Masalah apa yang paling genting saat ini?
Tak perlu diragukan lagi, hanya satu.
Kota Dachang gelap～!
Padahal ini siang hari, jam sudah menunjukkan pukul delapan, tapi Kota Dachang masih terlindung oleh kegelapan. Awan kegelisahan yang menyelimuti kota ini sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan menghilang. Jika tidak melihat jam, orang akan mengira sekarang masih pukul satu atau dua dini hari.
"Situasinya lebih parah dari perkiraanku. Ini bukan lagi sekadar peristiwa supranatural biasa, tapi mungkin sebuah bencana mengerikan." Hati Yang Jian terasa berat.
Bukan hanya memikirkan takdir seluruh kota, tapi juga nasib diri sendiri dan rekan-rekannya.
Jika situasi benar-benar sudah tak tertolong lagi, mungkin seluruh penduduk kota ini akan terperangkap sampai mati dalam kegelapan ini.
"Yang Jian, kenapa? Ada masalah apa?" Zhang Liqin bertanya buru-buru saat melihat Yang Jian hendak keluar.
“Tentu saja ada masalah besar. Jika kamu ingin tahu, kamu bisa melihat sendiri ke luar jendela. Setelah melihat jelas situasi di luar, kamu pasti akan mengerti.” Yang Jian berkata: “Aku turun ke lantai bawah dulu.”
Setelah dia pergi, Zhang Liqin penasaran mendekati jendela dan melihat ke luar.
Awalnya dia belum menyadari apa-apa, tapi saat melihat waktu di ponsel, dia langsung tertegun.
Tidak yakin, dia memeriksa berulang kali bahkan mengecek waktu di internet. Baru setelah melihat rangkaian SMS di ponsel, dia akhirnya memastikannya.
Kota Dachang gelap. Matahari tidak terbit, seluruh kota terbenam dalam kegelapan.
“Yang Jian, kemarin kamu ngumpet di mana? Aku cari-cari tidak ketemu. Cepat lihat, di luar terjadi masalah besar!” Jiang Yan buru-buru menghampiri Yang Jian yang baru muncul dengan panik.
Yang Jian berkata: “Tak perlu dijelaskan, aku sudah tahu. Kota Dachang gelap. Jangan panik, ini cuma peristiwa supranatural skala besar. Asal diselesaikan, semuanya akan kembali normal.”
“Bagaimana kalau tidak bisa diselesaikan?” Jiang Yan khawatir bertanya.
Yang Jian menjawab: “Harga peti mati akan naik. Harus disiapkan dari sekarang. Jangan lupa siapkan satu untukku juga.”
“Kamu kan tahu aku penakut, jangan nakut-nakuti!” protes Jiang Yan.
Yang Jian berkata: “Bukan nakut-nakuti, ini fakta. Ngomong-ngomong, tadi siapa yang main pistol? Kamu?”
“Bukan aku! Zhang Wei. Dia datang bersama ayahnya dan banyak orang. Sekarang sedang duduk di aula lantai satu. Hadapi masalah sebesar ini, pasti mereka semua datang cari perlindungan.” jelas Jiang Yan.
Yang Jian berkata: "Oh, benarkah? Lalu bagaimana dengan keluargamu, kenapa tidak kulihat kerabat atau temanmu datang?"
Jiang Yan mengerling: "Kau sama sekali tidak peduli padaku. Kampung halamanku bukan di sini. Aku hanya kuliah di sini, sekaligus kerja di kota ini. Di Kota Dachang aku cuma punya beberapa teman sekelas dan rekan kerja, tidak ada sanak saudara."
"Ternyata begitu. Aku turun lihat dulu," kata Yang Jian.
Benar saja, begitu sampai di lantai satu, aula utama dipenuhi orang - laki-laki, perempuan, orang tua, anak-anak, seluruh keluarga berkumpul. Mereka semua tampak panik, diam seribu bahasa, suasana terasa mencekam.
Di tengah kerumunan duduk Zhang Xiangui.
Zhang Xiangui menghisap rokok, raut wajahnya penuh kekhawatiran.
"Direktur Zhang, selamat pagi. Acara besar apa ini hari ini? Jangan-jangan mau mentraktir saya makan?" kata Yang Jian sambil tersenyum saat turun dari lift dan melihat kerumunan orang.
Semua orang serentak menatap Yang Jian. Mereka memeriksinya dari ujung kepala sampai kaki, sepertinya pertama kali melihat polisi kriminal legendaris Interpol ini.
Zhang Xiangui tersenyum getir: "Kakak Kaki, kau masih bisa bercanda. Aku yang muka tebal ini membawa seluruh keluarga datang tanpa diundang, pasti bukan tanpa alasan." Ia menunjuk ke arah luar.
