Awan kegelisahan yang lebih pekat daripada kegelapan menyelimuti. Yang Jian sama sekali tidak tahu apa yang ada di sekitarnya. Ia tak bisa mendengar apapun, tak bisa melihat apapun.
Mata hantu yang bisa menembus kegelapan kali ini seperti buta, tidak bisa berperan penting.
Tampaknya mata hantu yang belum sepenuhnya bangkit masih kesulitan menghadapi situasi seperti ini.
Atau mungkin, dalam kondisi seperti ini, bukan hanya mata hantu—segala sesuatu yang belum dalam keadaan utuh akan kesulitan.
Seperti yang dikatakan Zhao Kaiming, arwah gentayangan hanyalah secuil dari puzzle. Kini Yang Jian mungkin sedang berhadapan dengan puzzle yang utuh, atau setidaknya sudah hampir lengkap.
"Tap, tap-tap."
Suara langkah sepatu kulit menyentuh lantai tiba-tiba bergema.
Setelah menunggu setengah jam, akhirnya ada gerakan ketika Yang Jian memutuskan untuk aktif menunjukkan kelemahan.
“Ia sedang mendekatiku.” Yang Jian menoleh tajam ke arah sumber suara.
Meski tak bisa melihat apapun, dia bisa menebak dengan samar bahwa jarak antara dirinya dengan entitas itu mungkin kurang dari sepuluh meter.
Dan jaraknya terus menyusut seiring dentang langkah kaki yang bergema.
Lima meter, tiga meter... seolah sudah di depan mata.
Seolah-olah Yang Jian bisa menyentuh tubuh hantu itu hanya dengan mengulurkan tangan.
"Haruskah kutyerang?" Keringat dingin mengucur di wajahnya, dorongan untuk langsung menghunjamkan paku peti mati di tangannya nyaris tak terbendung.
"Tidak, hanya mengandalkan suara langkah kaki saja tak cukup memastikan itu hantu sungguhan. Jika paku ini mengenai bayi hantu seperti terakhir kali dan menyia-nyiakan kesempatan, aku bisa binasa di sini."
Mengatupkan gigi, dia menahan dorongan untuk bertindak gegabah.
Biarlah hantu itu yang lebih dulu menyerang. Dia takkan bergerak sebelum hantu itu bertindak - konsekuensi kegagalan sudah tak bisa lagi dia tanggung.
Pada jarak satu meter, langkah kaki itu tiba-tiba terhenti.
Seolah-olah hantu itu kini berdiri tepat di hadapannya.
"Berhenti?" Jari Yang Jian mengencangkan cengkeraman pada paku peti mati, keraguan mulai merayap di hatinya.
Apakah lebih baik melakukan serangan percobaan?
Tapi di lokasi sumber suara langkah kaki sebelumnya, tak ada jejak hantu sumber malapetaka - hanya sepasang sepatu kulit kosong yang bergerak sendiri. Begitu suara berhenti, hanya sepatu ganjil itu yang diam di depan Yang Jian.
Hantu sejati ternyata telah berdiri diam-diam di belakangnya, membeku seperti patung sama seperti dirinya.
Langkah kaki itu hanyalah umpan.
"Yang Jian menggunakan dirinya sendiri sebagai umpan untuk memancing hantu gentayangan itu. Hantu sumber itu menggunakan sepasang sepatu kulit di kakinya untuk menciptakan suara langkah kaki yang juga memancing Yang Jian."
"Saat ini, Yang Jian tidak mengetahui hal ini. Jika tahu, pasti akan merasakan bulu kuduknya berdiri."
"Tidak, serangan ujian tidak bermakna. Tunggu sebentar lagi."
Kehati-hatian dan pengalaman berulang kali menghadapi hantu gentayangan secara tak langsung menyelamatkannya dari bahaya.
Setelah menunggu beberapa saat lagi.
"Tidak menyerangku?"
