggong. Langkah kaki yang muncul tiba-tiba - siapa tahu itu hantu. Lebih baik ditembak dulu."
“Untung tadi kau melihatku lebih dulu, kalau tidak pasti kau sudah menembakku.” Zhang Han berkata dengan rasa was-was.
Baru terlihat, di tangan Yang Jian selalu memegang sebuah pistol.
“Orang itu sepertinya anggota klub, kau mungkin mengenalnya, tapi entah apakah tembakan tadi berhasil membunuhnya atau tidak.” Kata Yang Jian.
Beberapa saat kemudian.
Sebuah vila kecil yang disewa sementara oleh anggota klub.
Seorang pria dengan wajah pucat sedang menutupi lukanya yang berdarah, sementara Zhang Han di sebelahnya sedang membalut lukanya.
Selain mereka berberapa, para Pengendali Hantu lainnya juga hadir.
Kejadian hantu di malam hari ini sepertinya mengagetkan semua orang.
“Ouyang Tian, ada kabar buruk untukmu, burungmu tertembak hilang.” Zhang Han dengan ekspresi penuh pengertian berkata sedih: “Kehilangan semuanya, bersih tanpa sisa, aku curiga Yang Jian sengaja membidik bagianmu itu.”
Yang Jian melirik: “Omong kosong, aku jelas membidik kepalanya, peluru yang nyasar ke burungnya itu bukan salahku.”
“Tapi memang ini kesalahanku, Ouyang Tian, aku harus minta maaf padamu, maaf.”
Sambil berkata demikian, matanya memancarkan ketulusan dan penyesalan.
Ouyang Tian dengan wajah dingin penuh amarah: “Kau menembakku, lalu hanya bilang maaf saja sudah selesai?”
“Aku sudah minta maaf, kau masih mau apa? Laporkan aku ke polisi?”
Yang Jian berkata: “Malam-malam di desa yang angker ini, kau berjalan-jalan tanpa menyalakan lentera, kecelakaan seperti ini wajar saja terjadi.”
“Kalau kau tembak saya satu kali, masalah ini kita anggap selesai. Bagaimana?” Ouyang Tian dengan wajah pucat pasi juga mengeluarkan pistol dari belakang dan mengarahkannya ke arahnya.
Yang Jian berkata: “Meskipun begitu, burungmu tetap tidak akan hidup kembali. Balas dendam hanya akan berujung lingkaran setan. Lagipula saya masih remaja, tidak bisakah kau mengalah sedikit?”
“Kubilang ibumu!” Ouyang Tian tanpa ragu langsung menembak.
Dia membidik kepala Yang Jian.
Tapi alih-alih kepala pecah seperti yang dibayangkan, Yang Jian justru menyampingkan kepalanya tepat waktu, menghindari peluru itu.
“Sekarang... seimbang?” Mata hantu di dahi Yang Jian menatapnya tajam.
“Baru akan seimbang jika saya yang bilang!” Ouyang Tian ingin menembak lagi.
Tapi kali ini Yang Jian juga mengarahkan pistol ke kepalanya: “Satu tembakan balas satu tembakan, adil. Jika kau ingin lanjut, saya bisa temani bermain sepanjang malam, lihat siapa yang mati duluan.”
“Sudah, sudah, cukup! Ouyang Tian, sekali tembak sudah cukup. Kalau diteruskan nanti malah berkelahi. Di desa ini masih ada hantu gentayangan, adu domba sekarang sama saja bunuh diri. Lagipula burungmu cuma hilang, yang penting kau masih hidup. Nanti setelah kau taklukkan hantu lain, luka apapun bisa pulih.”
Zhang Han buru-buru menarik Ouyang Tian dan menjadi penengah.