"Situasi Kota Dachang pasti sudah kau ketahui. Sudah pukul delapan seperempat pagi, langit masih gelap. Ini apa? Kiamat? Jadi kami datang minta penjelasan, sekalian minta kebaikan hati untuk melindungi kami orang biasa agar bisa selamat dari krisis ini."
Harus diakui kesadaran krisisnya sangat tinggi.
Baru pukul delapan lebih sedikit sudah berhasil mengumpulkan semua kerabat dan datang ke rumah Yang Jian.
Kemampuan mobilisasi dan aksinya patut diacungi jempol.
Yang Jian berkata: "Kali ini kau benar-benar membuat saya kebingungan. Sejujurnya saya tidak benar-benar paham alasan spesifik di balik situasi Kota Dachang ini. Saya hanya tahu bahwa kasus ini 80-90% berhubungan dengan peristiwa supranatural. Berbeda dengan kasus supranatural sebelumnya, ini kemungkinan merupakan peristiwa supranatural skala besar. Hanya saja kengeriannya masih dalam tahap inkubasi dan belum muncul, sehingga saya tidak bisa mendapatkan informasi berguna lebih banyak."
"Kalau begitu... Bisakah diselesaikan?" Zhang Xiangui ragu-ragu bertanya.
Yang Jian menjawab: "Masih belum jelas. Mungkin bisa, mungkin tidak. Ini tergantung situasi baru bisa dipastikan. Tapi yang pasti, peristiwa skala seperti ini pasti akan menimbulkan korban yang cukup besar."
"Apakah tinggal di sini akan lebih aman?" tanya Zhang Xiangui.
Yang Jian menjelaskan: "Jika saya tidak mati, Kompleks Perumahan Guanjiang akan lebih aman dibanding tempat lain. Tapi jika saya mati, justru tempat ini akan menjadi lebih berbahaya daripada wilayah lain."
Jika dia mati, Hantu Gentayangan dibangkitkan, kompleks perumahan ini akan berubah menjadi wilayah angker.
"Kalau begitu kami akan pindah ke kompleks ini. Nantinya kami berharap Kakak Kaki bisa lebih memperhatikan kami," ujar Zhang Xiangui sambil tersenyum.
Yang Jian menanggapi: "Meski ada saya, tapi untuk situasi seperti ini saya tidak bisa menjamin. Hanya bisa berusaha semampunya."
"Polisi kriminal seperti kamu ini benar-benar tidak punya kepastian! Hanya bicara omong kosong tidak berguna! Kalau tidak yakin ya ngomong saja tidak yakin! Kami bisa cari tempat lain. Jangan mencelakakan kami! Kami bukan tidak punya uang. Dengan uang, mana mungkin tidak bisa menyewa pengawal?" Sebuah suara tiba-tiba menyela.
Yang Jian alisnya berkerut: "Barusan suara Ibu Bermata Biru mana yang begitu arogan?"
"Kak, hati-hati bicaranya."
Zhang Xiangui wajahnya berubah drastis membentak: "Bukannya sudah saya ingatkan sebelumnya? Jangan asal bicara! Ada banyak hal yang tidak kau ketahui, bukan berarti kau bisa sembarangan komentar!"
“Bagaimana saya bisa bicara sembarangan? Apa perlu sungkan terhadap anak kecil? Dia bisa tinggal di sini kan karena kita. Tanpa bantuan kita, mana mungkin dia berhak tinggal di tempat mewah begini? Kau benar-benar bodoh langsung memberikan 40% saham padanya. Berapa nilai uangnya? Dengan uang segitu, orang macam apa yang tidak bisa disewa.” kata wanita itu.
“Direktur Zhang, meski Ibu Bermata Biru ini adalah kakakmu, bibi Zhang Wei, saya harap dia bisa lebih menghormati dalam berbicara.” Yang Jian mengabaikannya dan menatap Zhang Xiangui.
“Memang dalam keluarga besar, wajar ada beberapa anggota yang menyebalkan.”
Zhang Xiangui langsung berdiri, berbalik dengan amarah: “Ini bukan urusanmu, keluar dari sini!”
“Baiklah, Zhang Xiangui! Kau berani memarahiku demi orang asing tak jelas? Pantaskah kau terhadap ibu yang sudah meninggal? Dulu kau janji apa? Setelah proyek selesai akan memberiku 10 juta. Sekarang uangnya mana? Semua diberikan ke anak ini. Apa dia anak kandungmu? Lebih baik dari Zhang Wei sekalipun!”
Sang wanita terus memprovokasi dengan gaya yang semakin kasar.
