"Batuk, batuk-batuk."
"Zhang Xiangui duduk di sofa ruang tamu dengan wajah yang sangat canggung, hanya bisa menutupi rasa malunya dengan suara batuk."
"Zhang Wei memandanginya dengan tatapan aneh, seolah masih membayangkan kejadian tadi."
"Yang Jian duduk santai di sebelah sambil memusatkan pandangan pada hidung dan hati, berpura-pura tidak tahu apa-apa."
"Beberapa orang itu tetap diam seribu bahasa."
"Kopi untukmu."
"Seorang wanita matang berusia 35-36 tahun menghampiri membawa beberapa gelas kopi. Ia menyodorkannya pertama ke Yang Jian, kemudian ke Zhang Xiangui dan Zhang Wei. Dari tadi wanita ini tidak berani menengadah, wajahnya masih merah padam."
"Yang Jian tidak tahu nama wanita itu."
"Hanya tahu ia bermarga Huang."
"Adalah asisten rumah tangga keluarga Zhang Wei."
"Tapi mana ada asisten rumah tangga yang secantik ini, matang dan seksi, berlekuk tubuh, ini bukan alur cerita film atau novel."
Tak perlu diragukan lagi.
Ini adalah selir yang sengaja dipelihara di rumah oleh ayah Zhang Wei, Zhang Xiangui.
Lagipula mengingat kekayaan dan status ayah Zhang Wei, hal seperti ini sebenarnya tidak aneh. Yang tidak pantas adalah kejadian sebelumnya ternyata dilihat oleh Zhang Wei dan Yang Jian. Meski tidak enak mengungkit, tapi Yang Jian harus mengacungkan jempol dalam hati untuk Zhang Xiangui.
Orang kota memang pandai bersenang-senang~!
Saat Yang Jian mengangkat cangkir kopi hendak minum, Zhang Wei menghentikannya.
"Tunggu, Kakak Kaki, kopinya ada masalah jangan diminum dulu." Zhang Wei mengerutkan alisnya, merasa situasi ini tidak sederhana.
"Ada apa?"
Zhang Wei berkata: "Tadi saya sudah periksa, air di rumah mati. Air untuk menyeduh kopi ini dari mana? Jangan-jangan..."
Dia mencium-cium kopi lalu curiga melihat Tante Huang di samping.
"Tapi volume satu kali kencing tidak cukup untuk menyeduh tiga cangkir kopi, jadi kopinya aman, Kakak Kaki, boleh diminum."
"Apa yang ada di otakmu?" bentak Zhang Xiangui.
Zhang Wei menjawab: "Ayah, kalau Ayah psikopat begini, aku akan sulit bergaul. Apalagi urusan di kamar, ketahuan aku saja sudah parah, malah ketahuan Kakak Kaki juga. Beginiku jadi sulit dapat teman."
“Ahem, tadi cuma salah paham, saya cuma jatuhin barang terus nyariin di lantai. Tante Huang juga cuma tidak sengaja jatuh duduk di atas saya. Sebenarnya tidak ada apa-apa antara kami, tolong jangan disalahpahami.” Zhang Xiangui berkata.
“Nggak usah dijelasin, saya ngerti kok. Saya kan bukan anak tiga tahun. Di harddisk komputer saya ada folder namanya 'Pertempuran di Gunung Akina' yang isinya materi tentang ginian. Saya juga sering belajar, tapi gerakan-gerakan tingkat tinggi kayak gitu saya nggak sanggup tiruin.”
Zhang Wei berkata dengan serius.
“……”
Yang Jian merasa kedua orang ini tidak waras.
Zhang Xiangui memerah wajahnya: “Lupakan itu. Ini teman sekelasmu? Tampan sekali. Kenalin dong?”
Zhang Wei menjawab: “Yang Jian, teman sekelas. Julukannya Kakak Kaki. Dulu pernah saya ceritain ke Ayah. Keluarga kita lagi angker, jadi saya minta Kakak Kaki datang buat ngecek.”
“Oh, teman sekelas juga paham feng shui dan metafisika?” Zhang Xiangui heran.
Yang Jian menjelaskan: “Saya tidak paham feng shui. Mohon dimaklumi, Paman Zhang. Saya cuma kadang bantu urusin kejadian-kejadian khusus saja. Maafkan saya, Paman Wang.”
“Kejadian khusus seperti apa? Saya sangat tertarik dengan hal-hal aneh.” Zhang Xiangui bertanya.
“Ayah tertarik sama Tante Huang ya.” Zhang Wei menyela.
Zhang Xiangui membentak: “Dasar bocah nakal, mau digebukin?”
“Nanti saya laporin ke Ibu.” ancam Zhang Wei.
Zhang Xiangui menawar: “Kemarin kan kamu minta mobil sport tiga ribu juta? Besok Ayah beliin. Urusan ini kita anggap tidak pernah terjadi, setuju?”
Zhang Wei berkata: "Baik, kalau begitu kita sepakat."
Yang Jian berkata: "Dengan status dan posisi Paman Zhang seperti ini, bukankah Paman pernah mendengar hal-hal aneh di Kota Dachang? Ambil contoh pengalaman langsung saya dan Zhang Wei, peristiwa supranatural di Sekolah Menengah 7, berapa banyak yang Paman ketahui?"
"Memang pernah dengar beberapa, tapi itu semua kabar angin. Keasliannya masih perlu diperdebatkan."