Saraf Yang Jian sudah tegang sampai puncaknya saat ini. Ia menyadari hantu yang berdiri di depannya sama sekali tidak bergerak.
Meski begitu, dia sudah bersiap. Begitu ada kesempatan, dia akan dengan kilat menancapkan paku peti mati di tangannya ke tubuh hantu sumber itu.
Namun kesempatan itu tak kunjung datang.
Suara langkah kaki berhenti pada jarak satu meter, tidak ada gerakan sama sekali untuk waktu yang lama.
Kebuntuan ini berlanjut selama sepuluh menit lagi.
Tiba-tiba suara langkah kaki di depan kembali terdengar.
"Tap, tap-tap."
Dalam awan kegelisahan, sepasang sepatu kulit berjalan sendiri, mengitari Yang Jian dalam putaran.
Yang Jian menatap tajam arah sumber suara langkah kaki itu, kepalanya berputar mengikuti gerakannya.
Masih belum melakukan serangan.
Pada titik ini, dia mulai curiga bahwa suara langkah kaki ini mungkin jebakan, persis seperti saat menghadapi bayangan hantu tanpa kepala dulu yang sengaja memancingnya untuk menyerang.
Saat kelemahan terlihat, itulah momen hantu gentayangan akan menyergap.
"Suara langkah kaki ini bermasalah..." Yang Jian yakin akan hal ini, merasakan suasana sekitar semakin ganjil.
"Hantu yang menghilang, mengelilingi langkah kaki sendiri."
Awan kegelisahan yang tak tertembus.
Semua ini menyimpan kengerian yang luar biasa.
Meski sudah memenuhi syarat serangan hantu gentayangan, arwah itu tak kunjung muncul. Yang Jian justru sangat mendukung kemunculannya agar bisa leluasa bertindak.
Tapi kebuntuan ini tak akan berlangsung selamanya.
Saat awan kegelisahan mulai menggerogoti tubuh Yang Jian, tiba-tiba terdengar gerakan di sekitarnya.
Telapak tangan hitam kebiruan berbau busuk mayat, hampir membusuk, menjulur dari sisi berlawanan sumber suara langkah kaki, langsung mencekik leher Yang Jian.
Dingin, kaku, dengan kekuatan mengerikan yang seolah bisa meremukkan lehernya seketika.
"Datang? Ternyata langkah kaki itu hanyalah umpan."
Perhatian Yang Jian terkunci pada suara langkah kaki, tapi ketika suara itu mencapai ujung kanan, tangan penyerang justru datang dari kiri.
Dan hantu sejati ternyata bersembunyi sangat dekat, mengintai di sampingnya.
Meski reaksinya terlambat sepersekian detik,
Semua mata hantu di tubuh Yang Jian langsung terbuka lebar.
Wilayah Hantu diaktifkan.
Sambil merobek lapisan emas pembungkus paku peti mati, satu tangan mencengkeram lengan hijau kehitaman itu, tangan lain menusuk ke arah tubuh sang hantu.
Gerakan beruntun ini dilakukan cepat, tapi sebelum paku peti mati menancap, tangan hijau kehitaman lain menggenggam pergelangan tangannya.
Serangan itu berhasil dinetralisir.
Namun setelah Wilayah Hantu diaktifkan, Yang Jian berhasil menyelimuti makhluk di belakangnya ke dalam wilayah tersebut.
Awan kegelisahan langsung menghilang, segala sesuatu di sekitar terendam darah segar yang memulihkan pandangan.
Seorang dengan jubah Shou dan wajah hijau kehitaman seperti mayat berdiam dengan mati rasa di sebelah.
"Zhou Zheng?"
Melihat wujud hantu ini, bola mata Yang Jian langsung mengerut tajam.
Sebelum sempat terkejut, rahang Zhou Zheng retak memperlihatkan deretan gigi hitam yang mengerikan, langsung menyambar ke arah kepala Yang Jian.
Jika tergigit, kepala Yang Jian akan langsung kehilangan setengah bagian—pasti mati.
