Sebenarnya kalau tidak melihat mata makhluk kecil ini, menurut Yang Jian bayi hantu tahap kedua ini cukup imut secara fisik.
"Benda ini menghalangi pintu jadi susah diakali. Tidak bisa lewat jalan memutar juga. Kalau sampai tak sengaja menyentuhnya, bakal ribet. Nanti terpaksa harus menggunakan kekuatan hantu gentayangan lagi, tidak worth it."
Setelah saling bertatapan mesra dengan bayi hantu ini, Yang Jian tiba-tiba menyambar kursi dari samping ruang tamu.
Diayunkannya dengan kuat.
"Braak~!"
Dentuman keras mengguncang. Kursi berat itu menghantam tubuh bayi hantu hingga terlempar ke dalam kamar gelap.
“Benar-benar kejam.” Yang Jian merasa sangat malu dengan strategi kekerasannya sendiri. Jika adegan ini terekspos online, pasti dirinya akan dibunuh hidup-hidup dengan keyboard oleh orang-orang setiap kali keluar rumah di kemudian hari.
Setelah menunggu beberapa saat.
Bayi hantu itu masih belum muncul, dan ruangan sudah tidak ada gerakan lagi. Ini membuatnya agak canggung.
Barang ini benar-benar tidak punya temperamen sama sekali? Sudah keterlaluan seperti ini juga tidak bereaksi?
Tidak ada cara.
Kalau dia tidak mau keluar, terpaksa aku yang masuk. Bagaimanapun, jalan sudah kubuka.
Yang Jian melangkah masuk dan melihat mayat yang cacat dan terpisah-pisah. Model bajunya terlihat familiar, membuatnya sedikit waspada. Jika Zhang Liqin yang seharusnya dijemputnya sudah mati di sini, lalu siapa yang mengirim SMS padanya tadi?
Jangan-jangan ini jebakan?
Perangkap yang dibuat hantu gentayangan untuk membunuhnya?
Begitu pikirannya sampai di situ, Yang Jian tiba-tiba merasakan hawa dingin mengalir dari kakinya dan menyebar ke seluruh tubuh.
Untuk segera memastikan fakta ini, dia buru-buru mencari di sekitar mayat.
Dia ingin menemukan kepala yang tersisa dari mayat ini untuk mengidentifikasi status jenazah.
Tak lama kemudian.
Yang Jian melihat kepala manusia yang berguling-guling di sudut dekat meja rias.
Cacat dan berlumuran darah.
Dia tidak takut dengan kepala manusia mati ini. Tanpa ragu, dia mengulurkan tangan dan memutar wajah kepala itu.
“Sial, ini siapa sih?” Yang Jian mengerutkan alutnya.
Hanya saja wajah ini sudah tidak berbentuk, fitur wajah tidak lengkap, daging dan kulit terkelupas, darah segar mengalir deras. Jangankan dia, bahkan ibu kandung orang ini datang pun pasti tidak akan mengenali.
Saat dia sedang mencoba mengidentifikasi kepala manusia ini, arah balkon di sisi lain ruangan tiba-tiba menyala oleh cahaya ponsel.
Terang dan redup silih berganti.
Meski terhalang awan kegelisahan yang tidak terlalu terang, tetap sangat mencolok.
"Ada orang di balkon?"
Yang Jian langsung berdiri dan berjalan menuju balkon.
Setelah tinggal begitu lama di sini tanpa musibah, kemungkinan besar jebakan itu tidak ada. Barangkali tadi hanya dirinya yang menakut-nakuti diri sendiri, terlalu paranoid.
Dengan adanya bayi hantu, peristiwa supranatural lain justru kecil kemungkinannya muncul. Sekalipun ada, pasti sudah diselesaikan oleh mayat hidup itu.
Saat Yang Jian tiba di balkon,
Sinar terang langsung menyorot wajahnya, memaksanya memicingkan mata dan refleks mundur selangkah.
Sebelum sempat bereaksi, siluet orang dari sudut ruangan tiba-tiba berdiri dan menerjang ke dadanya, memeluknya erat-erat sambil terisak-isak ketakutan, seluruh tubuhnya bergetar hebat karena ketakutan yang berlebihan.
