“Setelah Qian Feng pergi, Jiang Yan memandangi Yang Jian dengan tatapan aneh.”
“Tidakkah kau sadar? Qian Feng sengaja merendahkanmu dengan sikap memandang rendah, kenapa kau begitu sungkan padanya? Langsung usir saja, tak perlu memikirkan perasaanku.”
“Lagipula niatnya mendekatiku sangat oportunistis. Sejujurnya aku tidak suka tipe pria seperti itu, hanya karena dulu sekelas saja aku masih mau mentolerirnya.”
“Jadi nanti setelah dia keluar, carilah cara untuk mengusirnya. Aku yakin kau pasti punya akal.”
Dia tidak ingin Qian Feng terus mengganggu, khawatir menimbulkan salah paham yang membuat Yang Jian curiga padanya.
“Dia cuma orang biasa, tak perlu dihiraukan. Masa karena dikata-katai sedikit langsung mau membunuh keluarganya?” kata Yang Jian. “Kalau begitu caranya, mana bisa dapat teman.”
Jiang Yan merasa pola pikir Yang Jian aneh – masa masih ingin berteman dengan orang seperti itu?
“Tapi teman sekelasmu ini juga sangat kubenci. Bagaimana kalau nanti kita cari kesempatan untuk membunuhnya saja?” lanjut Yang Jian.
“……”
Jiang Yan membelalakkan matanya, memandangi sang suami dengan perasaan campur aduk.
“Tadi katanya mau berteman?”
“Siapa suruh dia menghina tadi,” jawab Yang Jian.
Jiang Yan berkata: “Bukannya kau bilang tidak keberatan?”
“Awalnya memang tidak, tapi setelah kurenungkan rasanya agak merugi. Ternyata aku masih merasa tersinggung. Maklum, aku ini memang berhati sempit.”
“Kalau gitu, kau benar-benar tidak akan membunuhnya? Dia hanya memarahimu sekali saja.” Jiang Yan berkata dengan gelisah dan cemas.
Kalau orang lain yang bilang begitu pasti dianggap membual, tapi kalau Yang Jian yang mengatakannya, dia tidak bisa tidak curiga itu benar.
“Tergantung apakah dia bisa membaca situasi.” Kata Yang Jian sambil melanjutkan menyantap makanannya.
Jiang Yan takut untuk bicara lagi, hanya bisa duduk diam di sebelahnya.
Jika Yang Jian benar-benar berniat bertindak keras, dia tidak bisa mencegahnya. Hanya bisa berharap Qian Feng lebih waspada dan jangan macam-macam dengannya, kalau tidak benar-benar bisa terjadi musibah.
Tak lama kemudian.
Qian Feng keluar dari kamar mandi.
Setelah merapikan pikirannya, baru saja duduk dia langsung berkata: “Yang Jian, kau tidak keberatan kita lanjutkan pembicaraan tadi? Aku ulangi perkataanku sebelumnya: Aku ingin kau menjauhi Xiao Yan. Dia sama sepertiku lulusan kampus, langsung jadi karyawan berkolar putih setelah lulus. Baik pekerjaan, keluarga, maupun kebiasaannya, semuanya tidak bisa dibandingkan denganmu.”
“Penampilanmu seperti ini tidak bisa memberikannya apapun yang diinginkan. Jadi, melepaskannya akan menjadi hal baik bagi kalian berdua...”
“Braak~!”
Yang Jian mengeluarkan sesuatu dari bawah meja, menepukkannya keras di atas meja sambil berkata: “Lanjutkan.”
Kemudian dia kembali menyantap makanannya.
Qian Feng tertegun. Ketika matanya melihat jelas benda di atas meja, pupilnya langsung menyempit.
Sebuah pistol berwarna keemasan yang indah seperti karya seni. Logam beratnya memantulkan cahaya dingin. Laras hitam legam itu entah sengaja atau tidak, sedang mengarah ke dirinya.
Pistol?
"Ini ternyata sebuah pistol, dari mana Yang Jian mendapatkan benda semacam ini."
"Palsu, pasti palsu."
"Wajahnya berubah sebentar, lalu tersenyum lagi: 'Permainan anak kecil sepertimu tidak akan membuatku takut. Mau menakutiku dengan mainan replika? Kau pikir aku mudah ditipu? Jika sampai tertipu oleh orang sepertimu, berarti belasan tahun studiku sia-sia. Lagipula, meski ini asli, di hadapan cinta apa artinya sebuah pistol? Masak aku takut kau menembakku mati?'"
"Lebih baik kau menyerah saja. Jangan pakai strategi kekanak-kanakan ini, percuma. Kau tidak pantas untuk Xiao Yan..."