Ia berusaha melawan, tapi mendapati lengan yang memegang paku peti mati sudah tidak bisa digerakkan.
Kehilangan sensasi, sama sekali tidak bisa merasakan keberadaan lengan itu.
"Jari itu?"
Di telapak tangan hijau kehitaman itu, Yang Jian melihat sebuah jari kering yang sangat khusus menusuk pergelangan tangannya.
Benda inilah yang memakukan tangannya di tempat.
"Masih ada satu barang lagi."
Tepat ketika Zhou Zheng hendak menggigit kepala Yang Jian, seutas tali jerami tiba-tiba terjatuh dari tubuh Yang Jian dan melilit leher hantu itu, mencoba menggantungnya.
Tapi Tali Hantu gagal.
Meski Tali Hantu mengikat makhluk ini, hanya bisa memaksanya berjinjit tanpa bisa menggantung sempurna.
Meski tidak mencapai hasil yang diharapkan, setidaknya mengurangi intensitas krisis tersebut.
"Gigi hantu yang sudah menempel di hadapannya, hampir menggigit lehernya. Tali hantu di lehernya berhasil mengikatnya."
Serangan gelombang pertama berhasil ditahan oleh Yang Jian dengan mempertaruhkan nyawa.
Sesuai rencana, hantu level ini meski telah berhasil dikendalikan sempurna oleh bayangan hantu dan penekanan kebangkitan mata hantu, tetap hanya memberi hak untuk menghadapi satu gelombang serangan. Tanpa strategi lain, terus bertahan hanya akan berakhir dengan kematian.
Gigi hantu itu bahkan bisa mengoyak wilayah hantu, melahap setengah kepalanya pun mudah saja.
"Tik-tok tik-tok～!"
Saat ini tubuh Yang Jian perlahan menghitam, tetesan seperti tinta pekat menetes dari tubuhnya.
Tinta pekat itu berkumpul membentuk bayangan hantu tanpa kepala yang perlahan bangkit dari tanah.
Bayangan hantu tanpa kepala ini mengambil paku peti mati berkarat dari tangan Yang Jian, lalu menusukkannya perlahan ke hantu sumber di hadapannya.
"Kau kalah." Desah Yang Jian dengan susah payah.
Bayangan hantu tanpa kepala kini berada di bawah kendalinya, menjadi tambahan pasukan. Selamat dari serangan pertama, kemenangan sudah di depan mata.
Rencana tetap berjalan sangat mulus.
Tapi tepat ketika Yang Jian hendak meraih keberhasilan...
Tiba-tiba pikirannya berkunang-kunang, kesadarannya seperti mengabur.
Sesaat kemudian dia tersadar kembali.
Seketika-
Hantu di hadapannya lenyap.
Awan kegelisahan di sekitarnya juga surut, wilayah hantu tak lagi ditekan dan kembali menyebar hingga radius 100 meter.
“Apa yang terjadi？Ke mana hantu itu？” Yang Jian tertegun.
“Luka di tanganku juga hilang？”
Ia menemukan lengannya bisa digerakkan, namun kemudian menyadari luka bekas tusukan jari kering di lengannya telah menghilang.
Dari ruang kelas sebelah terdengar suara rekaman telepon:
『Yang Jian, saat kau menerima pesan suara ini, rencanaku telah berhasil. Itu ada di sekolah. Apa kau bisa menyelesaikan benda itu？』
Mendengar kalimat itu, mata Yang Jian langsung membelalak menampakkan keterkejutan, hawa dingin menyebar dari kaki ke seluruh tubuhnya.
Dengan cepat ia memasuki sekolah, mengambil ponsel positioning satelit peninggalan Zhao Kaiming.
Terutama memeriksa waktu yang tertera.
“Tidak mungkin.”
Ekspresi Yang Jian lebih mengerikan daripada melihat hantu.
Waktu ternyata kembali ke empat puluh menit sebelumnya, saat ia baru tiba di sini.