Wajah Zhang Xiangui pucat pasi. Ingin marah tapi tercekat, ingin memukul tapi ragu karena ini kakak kandung sendiri. Hanya bisa gemetar menahan amarah.
“Ibu, makanan boleh disantap sembarangan, tapi kata-kata jangan diucapkan sembrono. Nanti kalau memprovokasi orang yang salah, nyawa melayang jadi tidak berharga.”
Seketika, Yang Jian muncul di hadapannya. Tatapannya dingin. Tangan kirinya langsung mencekik leher wanita itu, mengangkat seluruh tubuhnya ke udara.
“Kau tahu arti dari empat kata ‘polisi kriminal internasional’? Artinya bahkan jika aku mencekikmu sampai mati saat ini juga, aku tak perlu menanggung sedikitpun tanggung jawab. Dua hari lalu di depan pintu, aku sendiri membunuh lebih dari dua puluh orang. Mayat berserakan di mana-mana. Hari ini menambah satu mayatmu pun tak masalah.”
Wanita ini sekarang terlihat kesakitan. Bahkan tenaga untuk melawan pun tak ada, hanya merasakan telapak tangan dingin dan kaku di lehernya. Sensasi ini persis seperti saat dia merias jenazah ibunya sendiri setelah kematiannya dulu.
Bukan manusia, tapi sebuah mayat.
Entah halusinasi atau tidak, di belakang orang ini berdiri bayangan hitam tinggi besar yang mengerikan dan aneh, tanpa kepala.
“Kakak Kaki, tenanglah. Dia tidak sengaja marah padamu.” Zhang Xiangui kaget dan buru-buru berkata.
“Tak apa. Setiap orang punya temperamen. Dia marah sekali padaku, aku juga marah sekali padanya. Kita seimbang.” Yang Jian tersenyum tipis sambil perlahan menurunkan wanita itu.
“Batuk-batuk～!”
Wanita itu langsung roboh duduk di tanah. Ketika menatap Yang Jian lagi, matanya penuh ketakutan.
Setelah nyaris mati, dia benar-benar yakin bahwa orang tadi sungguh bermaksud mencekiknya.
Tatapan itu jelas bukan milik orang normal, lebih mirip monster dingin dari kematian.
Yang Jian melanjutkan: "Maaf, para gadis melihat gambaran yang tidak menyenangkan. Saya tidak keberatan kalian tinggal di kompleks perumahan ini, lagipula keputusan tetap di tangan Direktur Zhang. Hanya saja saya harap orang-orang yang punya prasangka pada saya jangan pernah mengutarakan pendapat di hadapan saya. Saya ini berhati sempit, tidak tahan mendengar omongan buruk tentang diri saya."
"Untuk saat ini, saya tidak menerima kehadiran Ibu ini. Bisakah kau keluar?"
Wanita itu dibantu berdiri oleh orang di sebelahnya. Tanpa berani menatap Yang Jian, ia buru-buru kabur seperti dikejar hantu.
"Kalian semua keluar dulu, tunggu di gedung penjualan properti sebelah." Zhang Xiangui menyesali keputusannya mengundang seluruh kerabat.
Awalnya ini hanya pertemuan keluarga dengan Yang Jian untuk membangun kesan baik dan mempererat hubungan.
Siapa sangka situasi seperti ini akan terjadi.
"Saya minta maaf atas kejadian tadi." Zhang Xiangui kembali meminta maaf.
Yang Jian menggerakkan tangan: "Tak perlu. Saya yang terlalu emosional. Jika ada yang terluka, saya hanya bisa mengucapkan maaf. Saat ini perasaan saya juga sedang buruk. Jika masalah ini tidak terselesaikan, permintaan maaf pun tak ada artinya. Karena tak lama lagi kita semua mungkin akan mati."
"Seberapa parah sampai begitu?" Wajah Zhang Xiangui dipenuhi keterkejutan.
Dibandingkan nyawa seluruh anggota keluarga, masalah tadi memang bukan apa-apa.
"Saya tidak membahasnya hanya untuk mencegah kalian ketakutan. Kalimat basa-basi seperti itu justru jadi bahan lelucon? Terkadang ketidaktahuan itu berharga, setidaknya tidak menimbulkan rasa takut." Kata Yang Jian: "Jujur saja, menurut pengalaman saya saat ini, di seluruh Kota Dachang, yang bisa bertahan hidup mutlak tidak lebih dari 30%."
“Dia mengulurkan tiga jari: ‘Ini hanya perkiraan paling ideal, kemungkinan situasinya lebih parah dari ini. Jika aku dan Pengendali Hantu lainnya tidak bisa membereskan benda itu, hasil terburuk adalah dihabisi semua.’”