"Yang Jian tidak berbicara, hanya mengeluarkan beberapa peluru dari saku, lalu mengisi peluru, memasang magazen, semua dilakukan dalam satu gerakan."
"Braak~!"
"Pistol yang sudah terisi magazen kembali ditepukkan ke meja, dia melanjutkan makan dengan kepala tertunduk."
"Menyaksikan rangkaian gerakan ini, Qian Feng tertegun sejenak, kemudian keringat dingin mulai mengucur di dahinya."
"Benda ini sepertinya asli~!"
"'Kakak, tadi saya sampai di mana? Oh ya, kalau kau tidak pantas untuk Xiao Yan, maka tidak ada yang pantas di dunia ini. Menurutku penilaian Kakak Ipar sangat tepat, dia langsung melihat pahlawan sejati yang tersembunyi di pasar ini. Gaya berpakaianmu yang bebas, cara makanmu yang seenaknya, semuanya membuktikan kau adalah pria luar biasa.'"
"Qian Feng dengan ekspresi serius berkata: 'Seperti kata pepatah, Meiren mencintai pahlawan, pahlawan mencintai Meiren, kalian adalah pasangan yang ditakdirkan langit dan bumi. Berkesempatan menyaksikan hal ini hari ini benar-benar kehormatan terbesar dalam hidupku.'"
“Tidak tahu kapan Kakak dan Kakak Ipar menikah, tolong pastikan memberi kabar. Tak peduli saya di ujung dunia atau sudut lautan, pasti akan datang tepat waktu.”
“Qian Feng, kau bicara apa? Tadi sikapmu bukan seperti ini.” Jiang Yan memandanginya dengan heran.
Qian Feng tertawa: “Kakak Ipar salah lihat ya? Tadi saat pertama kali bertemu Kakak, saya belum sepenuhnya memahami Kakak, jadi sengaja bicara omongan tak jelas untuk menguji Kakak. Ternyata, Kakak memang pahlawan sejati, gunung Tai runtuh di depan mata pun tak mengubah raut wajah. Keagungan hati seperti ini saya benar-benar tak bisa menandingi.”
“Sekarang ingat-ingat lagi rasanya konyol, kata-kata kasar tak pantas itu malah dipakai untuk menguji Kakak.”
“Saya bersalah, menghukum diri sendiri minum tiga gelas sebagai permintaan maaf pada Kakak.”
Sambil berkata demikian, dia mengambil cola di sebelahnya dan menenggak habis, tangannya masih gemetaran sampai gelas hampir tak bisa dipegang.
Melihat Qian Feng ketakutan sampai begini, Jiang Yan antara kesal dan geli: “Lantas kau masih mau menyewa di seberangku?”
Yang Jian meliriknya.
Qian Feng segera menjelaskan: “Salah paham, ini semua salah paham! Saya cuma bicara asal-asalan. Soal menyewa rumah? Mustahil! Saya sama sekali tidak tinggal di Kota Dachang. Kakak Ipar harus percaya, saya bisa bersumpah di atas langit – kalau benar saya menyewa di seberang Kakak Ipar, nanti keluar pintu langsung ditabrak mobil!”
“Hm?”
Tiba-tiba, Yang Jian seperti merasakan sesuatu. Kepalanya menengadah memandang gedung tinggi di kejauhan.
"Di jalan luar, tanpa disadari sudah banyak orang berkumpul. Mereka semua menengadah melihat ke atas, bergosip ramai, sepertinya ada situasi yang sedang terjadi."
Mendengarkan dengan serius.
Dia mendengar orang-orang membicarakan tentang lompat dari lantai, kebakaran, dan sejenisnya.
"Tidak, tidak benar."
Mata Yang Jian menyipit. Perasaan ini sangat kuat, mata hantu di bawah kulitnya hampir melompat, seolah terstimulasi oleh sesuatu di luar.
"Pergi dari sini."
Dia menyimpan pistolnya dan tiba-tiba berdiri.
Gerakan mendadak ini membuat Qian Feng ketakutan sampai bersujud, memeluk kepalanya sambil merintih: "Kakak, kasihani nyawaku... Aku sebelumnya tidak sengaja, lepaskan aku..."
"Apa yang terjadi?"
Jiang Yan merasa cemas melihat reaksi Yang Jian.
"Ada peristiwa supranatural terjadi di sekitar sini."
Yang Jian mengumpulkan barang-barangnya, mengambil tas di lantai dan bersiap pergi.
Jiang Yan panik menggenggam lengannya: "Bawa aku ikut!"
Sebagai korban selamat dari peristiwa supranatural di mal, tak ada yang lebih dia takuti selain hantu.
