Seandainya bisa, Yang Jian tidak ingin terlibat aktif dalam peristiwa supranatural apapun.
Tapi banyak hal di dunia ini tidak tergantung pada keinginan seseorang.
Peristiwa gaib di tempat ini harus diselesaikan.
Sekalipun tidak terkait keselamatan Zhang Wei, demi memastikan kepentingan pribadinya, kompleks perumahan ini sama sekali tidak boleh memiliki peristiwa supranatural. Setiap tanda bahaya harus segera dipadamkan.
Lagipula Yang Jian akan tinggal di sini di kemudian hari.
Selain itu, dia masih memegang 40% saham di kompleks ini.
Namun sekarang Yang Jian curiga, apakah kemurahan hati Zhang Xiangui memberikan 40% saham itu juga bagian dari upaya melindungi Zhang Wei?
“Kakak Kaki, cuma kita berdua, apa tidak kurang kuat sedikit? Bagaimana kalau aku panggil beberapa pengawal lagi?” Zhang Wei berkata dengan rasa bersalah.
Yang Jian berkata: “Pengawal buat apa, mereka tidak bisa menghadapi Hantu. Lagipula kalau benar-benar terjadi masalah, paling cuma kau yang mati, biar tidak menyeret orang lain.”
“Kedengarannya logis, tapi kenapa aku merasa diri ini sebentar lagi akan mati kedinginan.” Zhang Wei berkata.
“Memang dari tadi kau sudah hampir mati, aku yang memaksakan memperpanjang nyawamu.” Yang Jian berkata.
Hantu yang mengikuti Zhang Wei sebenarnya sudah beberapa kali berhasil kabur, hanya saja selalu ketahuan identitasnya lalu menghilang.
Meski tidak tahu tujuan sebenarnya Hantu itu setelah keluar dari cermin, jika benar-benar berhasil mencapai tujuannya, pasti bukan hal baik.
Tak lama kemudian.
Keduanya tiba di depan rumah tua ini.
Depan pintu tumbuh rumput liar, dua daun pintu kayu yang hampir lapuk terbuka setengah. Melalui celah pintu, terlihat dalamnya juga dipenuhi rumput dan lumut. Karena rumah ini tidak memiliki jendela, meski di luar sedang musim panas dengan terik matahari yang menyengat, bagian dalam tetap redup dan dingin menyeramkan.
Orang biasa datang ke sini, belum lagi soal ada-tidaknya Hantu, lingkungan seperti ini saja sudah membuat gentar.
“Ayo masuk lihat.” Kata Yang Jian.
Dia tidak gegabah bertindak, membawa Lilin Hantu. Begitu situasi terasa tidak beres, langsung menggunakan Wilayah Hantu untuk pergi. Jika tidak memungkinkan, pakai Lilin Hantu.
Hanya datang untuk memastikan situasi, tidak berencana berkonfrontasi langsung dengan Hantu yang mungkin muncul.
Rumah ini meski tua, bagian dalamnya tidak bisa dibilang kecil.
Setelah masuk, terdapat ruang depan yang cukup luas, dan di depannya adalah aula utama.
Di aula utama teronggok beberapa alat pertanian kuno. Rupanya generasi sebelumnya menggunakan tempat ini sebagai gudang, namun karena lama tak terurus dan atap yang bocor, aroma apek memenuhi ruangan.
"Kakak Kaki, bagaimana situasi di dalam? Ada hantu tidak?" teriak Zhang Wei dari luar pintu dengan suara ditekan.
"Kenapa kau belum masuk?" Yang Jian menoleh ke belakang, alisnya berkerut.
"Aku takut."
Zhang Wei berbisik lagi: "Kalau tidak ada masalah, mending pulang main game PUBG bareng. Aku jago kontrol recoil, bisa bawa kamu juara."
Yang Jian berkata: "Kita lihat sebentar lagi pulang."
Matanya beralih ke lantai dua.
Kecemasan di hatinya berasal dari lantai dua, sedangkan lantai satu terlihat normal-normal saja.
