Yang Jian berkata: “Dengar, aku bukan Yesus. Aku hanya bisa mencari cara melindungi orang-orang yang mungkin perlu dilindungi. Kau seharusnya bersyukur masih bisa berdiri di sini berdebat denganku, bukannya mati di ruang operasi rumah sakit itu.”
“Kau masih punya kemampuan, aku bisa menilainya. Tapi kau memilih untuk bersembunyi.” Wang Xiaoming menatap Zhang Wei: “Seorang yang seharusnya sudah mati masih hidup. Kau menyimpan rahasia yang tak kuketahui.”
“Lalu?” Kata Yang Jian: “Setiap orang punya rahasia, kau pun tak terkecuali.”
“Sekali pun hanya ada secuil kemungkinan, kau harus mencoba. Aku tahu permintaanku ini keterlaluan, tapi semua yang bisa kulakukan sudah kulakukan. Masih banyak yang bisa kau lakukan. Saat ini masih ada waktu. Begitu barang itu memanen seluruh kota, tindakanmu tak akan ada artinya lagi.” Kata Wang Xiaoming.
Yang Jian memandanginya dengan tenang.
Ternyata kematian Zhang Wei berhasil diinvestigasi oleh Wang Xiaoming.
Meski tak tahu metode apa yang digunakannya, kemungkinan ada petunjuk yang tertinggal saat pengumpulan bukti pasca peristiwa sebelumnya yang masuk ke arsip.
Tapi Wang Xiaoming ini hanya curiga saja, tidak yakin. Sepandai apapun dia, mustahil menebak keberadaan Cermin Hantu.
Dia hanya menggunakan asumsi dan dugaan berani untuk berdiskusi dan pembuktian.
“Sudah selesai? Kalau sudah, kau bisa pergi. Kau tahu kondisiku sekarang tidak stabil, bisa saja kapan-kapan aku dibangkitkan kembali.”
Yang Jian berkata: “Mungkin begitu dibangkitkan, orang pertama yang kubunuh akan jadi kau.”
“Profesor Wang, jangan terus memprovokasi Yang Jian lagi. Atasan sudah membuat pengaturan yang sesuai untukmu. Saat ini yang terpenting adalah kau bertahan hidup setidaknya lima belas hari di bawah perlindungan Yang Jian.” Suara Liu Xiaoyu terdengar dari ponsel positioning satelit.
“Dengarkan, hati nuraniku sedang menyelamatkanmu.” Yang Jian menyunggingkan senyum.
Wang Xiaoming masih bersikukuh: “Jika kau punya cara lain, katakan saja. Aku akan berusaha membantumu. Selain itu, asalkan masalah ini bisa diselesaikan, aku akan memenuhi semua permintaanmu - Lilin Hantu, membantumu mengendalikan hantu ketiga, atau bahkan memperkenalkanmu pada rahasia yang belum bisa kauakses di level jabatanmu sekarang.”
“Bahkan aku bisa merekomendasikanmu untuk bergabung dengan Rencana Komandan Tim.”
“Rencana Komandan Tim? Apa itu?” tanya Yang Jian.
Wang Xiaoming menjelaskan: “Mempertimbangkan frekuensi dan tingkat keparahan peristiwa supranatural di masa depan, Pengendali Hantu biasa sudah tidak mampu menjaga keamanan sebuah kota. Sejak setengah tahun lalu, atasan telah menyusun rencana baru yang saat ini dinamai Rencana Komandan Tim. Rencana ini bertujuan mengerahkan semua sumber daya untuk melatih sejumlah Pengendali Hantu termasyhur.”
“Jika kau bisa menyelesaikan kasus mayat hidup ini, jasamu yang begitu besar ditambah rekomendasiku, pasti akan membuatmu terpilih sebagai salah satu komandan tim di masa depan.”
“Kedengarannya cukup menarik.” Yang Jian mengusap dagunya.
Tak disangka atasan punya rencana seperti ini.
Namun setelah merenung, akhirnya aku memahami tujuan sejati rencana ini. Saat ini, baik Pengendali Hantu dengan satu hantu maupun dua hantu, tetap tidak mampu menghadapi maraknya peristiwa supranatural yang semakin sering terjadi.
"Dan hantu gentayangan akan berkembang, kecepatan pertumbuhannya sungguh mengagetkan."
"Untuk menghadapi teror termasyhur seperti ini, wajib ada Pengendali Hantu yang paling ulung."
Rencana Komandan Tim yang disebutkan Wang Xiaoming pun mulai dilahirkan.
"Jika terpilih, tentu sangat menggiurkan. Sumber daya suatu negara akan dikerahkan. Tingkat keahlian apa yang bisa dicapai orang terpilih itu, sulit dibayangkan."
"Pengendali Hantu memang berumur pendek. Tak ada yang tahu berapa lama bisa bertahan. Tapi jika dilatih menjadi komandan tim, tak perlu khawatir soal umur. Atasan akan lebih peduli dari dirimu sendiri tentang berapa lama kau bisa hidup."
"Semua syarat yang bisa kuberikan sudah kuajukan. Apa aku harus bersujud memohon padamu? Jika kau setuju, aku bahkan mau membungkuk-bungkuk tanpa masalah." Kata Wang Xiaoming.
Mendengar itu, wajah Yang Jian berubah dingin.
