Zhang Wei dan si Kakak Harimau yang suka live streaming sedang berkelahi, sementara bawahan di sampingnya mengabadikan lewat siaran langsung.
Pertarungan mereka panas, ruang live streaming langsung banjir komentar.
“Semangat Kakak Harimau, copot celananya! Pengen liat pantat gede Zhang Wei!”
“Kakak Harimau 666! Orang lain live streaming eksplorasi, dia live streaming gay, beneran seru!”
“Anchor ini brutal banget! Mama nanya kenapa aku pakai headphone nonton live. Ga usah banyak bacot, hadiah 10 bunga merah minta jotos pantat!”
“Zhang Wei mau menyerah, dia panggil Kakak Kaki. Kakak Kaki ada ga?”
Gelombang komentar berikutnya: Kakak Kaki ada ga? Selamatkan anak sengsara ini~!
Yang Jian memandangi kedua orang itu seperti melihat psikopat yang berguling-guling di tanah. Kalau bukan orang yang dikenalnya, rasanya ikut campur dalam perkelahian ini adalah hal yang memalukan. Tapi melihat Zhang Wei yang kewalahan, dia pun tak bisa tinggal diam.
"Kakak Kaki tolong, cepat tolong!" Zhang Wei menjerit-jerit kesakitan: "Dasar anjing ini ngeburu burungku!"
Yang Jian mendekat: "Kau juga buru punya dia."
"Aku udah coba, nggak bisa nangkep," kata Zhang Wei.
Live streaming langsung gempar mendengar percakapan ini.
"Wkwk, nggak keburu? Burung Hu Ge kecil ya?"
"Aku menang lawan Zhang Wei, tapi kehilangan martabat pria."
"Ini terlalu menyakitkan, kayak serangan kritis."
Yang Jian akhirnya ikut melerai dan berhasil memisahkan Hu Ge yang masih erat memeluk Zhang Wei: "Sudah cukup. Kalau masih lanjut, jangan salahkan aku nanti."
"Siapa suruh ikut campur?! Minggir loe! Awa gw harus habisin si anjing ini! Berani-berininya nendang burung gw! Awa gw lawan loe!!" Setelah terlepas, Hu Ge mendorong Yang Jian dan menyerang lagi dengan mata merah.
"Siapa yang suruh loe live-in gw lagi BAB?! Ini urusan kita belum beres, Kakak Kaki. Ayo kita gebukin dia sampe lumpuh!"
Zhang Wei buru-buru bangkit berdiri di samping Yang Jian dengan wajah sok jago.
"Siapa takut siapa?!"
"Hūgē sedang naik pitam, menengok ke kiri kanan, lalu mencabut sebatang kayu tua tebal dari alat pertanian bekas di sampingnya. Sambil menghadap kamera ponsel, ia berkata: 'Sobatan, tidak ada masalah! Lihat hari ini Hūgē satu lawan dua, hajar dua anjing ini. Hari ini Hūgē taruh kata di sini: tidak akan keluar rumah ini sebelum membuat mereka bersujud minta ampun!'"
"'Kakak Kaki' ya? Dua orang ya? Hari ini lihat bagaimana aku patahkan 'kaki' si Kakak Kaki ini!"
"Sial! Orang ini pake cheat, bawa senjata!" Zhang Wei kaget, buru-buru mencari ke sekeliling tapi tak menemukan apa pun.
Hanya mencabut dua helai rumput dari tanah, diayunkan lalu patah.
"Sobat, ini sudah keterlaluan. Ini salahmu. Siaran langsungmu sampai merekam pantat Zhang Wei, tidak minta maaf sudah biasa, berkelahi malah menang. Meski Zhang Wei yang mulai, menurutku kau harus memberi penjelasan. Kalau tidak, di mana letak kehormatanku?"
Yang Jian berkata serius: "Jika kau masih mau lanjut berkelahi, maka aku harus meminta maaf."
"Aku minta maaf sampai ke leluhurmu!"
Hūgē mengumpat sambil mengayunkan tongkat ke arah Yang Jian.
"Sekarang giliranmu Kakak Kaki! Dia punya senjata, aku tidak. Aku tak bisa bantu. Jangan sungkan, pukul sampai mati! Aku di belakang akan semangati!"
Zhang Wei yang tadi berdampingan tiba-tiba mundur beberapa langkah, menjauh menghindar.
Wajah Yang Jian menjadi gelap memandangi Zhang Wei. Ini bukan minta bantuan, tapi menyuruhnya berkelahi menggantikan.
Benar-benar tak ada cara~!
"Braak~!"
Tanpa berpikir panjang, di detik berikutnya dia meraba dan mengeluarkan sebuah pistol, lalu mengarahkannya ke tongkat kayu di tangan Hu Ge dan menembak. Suara tembakan pun bergema.