Merasakan kehangatan tubuh dewasa yang matang ini, setelah melihat ekspresi kurus ketakutan Zhang Liqin, tanpa sepatah kata pun dia langsung merebahkan tubuh wanita itu di pelukannya lalu segera meninggalkan ruangan.
Saat melewati mayat itu, dia melirik sebentar.
Bayi hantu dengan lekuk tubuh anak kecil masih berdiri di balik awan kegelisahan, tatapan ganjilnya tetap mengarah ke sini.
Jarak antara dirinya dengan Zhang Liqin hanya terpisah oleh satu tembok.
Yang Jian benar-benar merasa kagum pada wanita ini. Di tengah lingkungan yang penuh keputusasaan, dia ternyata bisa bertahan selama dua tiga hari. Kalau orang biasa, mungkin sudah hancur berantakan sejak lama.
Tapi...
Merasakan tubuh wanita ini yang terus bergetar dan ketakutan, mungkin di hatinya telah terbentuk bayang-bayang trauma yang cukup besar. Persis seperti Jiang Yan dulu - selain saat tinggal bersamanya, Jiang Yan sama sekali tidak berani mematikan lentera saat tidur, bahkan di siang hari pun semua lampu di rumah harus dinyalakan.
Kepergian mereka berjalan mulus. Setelah memastikan situasi di tempat ini, Yang Jian bisa lebih leluasa bertindak.
Sepanjang perjalanan, Zhang Liqin sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun. Mungkin pengalamannya sebelumnya telah membuatnya paham: menjaga ketenangan dan tidak mengeluarkan suara apa pun adalah kunci bertahan hidup saat menghadapi peristiwa supranatural.
Dengan melemparkan wanita itu ke kursi penumpang depan, Yang Jian menghidupkan mesin mobil dan bersiap pergi.
Mengingat bayi hantu sudah muncul di sini, secara normal seharusnya tidak cuma satu. Seekor bayi hantu tahap kedua saja mustahil bisa membuat kompleks perumahan sekacau ini.
Tepat saat Yang Jian hendak pergi, tiba-tiba seorang wanita muncul entah dari mana, dengan wajah penuh ketakutan menghalangi jalan mobil.
"Aku pernah melihatmu! Kau salah satu polisi kriminal yang masuk-keluar stadion! Aku wartawan! Tolong selamatkan aku! Bawa aku pergi! Aku lihat kejadian tadi - kau bisa menyelamatkan wanita itu, pasti bisa selamatkan aku juga..."
Orang ini dengan gila-gilaan memukul kaca mobil, berharap Yang Jian bisa membawanya pergi.
Wajah Yang Jian berubah drastis, tanpa bicara dia langsung menggenggam tangan Zhang Liqin di sebelahnya dan menyuruhnya menutup mulut.
Zhang Liqin langsung paham, menutup mulutnya dengan erat.
Yang Jian kemudian mengeluarkan ponsel dan menuliskan satu baris kalimat:
〖Jangan bicara. Jika dalam tiga menit kau tidak terjadi apa-apa, aku akan bawa kau pergi.〗
"Terima kasih, terima kasih." Wartawan perempuan ini sangat bersemangat.
"Dilarang bicara." Yang Jian menulis lagi satu baris kalimat dan menunjukkan ponselnya padanya.
"Aku paham, aku tidak akan bicara, tidak akan bicara." Wartawan itu mengangguk cepat.
Yang Jian: "......"
Apa wanita ini idiot? Apakah dia benar-benar paham peringatanku? Lihatlah Zhang Haiyan di sebelah, begitu disuruh tutup mulut langsung menutup rapat, bahkan napas pun ditahan.
Saat wartawan ini berbicara, di kompleks perumahan, beberapa tepi jendela di berbagai lantai tiba-tiba muncul banyak bayang-bayang. Dalam kegelapan seakan ada ribuan tatapan ganjil mengarah ke sini.
"Braak~!"
Lalu terdengar suara jatuh berat ke tanah, seperti ada yang melompat dari gedung tinggi dan terjatuh keras.
