"Ini rumahmu?"
Yang Jian mengantar Zhang Wei ke sebuah area yang mirip perkebunan?
Sama sekali tak terlihat gedung pencakar langit. Seluruh area ini dipenuhi kompleks perumahan mewah. Vila di lokasi pusat kota seperti ini harganya minimal puluhan miliar.
Hanya orang kaya yang bisa tinggal di sini.
"Tidak, ini cuma salah satu rumahku." Zhang Wei mengangkat alutnya dengan bangga.
“……”
Baiklah.
Seharusnya dia tidak bertanya, memberi kesempatan si ini pamer.
"Tuan, mohon hentikan mobilnya."
Saat itu juga, satpam kompleks menghalangi mobil Yang Jian.
"Ada perlu apa, Kakak?" tanya Yang Jian sambil menurunkan kaca jendela.
"Tuan bukan penghuni sini kan? Peraturan kami melarang non-penghuni masuk," kata satpam. "Mohon kerjasama Tuan."
"Zhang Wei, tidak mau bicara sesuatu?" kata Yang Jian.
"Tuan, apa yang sedang dilakukan teman Anda ini?" Satpam melihat samar Zhang Wei memegang pistol, langsung siaga.
"Aku sedang latihan menembak. Ada masalah?"
Zhang Wei menengadah bingung: "Kenapa halangi mobil? Ini temanku yang mengantarku. Bisa fleksibel dikit?"
Satpam memeriksa dengan curiga, akhirnya mengenali Zhang Wei. Matanya menangkap Desert Eagle emas di tangannya, bahkan peluru di sebelahnya.
Setelah berpikir sejenak, akhirnya ia melambaikan tangan memberi izin.
“Sudah baik-baik saja, kalian bisa masuk.”
“Terima kasih.” Kata Yang Jian sambil menyetir masuk.
“Sistem keamanan di sini benar-benar ketat. Tempat tinggal orang kaya memang beda. Ngomong-ngomong, main pistol seenaknya di mobil gini gampang dilaporin. Ga bisa lebih hati-hati?”
Zhang Wei berkata: “Para satpam di sini ga akan ikut campur. Mau bawa pistol atau bahkan roket pun mereka ga peduli. Urusan pribadi penghuni dijamin kerahasiaannya. Dulu pernah kulihat ada yang pelihara harimau di kompleks.”
“Bercanda? Binatang itu bisa dipelihara?”
“Anakan harimau, ukurannya kaya anjing. Tapi ga lama dipelihara langsung dilaporin penghuni lain, akhirnya dikirim ke kebun binatang. Polisi juga datang.” Zhang Wei melanjutkan: “Tapi itu belum seberapa. Pernah kulihat anak orang kaya sedang menyuapi cewek di taman, satu tangan pegang tali.”
“Menyuapi cewek?” Tatap Yang Jian.
Zhang Wei menjelaskan: “Talinya diikat di leher, disuruh merangkak di tanah kaya anjing. Katanya salah satunya mantan selebriti kelas tiga.”
“Sial! Kalian orang kaya ini benar-benar psikopat.” Bentak Yang Jian.
“Aku juga rasa mereka gila. Aku sering merasa jadi orang aneh karena tidak segila mereka, sulit akur. Dulu sempat kupikir jangan-jangan aku yang tidak normal? Sekarang aku paham, yang tidak normal justru mereka.” Zhang Wei mengangguk penuh keyakinan.
“Aku juga akhirnya paham, alasan kau bisa sekompeten ini.” Sahut Yang Jian.
Rupanya sejak kecil dia tinggal di antara orang-orang kaya yang psikopat.
“Vila di depan itu rumahku.” Zhang Wei menunjuk ke depan.
Tak lama kemudian.
Sebuah vila dengan luas tanah hampir seribu meter persegi muncul di depan mata. Halaman depan dilengkapi kolam renang, sementara halaman belakang ditanami banyak pohon hias langka yang mahal. Dari penampilan luarnya saja sudah terlihat bahwa ini bernilai sangat tinggi.
"Anak orang kaya ini bukan yang biasa," batin Yang Jian.
Tingkat kekayaan anak orang kaya juga bervariasi. Level Zhang Wei diperkirakan memiliki kekayaan keluarga minimal puluhan miliar, sudah termasuk kategori orang kaya baru.
Namun saat ini area sekitar vila telah dipasang batas pengamanan dengan seorang polisi berjaga. Di sekitarnya juga terpampang papan peringatan bertuliskan:
『Kebocoran pipa gas alam, berbahaya! Jangan mendekat』
"Ini perintah Komandan Liu untuk memblokir area ini." Yang Jian ingat sebelumnya dia pernah menghubungi Komandan Liu lewat telepon.
Meminta Komandan Liu mengirim personel untuk mengamankan tempat tinggal Zhang Wei.