Baru saja hendak menaiki tangga.
Tiba-tiba, suara langkah kaki dan percakapan manusia terdengar dari belakang aula lantai satu.
"Siapa?!" bentak Yang Jian tiba-tiba.
"Lihat! Ini rumah hantu terkenal di desa kita yang mau dibongkar. Kalau tidak lihat sekarang, besok-besok sudah tidak ada. Hari ini Gehu ajak kalian survey siang, nanti malam kita kembali untuk membuktikan ada tidaknya hantu. Jangan lupa double tap 666 ya, Gehu ajak kalian menjelajahi dunia misterius!"
Dua pemuda muncul, satu memegang ponsel merekam, satunya lagi berbicara ke kamera.
"Sial!"
Teriakan Yang Jian membuat orang muda yang dipanggil Kakak Harimau itu gemetar, langsung lari pontang-panting.
"Kakak, itu anak orang kaya." Orang yang merekam di belakang mengenali Zhang Wei.
Saat itu, banyak komentar langsung bermunculan di ponsel.
"Hampir bersujud ya."
"Ada hantu ya."
"Bikin aku kaget, dikira beneran ada hantu, ternyata cuma ketemu sesama manusia."
Yang Jian mengerutkan alutnya, mendekat: "Kalian ini siapa?"
"Kau siapa sih? Aku lagi live streaming di sini. Kau teriak-teriak di siang bolong begini, bikin Kakak Harimau kaget," kata orang yang mengaku sebagai Kakak Harimau ini, lalu menambahkan ke kamera: "Gak apa-apa, cuma ada sedikit gangguan, Kakak Harimau masih bisa menahan."
"Live streaming?" Yang Jian memandang sekeliling.
"Meskipun kau live streaming, jangan datang ke tempat begini. Minggirlah kau!"
Begitu katanya, deretan komentar langsung kembali membanjiri ponsel si juru rekam.
"Dasar kurang ajar, kalau gue yang pegang keyboard langsung gue gebukin di tempat."
"Orang ini kayaknya punya kekuatan sepuluh ribu tentara, Kakak Harimau mundur cepat!"
"Mundur apaan? Adu jotos lah! Dihina begini, Kakak Harimau bisa nerima?"
Kakak Harimau mencibir: "Kau pamer apaan sih? Tau gak siapa gue? Di internet gue dikenal sebagai Kakak Harimau. Jangan cari masalah, nanti gue tidurin sini terus gue laporin kau pelecehan!"
"Waduh, gerakan Kakak Harimau kali ini keren juga."
"Profesional mencari masalah, Saudara die kau dah nyemplung masalah besar."
Melihat orang ini, Zhang Wei langsung menyerbu sambil menendang: "Dasar sialan berani-beraninya live streaming di sini, habis kau gue pukul!"
“Cepat lihat, itu Zhang Wei, orang yang difoto sedang buang air besar waktu itu.”
“Aku ingat, pantatnya besar dan putih, sampai hatiku berdebar melihatnya.”
“Orang ini tidak bisa disentuh, dia anak orang kaya. Hu Ge cepat kabur. Kalau dia teriak, seratus lebih buruh akan nurut. Kau pasti akan dipukul sampai babak belur.”
Hu Ge buru-buru menghindar, berkata gugup: “Salah paham, ini salah paham. Waktu itu tidak sengaja memotretmu buang air di luar.”
“Kalau tidak bisa lawan, panggil aku.”
Yang Jian memperhatikan Zhang Wei mengejar-ngejar orang bernama Hu Ge tanpa membantu. Kalau Zhang Wei yang memukul, paling-paling cedera. Tapi kalau dia yang pukul, bisa-bisa ada yang mati.
Biarkan Zhang Wei mengganggu kedua orang ini saja supaya tidak mengacau.
Lorong lantai dua redup dan lembab, lantainya agak licin. Semakin ke depan lorong semakin gelap. Di ujung lorong ada tembok bata hijau, tapi di samping koridor terdapat tiga ruangan dengan tiga pintu.