Tidak.
Bukan hanya satu suara. Sebelah kiri, kanan, suara jatuh bergantian terdengar.
"Bayi hantu tahap tiga datang." Begitu mendengar gerakan, Yang Jian langsung menduga wartawan ini sudah diawasi hantu dalam kegelapan.
Menyelamatkan dia sudah mustahil.
Tapi sang wartawan perempuan ini tidak tahu, dia masih mengira bisa pergi meninggalkan sarang hantu ini bersama polisi kriminal itu. Namun ketika sebuah lengan hijau kehitaman menjulur dari awan kegelisahan di belakangnya dan menggenggam pergelangan tangannya, barulah ia merasakan keputusasaan.
“Ah～！”
Jeritan histeris yang keluar dari tengah keputusasaan.
Di bawah tekanan ketakutan bahkan lupa untuk minta tolong, sang wartawan perempuan ini tanpa perlawanan langsung ditarik masuk ke dalam awan kegelisahan di depannya, menghilang dalam kegelapan.
Yang Jian menggelengkan kepala, tanpa sepatah kata langsung menginjak gas dan memutar setir meninggalkan tempat ini.
“Kenapa kau ada di sini?”
Setelah keluar dari wilayah bahaya, dia naik ke jalan lingkar berkecepatan tinggi, menghindari area perkotaan, berencana berputar untuk kembali dengan lebih aman. Baru setelah memastikan tidak ada bayi hantu tahap ketiga di jalan lingkar ini, dia berani membuka mulut berbicara.
“Be-benar, maaf.” Zhang Liqin memandanginya dengan wajah memilukan penuh keputusasaan.
“Dengan karaktermu, bahkan jika ada hubungan di antara kita, aku belum tentu akan menyelamatkanmu.” Kata Yang Jian: “Jika kau cukup pintar waktu itu, seharusnya tidak pergi.”
“Maaf.” Zhang Liqin meminta maaf dengan suara kecil.
Yang Jian berkata: “Kau bukan pacarku, tidak perlu minta maaf padaku. Kau lihat sendiri akhir si wartawan perempuan tadi. Terkadang bukan aku tidak mau menolong, tapi dalam kondisi tertentu dia sudah tidak bisa diselamatkan. Dia begitu, kau pun begitu.”
“Maaf.”
Zhang Liqin memandangi Yang Jian dengan hati-hati, seperti remaja perempuan yang berbuat kesalahan.
“Orang mati di ruangan itu bajunya mirip denganmu. Siapa dia?” Tanya Yang Jian.
“Dia adalah rekan kerja.” Ekspresi ketakutan di wajah Zhang Liqin semakin dalam, seolah melihat gambaran yang tak terbayangkan.
Yang Jian tidak melanjutkan interogasi dan bertanya: “Urusanmu sudah selesai?”
“Sebagian sudah, sebagian belum.” Jawab Zhang Liqin.
“Kalau ada masalah lagi lain kali, carilah solusi sendiri. Aku tidak bisa menyelamatkan semua orang, seperti wartawan perempuan tadi yang tidak bisa kuselamatkan.” Kata Yang Jian: “Wartawan itu cukup cerdik, dia mengenaliku dan tahu mengikutiku adalah pilihan aman. Sayang kecerdikan tak berguna - satu langkah salah di tengah keputusasaan ini berarti kematian.”
“Kau sangat beruntung bisa mengenalku.” Ujar Yang Jian.
“Maaf.” Zhang Liqin masih berbisik pelan.
Yang Jian berkata: “Tak perlu minta maaf. Meminta pertolongan adalah naluri manusiawi. Menyelamatkanmu juga pilihanku sendiri.”
“Bukan itu.” Zhang Liqin tersipu malu: “Ini tentang mobilmu...”
“Mobilku kenapa?” Tanya Yang Jian.
Zhang Liqin menjelaskan: “Mobilmu versi standar. Tapi aku jual ke Jiang Yan dengan harga versi premium. Aku mendapat komisi 100.000 darimu. Tanpa komisi itu, aku tak akan mengurus kontrakmu ke rumah, tak akan ketemu hantu di jalan, dan... tak akan terlibat hubungan denganmu.”