Tongkat kayu itu langsung meledak, serpihan kayu beterbangan. Hu Ge terkejut hingga tongkatnya terlepas, sementara telinganya berdenging seolah tiba-tiba tuli.
Menghadapi situasi khusus yang tiba-tiba ini, Hu Ge langsung linglung, tertegun di tempat tanpa tahu harus berbuat apa.
Bawahan yang sedang live streaming di sebelah juga membeku.
"Sial, telingaku! Baru saja kubesarkan volumenya untuk mendengar suara aneh mereka."
"Aduh Shou! Kakak Kaki pegang pistol? Aku tidak salah lihat, kan? Dia punya senjata? Apa itu asli?"
"Serpihan kayunya sampai meledak, masih tanya itu asli atau bukan?"
"Cepat, 110! Akan ada korban jiwa. Seseorang sedang menembakkan pistol!"
Live streaming kembali dipenuhi rangkaian komentar beruntun.
"Pemuda zaman sekarang jangan mudah tersulut amarah. Jangan langsung main bunuh-bunuhan. Tidak baik begitu. Tidak bisakah kalian tenang mendengarkan ucapanku?" kata Yang Jian.
Beberapa saat kemudian, Hu Ge baru sedikit sadar kembali.
Telinganya masih berdenging, tapi kini wajahnya terasa perih tersayat serpihan kayu yang melesak hingga kulitnya terluka dan berdarah.
"Kau... kau..."
Memandangi pistol di tangan Yang Jian, Hu Ge akhirnya menyadari gravitasi situasi. Matanya membelalak penuh ketakutan.
“Kau apa kau, masih mau berkelahi? Lanjutkan, Kakak Harimau sangat hebat ya? Masih bilang 'sobatan', 'tidak ada masalah', hari ini mau kubuat kau bermasalah?” Yang Jian menatapnya.
“Jangan, jangan, Kakak Kaki, kasihanilah!” Kakak Harimau nyaris menangis ketakutan, kakinya gemetar lalu bersujud di tanah.
Sebenarnya Yang Jian tidak berniat berbuat kasar, hanya menakut-nakutinya agar lebih bisa mengendalikan diri dan belajar, jangan semena-mena hanya karena merasa populer di siaran langsung.
“Kasihan? Itu tergantung saudaraku ini.” Dia tersenyum, menepuk wajahnya dengan pistol.
“Kakak Wei, kasihanilah...” Kakak Harimau merengek lagi.
Siaran langsung terus berjalan, komentar berhamburan bagai gelombang padat.
“Kakak Harimau punya tongkat, tapi Kakak Kaki punya pistol. Sekarang baru ketemu lawan sepadan.”
“Kakak Kaki gagah perkasa, pria sejati. Langsung cabut pistol saat ada masalah.”
“Kukira dia perunggu biasa, ternyata rajanya. Aku bersujud untuk Kakak Kaki, nanti akan berziarah untuknya, semoga hidup di sel menyenangkan.”
“Lukai orang dengan senjata, tidak ada ampun. Penjara seumur hidup!”
Yang Jian memperhatikan ponsel yang masih menyiarkan langsung, melambaikan tangan: “Kemarilah.”
“Aku... aku...” Bawahan itu gemetar ketakutan, bingung harus berbuat apa.
“Kakak Kaki mengincarmu, kru kamera! Larilah!”
“Lari apa, bisa kalahkan peluru? Cepat bersujud membungkuk-bungkuk minta ampun, jangan lupa terus siaran langsung.”
“Tertawakan Kakak Macan jadi Anjing, Kakak Kaki sang tangan besi mulut pendek.”
Yang Jian berkata: “Mendekat, ambil ponsel, arahkan ke saya, ya begitu.”
“Saudara seperjuangan, tak ada cela. Baru tembak satu peluru, puas? Ada yang mau lapor polisi, tak perlu. Tembakan tadi sesuai hukum dan tata krama. Si Kakak Macan ini menyerangku, pembelaan diri legal. Oh iya, lupa ingatkan: Aku polisi Interpol Kota Dachang, punya hak bawa senjata. Ini ponsel positioning satelitku.”
“Kakak Kaki polisi Interpol? Kok aku tak tahu ada Interpol di Dachang?”
“Bohong, jangan percaya.”
“Aku punya info dalam: Kakak Kaki benar. Itu ponsel standar Interpol, satu kota cuma ada satu polisi. Haknya gila-gilaan, dalam hitungan menit bisa menyelidiki keluarga Anda. Ini figur legendaris yang jarang terlihat. Hari ini beruntung bisa lihat langsung.”