“‘Dihabisi semua—kau paham kan? Seluruh kota akan jadi kota hantu, tak ada satu pun orang hidup yang tersisa.’”
“‘Sekadar bocoran, saat ini di Kota Dachang jumlah orang sepertiku paling banyak tak sampai sepuluh. Kalau ada peringkat, kemampuanku minimal nomor dua. Jika aku mati mendadak, rasanya jarak ke kepunahan tim juga tak jauh.’”
“‘Yang Jian, lihat! Barusan aku nemu apa di jalan? Pistol emas! Sudah kucoba dua kali tembak, ternyata asli!’”
Zhang Wei masuk dengan wajah bersemangat, memamerkan pistol emas di tangannya yang tak rela ia lepaskan.
“……”
“Rupanya yang berisik nembak-nembak pagi-pagi sampai aku tak bisa tidur itu kau ya?”
Yang Jian memandangi Zhang Wei dengan ekspresi aneh.
“Di mana kau nemu ini?”
“Di semak luar. Tapi pelurunya cuma dua butir, habis ya udah.”
Yang Jian berkata: “Sepertinya sisa dari kejadian lalu. Sudah ketemu ya simpan saja. Untuk peluru, aku punya. Daripada nganggur, ayo latihan tembak sebagai ganti rugi insidenmu kemarin. Mau kutraktir beberapa tembakan?”
“Beberapa tembakan kurang! Minimal puluhan!”
“Tunggu sebentar.” Yang Jian segera pergi dan kembali dengan dua kantong penuh senjata.
“Sial, Kakak Kaki! Dari mana ini? Banyak senjata asli! Kalau ketahuan, kepalamu bisa dipenggal!”
Yang Jian berkata: "Saya sekarang adalah anggota Interpol, secara legal berhak membawa senjata api. Memenggal kepala apa? Justru kau yang memegang ini bisa dipenggal kepala."
"Di sana ada tanah lapang yang bagus, ayo kita ke sana!" seru Zhang Wei dengan bersemangat.
"Baik." Yang Jian mengambil beberapa senjata dan peluru latihan lalu berangkat.
Sebelum pergi, dia menepuk bahu Zhang Xiangui: "Sebenarnya pemberian 40% saham kepada saya sama sekali tidak merugikan Direktur Zhang. Nanti para kerabatmu akan paham. Saya mau latihan menembak. Kalau Direktur Zhang masih ada orang yang perlu dilindungi, sebaiknya pindahkan semua ke kompleks ini. Bagaimanapun, melindungi satu orang atau sekelompok orang sama saja."
"Terima kasih banyak." Zhang Xiangui merasa lega mendengar perkataan ini.
"Mengerti, mengerti." Suara Zhang Xiangui tiba-tiba menjadi berat.
Perkataan Yang Jian tentang "dihabisi semua" membuat hatinya menggigil.
Apakah situasi sudah sedemikian parah? Padahal di luar hanya gelap, kondisi masih tampak normal.
Tapi intuisi mengatakan pada Zhang Xiangui bahwa ini bukan ancaman kosong, melainkan sesuatu yang benar-benar mungkin terjadi.
"Saya sendiri tidak berani lancang di depan Yang Jian, dari mana Ibu Bermata Biru ini dapat keberanian? Sungguh mengagumkan."
Jiang Yan bergumam melihat kejadian ini: "Kalau terus memprovokasi Yang Jian, cepat atau lambat dia akan menggilas si menyebalkan ini. Punya uang hebat apa? Kalau nyawa sudah hilang, uang sebanyak apapun jadi tak berguna."
Berbeda dengan ketidaktahuan orang lain, dia adalah penyintas peristiwa supranatural.
Hanya Jiang Yan yang paling paham makna eksistensi Yang Jian.
"Mengapa saya memaksakan diri untuk terus mengganggu Yang Jian, selain sedikit rasa suka, alasan paling mendasar tetap karena takut mati."
"Orang yang tidak pernah mengalami hal mengerikan tak akan paham betapa indahnya hidup."
"Nona Jiang, mana Yang Jian?" tiba-tiba Zhang Liqin bertanya.
Jiang Yan tersadar dari lamunan, terkejut melihatnya: "Kenapa kau masih di sini?"
Zhang Liqin merapikan rambut indah yang berantakan di dekat telinganya, agak malu: "Saya baru bangun, mau pamit sama Yang Jian, harus pergi."
"Kalau begitu cepatlah pergi, Yang Jian sedang sibuk sekarang," kata Jiang Yan.
"Jika begitu, maaf mengganggu," ujar Zhang Liqin.
Meski Langit di luar tidak beres, masih banyak urusan yang harus diselesaikannya, wajib segera pulang.