“……”
Yang Jian menatapnya: “Kenapa baru sekarang memberitahuku?”
“Entah. Hanya ingin kau tahu. Aku tak mau menipumu.” Jawab Zhang Liqin.
“Sekarang ini sudah tak ada artinya lagi. Meski sudah kuselamatkan dua kali, belum tentu kau bisa bertahan. Bukan hanya kau, aku pun sama. Kita terjebak di Kota Dachang. Bahkan jika bisa keluar, belum tentu selamat.” Yang Jian mengulurkan tangan, menarik kerah bajunya.
Beberapa kancing baju terkoyak, dada Zhang Liqin memperlihatkan kulit putih bersinar, namun terdapat tanda hijau kehitaman besar di atasnya.
Warna itu berubah secara bertahap dari pudar menjadi semakin gelap.
"Lihat dadamu, tanda itu adalah kutukan. Dengan tanda ini, cepat atau lambat kau akan ditemukan oleh makhluk hantu itu. Saat itu terjadi, kau akan mati. Aku tak bisa menyelamatkanmu karena aku sendiri belum tentu selamat."
"Baru saja diselamatkan lalu mendengar kabar ini membuatmu putus asa, ya? Heh, begitulah kejamnya dunia nyata. Sebenarnya jika kau dan rekan kerjamu mati lebih awal, mungkin itu hasil yang lebih baik. Setidaknya tak perlu menderita ketakutan tanpa akhir ini."
Yang Jian tersenyum kecut pada dirinya sendiri.
Zhang Liqin tidak berbicara. Dia terdiam, namun matanya masih mencuri-curi pandang ke arah Yang Jian.
"Apa rencanamu setelah ini?"
Yang Jian berkata: "Menulis surat wasiat atau meninggalkan pesan terakhir? Jika untuk bunuh diri, aku bisa membantumu. Makam juga bisa kau pilih selagi masih hidup. Mati dengan mayat utuh lebih baik daripada hidup lalu dikunyah berkeping-keping seperti rekan kerjamu."
"Mau meluapkan emosi? Aku bersedia... di dalam mobil ini. Aku akan berusaha menahan suara." Setelah lama terdiam, Zhang Liqin berbisik pelan.
Yang Jian menginjak rem keras. Mobil berhenti di jalan tol. Ia terdiam membisu.
Tiba-tiba tinjunya menghantam setir: "Sialan!"
Dia mengabaikan Zhang Liqin, keluar mobil lalu membanting pintu dengan suara BRAK keras.
Berdiri di pagar pembatas jalan tol, Yang Jian menatap jauh ke arah pusat kota.
Tak ada yang terlihat.
Awan kegelisahan menyelimuti pandangan, hanya kegelapan yang terhampar di kejauhan.
Seperti masa depan diri sendiri, tidak ada masa depan, hanya kegelapan.
"Dunia terkutuk ini, benarkah tidak memberi manusia jalan untuk hidup?" Yang Jian ingin menderu ke langit, tapi hanya bisa menggigit gigi hingga berdarah, menelan semua kemarahan ini ke dalam hati.
Suara akan menarik ketakutan, tidak menyelesaikan situasi apa pun.
Tak ada yang paham beban seperti apa yang dipikul Yang Jian saat ini, hanya Zhang Liqin yang melihatnya dan berusaha menghibur dengan cara yang dimilikinya.
Tak tahu sudah berapa lama berdiri menatap arah Kota Dachang.
Yang Jian tampaknya mulai tenang, dia kembali ke mobil.
Zhang Liqin ternyata sudah tertidur, baru terbangun saat mesin mobil menyala lagi: "Masih ingin meluapkan emosi?"
"Tidak perlu lagi," kata Yang Jian.
"Lalu kita ke mana?" tanya Zhang Liqin.
Yang Jian berkata: "Untuk bertaruh dengan takdir."
Gas diinjak dalam-dalam, mobil melesat tiba-tiba, melaju gila-gilaan di jalan tol. Lampu mobil menerangi awan kegelisahan, bergerak maju seakan ingin membelah kegelapan ini.