Zhang Xiangui berkata: "Saya pernah menyuruh orang menyelidiki kasus Sekolah Menengah 7. Memang ada banyak hal mencurigakan. Meski ada yang bilang itu angker, saya tetap ragu. Beberapa hal baru bisa dipastikan setelah melihat sendiri."
"Keraguanmu memang benar, tapi peristiwa ini nyata. Di mana ada tempat angker, pasti ada yang menanganinya. Saat ini saya bekerja di bidang ini. Kalau Paman tertarik, tak ada salahnya mempelajari lebih dalam." Kata Yang Jian.
"Katakanlah kamu bekerja di bidang ini, ada bukti apa?"
Zhang Xiangui melanjutkan pertanyaan sambil tersenyum: "Bukan tidak percaya, lagipula kau teman sekelas Zhang Wei. Saya hanya ingin memastikan apakah benar ada peristiwa gaib. Belakangan sering dengar kabar tapi tak yakin, kebetulan hari ini ketemu kamu, sekalian minta penjelasan."
"Ayah, saya bisa buktikan. Di keluarga kita ada seekor Hantu." Kata Zhang Wei.
Zhang Xiangui membalas: "Omong kosong! Kalau benar ada Hantu di rumah, kenapa saya tidak pernah bertemu?"
“Apa yang dikatakan Zhang Wei benar, polisi memblokir vila ini untuk mengisolasi area dan mencegah penyebaran peristiwa supranatural. Kebocoran pipa gas alam hanyalah kedok. Hari ini saya datang untuk menyelidiki, tapi tak menyangka bertemu kalian, Paman Zhang. Tapi dalam kondisi blokade ketat, bagaimana caranya kalian berdua bisa masuk?” kata Yang Jian.
“Saat renovasi vila, saya membuat lorong pelarian.”
Zhang Xiangui menjawab, lalu heran: “Tapi penutupan dan penjagaan ketat ini ternyata kau yang atur?”
Seorang murid kelas 3 SMA biasa punya pengaruh sebesar ini?
Tapi melihat sikap Zhang Wei yang seperti anak buah di samping Yang Jian ini, mungkin pria ini punya kemampuan nyata. Kalau tidak, Zhang Wei takkan mau tunduk.
“Bidang ini kejam, tapi mereka yang bertahan hidup pasti punya beberapa hak istimewa. Ini hal biasa,” kata Yang Jian.
“Kalau kau bilang benar ada hantu di vila ini, teman sekelas, bolehkah aku melihatnya?” pinta Zhang Xiangui.
Yang Jian menjelaskan: “Setiap kasus supranatural berbeda. Cara kemunculan hantu juga bervariasi. Untuk melihat hantu di vila ini sekarang cukup sederhana: gunakan cermin untuk memindai area. Jika tidak ada gangguan, seharusnya mudah menemukan posisinya mengingat area vila tidak terlalu luas.”
“Xiao Huang, ambilkan cermin!” perintah Zhang Xiangui segera.
Tante Huang segera membawa cermin kecil: “Ini boleh?”
Zhang Xiangui melirik Yang Jian yang berkata: “Cukup.”
Dengan cepat, dia mengarahkan cermin ke sisi ruangan dan mulai memindai.
“Ayah, di area itu, sebelumnya aku pernah melihat hantu di sana. Kalau bukan karena Kakak Kaki ada di sini, pasti aku sudah kabur.” Zhang Wei buru-buru menunjuk ke belakang sofa.
Mendengar perkataan anak lelakinya, sepertinya ada sedikit kebenaran. Lagipula, meski si bocah nakal ini suka mengada-ada, tak mungkin dia berbohong di saat seperti ini. Zhang Xiangui dengan wajah serius menyorotkan cermin ke belakang sofa.
Hasilnya, tak ada seorang pun di sana.
Disorot ke kiri-kanan, tetap tak ditemukan apa-apa.
Seluruh ruangan dalam kondisi normal.
“Tak ada apa-apa.” Kata Zhang Xiangui sambil menggelengkan kepala dengan tersenyum.
Dirinya sendiri sampai mempercayai ucapan seorang murid. Rupanya terlalu banyak mendengar kisah hantu belakangan ini, sampai mempengaruhi penilaian objektifnya.
Anaknya saja sudah keterlaluan, dirinya malah ikut-ikutan bermain-main dengan Yang Jian.
Padahal sebagai direktur perusahaan bernilai puluhan miliar, jika kabar ini tersebar pasti akan jadi bahan lelucon.
Namun saat ia meletakkan cermin di atas meja teh, senyum di wajaknya tiba-tiba membeku.
Di sebelah pagar pembatas lantai dua...
Seseorang berdiri tak bergerak di sana.
Karena sudut yang tidak tepat, hanya separuh badan yang terpantul. Tapi tak perlu diragukan lagi, itu benar-benar sosok manusia.
Pantulan cermin begitu jelas, mustahil salah lihat.
“Hm?”
Zhang Xiangui membelalakkan mata, lalu mendongak dengan cepat.
Area pagar lantai dua sunyi sepi, tak ada apa-apa. Ia menengok kembali ke cermin.
Di dalam cermin, sosok itu sedang berbalik badan dan perlahan menghilang di koridor lantai dua.
“Posisi hantu itu bisa berpindah-pindah. Sebelumnya ada di belakang sofa, belum tentu terus berdiri di situ. Jadi harus sabar mencarinya, tapi di dalam rumah ini sudah pasti ada.” Yang Jian berkata.
“Kaki, Kak Kaki, apa yang kau katakan tadi?”
Zhang Xiangui menengadah, suaranya gagap-gagap, matanya memancarkan ketakutan.
“……”