Maukah Wang Xiaoming benar-benar merendahkan diri sampai bersujud pada pembunuh adiknya sendiri?
"Kau memang mulia, hampir saja membuatku terharu."
Tatapannya berkelip-kelip: "Aku jujur saja, memang ada rahasia yang kusimpan. Tapi ini tak cukup untuk mengubah segalanya. Seperti katamu saat gagal dulu, kita sudah kalah karena dua syarat untuk menyelesaikan peristiwa supranatural ini tak terpenuhi."
"Syarat mana yang bisa kau penuhi?" Tanya Wang Xiaoming.
"Dengan susah payah, mungkin bisa menghadapinya sekali lagi secara langsung."
Yang Jian berfikir sejenak: "Tapi perlu persiapan. Proses persiapannya pun berbahaya. Kemungkinan sukses hanya sekitar 10-20% menurut perkiraanku. Jika gagal, nyawaku melayang."
"Siapa yang akan memenuhi syarat kedua? Heh, benda itu bukan hantu biasa yang bisa dibungkus kertas emas. Tanpa bisa membatasinya, mustahil mengurungnya."
Wang Xiaoming berkata: "Bisa dibawa masuk ke ruang aman."
"Saya menolak."
Yang Jian langsung menolak tanpa berpikir: "Aku sudah berusaha maksimal untuk kota ini dengan memberitahumu sebanyak ini. Kau pikir aku tidak ingin menyelesaikan peristiwa ini? Jangan lupa, Hantu bayi tahap keempat juga kulawan dengan mempertaruhkan nyawa mengurungnya."
"Jika kau tidak bisa memenuhi syarat keduaku, aku sama sekali tidak akan mempertimbangkannya. Urusan ruang aman jangan kau impikan. Jika kau masih berniat begitu, kubunuh kau."
Dia langsung mengeluarkan pistol dan menepukkannya ke meja komputer.
Zhang Wei di sebelahnya melihat laras pistol yang mengarah padanya, dengan hati-hati menggeser arah senjata itu ke Wang Xiaoming untuk menghindari kecelakaan.
Wang Xiaoming terdiam, lalu berbalik meninggalkan ruang komputer.
Tatapan Yang Jian bergetar lemah. Dia berbicara ke telepon: "Liu Xiaoyu, kau belum tidur kan? Kau dengar tadi. Kuberi tiga slot di ruang amanku. Suruh dua polisi bersenjata ahli berpengalaman mengawasi Wang Xiaoming 24 jam. Selain kebutuhan dasar, larang dia melakukan apapun. Satu slot tersisa terserah kau atur."
"Di momen genting ini, jika dia nekat berulah, aku khawatir tidak bisa menahan diri melakukan kesalahan."
"Aku paham. Dalam setengah jam akan ada yang datang, menjamin Profesor Wang tidak main-main." Liu Xiaoyu menjawab.
Yang Jian berkata: "Tak perlu jaminan. Bagaimanapun, jika kau gagal, langsung kubunuh dia."
"......" Liu Xiaoyu kembali merasa kepala sakit mendengarnya.
Yang Jian ini masih tetap kekanak-kanakan dan semaunya sendiri.
Bagi Yang Jian, berani mengincar ruang aman, apalagi sosok penting seperti Profesor Wang Xiaoming yang berpengaruh besar di dunia ini, bahkan Tianwang Laozhi datang pun takkan berguna.
Dia boleh tak takut mati, menganggap remeh ruang aman, tapi Yang Jian sama sekali tak boleh menghalangi jalan mundur miliknya sendiri.
Jika rencana ini gagal, bukankah semua orang harus ikut mati bersama Wang Xiaoming?
Ini transaksi yang tak menguntungkan.
Mengorbankan diri untuk orang lain itu sifat Bunda Maria, bukan ciri Pengendali Hantu.
Tiba-tiba.
Di saat yang sama, ponsel lain Yang Jian menerima SMS. Saat membaca pesan itu, raut wajahnya berkerut seperti orang sembelit.
"Kau benar, seharusnya tak perlu mendengarkan si Profesor Wang itu. Dia pasti akan membinasakan kita semua," Jiang Yan berdiri teguh di sisi Yang Jian.
Zhang Wei menghela napas, "Kukira dengan komputer aku bisa hidup tenang seumur hidup. Rupanya aku terlalu naif. Bermain game pun tak sempat, buat apa hidup seperti ini? Lebih baik aku main pistol di luar. Kakak Kaki, ikutlah? Akan kutunjukkan jurus baru 'tangan bergetar memegang dua pistol'."
"Aku harus keluar sebentar," kata Yang Jian sambil meletakkan ponsel dan mengerutkan alut.
"Mau ke mana di saat seperti ini?" Jiang Yan terkejut.
Yang Jian menjawab, "Berperan sebagai Yesus."
"Ngomong-ngomong, jika ada masalah saat aku pergi, temui Zhang Han. Juga, jangan biarkan Wang Xiaoming naik ke lantai lima. Jika dia nekat, Wei Ge, tolong tembak kakinya."
"Tenang, serahkan padaku. Eh, tanya dong, kalau mau menembak, kaki yang mana yang harus kusasar?" tanya Zhang Wei.
Setelah berpikir sejenak, Yang Jian berkata, "Boleh yang mana saja."