Tujuan utamanya adalah mengantisipasi kemungkinan aktivitas hantu di rumah Zhang Wei demi keselamatan keluarganya. Dari sisi Komandan Liu, tentu ingin mencegah perluasan peristiwa supranatural yang bisa meningkatkan korban jiwa di Kota Dachang. Jadi baik secara resmi maupun pribadi, area ini harus diamankan.
Alasan palsu tetap menjadi metode terbaik untuk menutupi kebenaran yang sebenarnya.
Jika tidak, para orang kaya yang tinggal di sini pasti akan kabur secepatnya jika tahu tempat ini angker.
"Halo, Bapak Polisi. Saya Yang Jian dari unit kriminal yang ditugaskan Komandan Liu untuk menangani kasus khusus di sini. Saat ini saya perlu memasuki bangunan ini." Langsung saja Yang Jian menyampaikan maksudnya.
"Anda Yang Jian, kan? Kita pernah bertemu di Mal Furen sebelumnya. Kamu bisa datang sungguh sangat membantu. Tanpa kehadiranmu, kasus ini mungkin akan tertunda lama." Sang polisi terlihat lega.
“Lagipula memblokir rumah yang mungkin angker seperti ini, tekanan psikologisnya sangat besar.”
Yang Jian berkata: “Serahkan urusan di sini padaku, kalian bisa menarik tim kembali.”
“Ini harus saya minta instruksi dulu.” Polisi itu menjawab: “Silakan masuk... harap berhati-hati.”
“Terima kasih.”
Yang Jian mengangguk, baru kemudian memasuki vila ini.
Sebenarnya dia sangat paham.
Rumah ini tidak ada hantunya, semuanya normal. Hantu di cermin itu sebenarnya selalu mengikuti Zhang Wei.
“Ada apa denganmu? Berdiri di depan pintu tidak masuk?” Saat Yang Jian masuk, dia melihat Zhang Wei ragu-ragu di depan pintu.
“Rumah ini mungkin berhantu, Kak Kaki. Aku tidak ikut masuk saja, kau saja yang pergi. Aku juga tidak bisa membantu.” Zhang Wei tersenyum kecut.
Yang Jian berkata: “Kalau tidak masuk bagaimana masalah ini diselesaikan? Kalau masih banyak cerewet begini, aku tidak mau ikut campur lagi. Peristiwa gaib ini terjadi mengikutimu, nanti kalau sampai mati jangan salahkan kami temanmu yang sudah berusaha menolong.”
“Tidak perlu lepas sepatu. Di rumah ada jus, kopi, mau minum apa?” Zhang Wei tiba-tiba menyerbu masuk ke dalam rumah.
“Berikan aku segelas jus saja...”
Zhang Wei berkata: “Jusnya kayaknya sudah bau, beberapa hari tidak pulang, tidak ada tante yang merapikan.”
“Kalau begitu kopi saja.”
“Aku tidak bisa menyeduhnya.”
“Air putih saja.” Kata Yang Jian.
“Kayaknya airnya mati.” Jawab Zhang Wei.
Yang Jian berkata: “Kalau begitu tidak usah.”
“Masa begitu saja? Ini pertama kali kau ke rumahku, tentu harus kujamu baik-baik.” Zhang Wei bersikeras: “Tidak boleh dianggap remeh! Katalah, mau minum apa?”
“Rumahmu tidak punya apa-apa, mau minum apaan!” Bentak Yang Jian.
"Bagaimana kalau kita berkompromi, kubuka botol Lafite untukmu? Aku ingat masih ada beberapa kardus di gudang anggur, juga ada Moutai." Zhang Wei berkata: "Kau tunggu ya."
"Sudahlah, sudahlah, aku tahu kau kaya raya. Sekarang mari kita bahas urusan penting. Pertama kali kau bertemu hantu adalah di rumah, ingat di tempat tepatnya?" Yang Jian bertanya.
Zhang Wei tampak bingung: "Aku tidak tahu, bukannya kau yang bilang rumahku angker?"
“……”
"Aku tidak mau bicara denganmu sekarang. Lihat sendiri apakah rumahmu berhantu atau tidak." Yang Jian melihat cermin rias di meja, lalu menyerahkannya padanya.
"Jika tebakanku benar, hantu itu masih mengikutimu. Hanya saja kau tak bisa melihatnya. Gunakan cermin ini, arahkan ke sekelilingmu, lihat apa yang mengikuti."
"Lelucon macam apa? Selama ada Kakak Kaki (panggilan akrab untuk Yang Jian) di sini, mana ada hantu atau setan yang berani menggangguku. Tidak perlu dilihat." Zhang Wei berkata.
Yang Jian berkata: "Apa kau takut?"
"Zhang Wei seperti aku ini mungkin takut? Kakak Kaki, kau bicara tanpa hati nurani." Zhang Wei protes.
"Kalau begitu lihat sendiri." Yang Jian menyodorkan cerminnya lagi.
Zhang Wei menelan ludah: "Benar-benar harus lihat?"
"Tentu saja."