Pintu pertama adalah pintu besi tebal seperti benteng masa perang, dipenuhi paku keling kokoh. Pintu ini berlumut dan berkarat, sepertinya tidak pernah dibuka sama sekali, bahkan tidak ada gagang pintunya.
“Tidak, pintu gerbang ini bukan besi, tapi emas.” Yang Jian meraba pintu itu, bola matanya menyipit.
Karat berjatuhan, memperlihatkan kilau keemasan yang terang di dalamnya.
Setelah diperiksa dengan serius, tak diragukan lagi pintu ini seluruhnya terbuat dari emas. Hanya bagian luarnya dibungkus lapisan besi untuk menutupi mata orang.
Tapi karena sudah terlalu lama, ditambah perawatan dan penjagaan yang buruk, besi itu sudah berkarat sepenuhnya. Cukup ditarik sedikit, sepotong besar bisa terlepas.
"Pintu terbuat dari emas... Sepertinya ada sesuatu yang luar biasa di dalamnya." Yang Jian merasakan hawa dingin, perlahan menarik kembali telapak tangannya.
Situasi seperti apa yang mengharuskan penggunaan emas untuk membuat pintu?
Menurut pemikirannya, hanya saat mengurung Hantu-lah pantas menggunakan emas untuk membuat pintu.
"Sejarah bangunan ini bisa ditelusuri hingga seratus tahun lalu. Jangan-jangan sudah ada Pengendali Hantu sejak seratus tahun yang lalu?" Ekspresi wajah Yang Jian berubah-ubah: "Atau mungkin aku overthinking, ini cuma cara orang kaya zaman dulu menyembunyikan kekayaan?"
Dia tidak berani memastikan, tapi kesimpulan dalam hatinya condong ke opsi pertama.
Pintu kedua adalah pintu tembaga yang dipenuhi karat, juga tanpa gagang. Sangat tebal dan menyatu dengan dinding sekitarnya. Satu-satunya cara membukanya adalah dengan menghancurkan tembok ini.
Yang Jian mengetuknya.
Bahkan gaung pun tidak ada, membuktikan ketebalan pintu tembaga ini luar biasa.
Pintu ketiga adalah pintu kayu dengan kunci, dari atas ke bawah ada tujuh atau delapan kunci.
Tapi semua kunci ini sudah dipotong dengan alat, dan pintunya juga pernah dibuka. Cukup didorong pelan, pintu itu berderit terbuka.
Aura dingin yang menyeramkan menyapu wajah, membuat orang tak bisa menahan gemetar.
Yang Jian mengambil ponsel dan menyalakan lampu, menyoroti bagian dalam tanpa terburu-buru masuk.
Tembok bata hijau di sekitarnya sangat tebal, ruangan yang terlihat luas ini sebenarnya hanya berukuran sekitar lima meter persegi. Dia memperkirakan ketebalan tembok itu... setidaknya tiga meter atau lebih.
Metode konstruksi seperti ini jelas bukan dimaksudkan untuk dihuni.
Yang Jian semakin yakin bahwa tujuan pembangunan tiga ruangan ini pada masa lalu adalah untuk mengurung sesuatu yang sangat berbahaya, mungkin bahkan Hantu.
"Tidak, ini tidak masuk akal. Jika tujuan pemilik rumah ini dulu benar-benar ingin mengurung Hantu, membangun rumah sebesar ini dengan menghabiskan keuangan yang besar adalah tindakan bodoh. Ini terlalu mencolok, tidak sesuai dengan niat menyembunyikan kebenaran. Jika aku yang melakukannya, pasti akan membangun ruang bawah tanah, menguburnya di tempat terpencil, dikubur lebih dalam. Dengan cara ini, tidak perlu seratus tahun, bahkan dua atau tiga ratus tahun pun belum tentu ditemukan."
"Artinya, mungkin yang ada di dalam ruangan ini bukanlah Hantu..."
Yang Jian mencoba menganalisis situasi di sini hanya dengan informasi terbatas yang dimilikinya.
