Sebenarnya Yang Jian hanya berniat mengambil ponsel untuk sekadar memenuhi arahan markas lalu kembali ke Kota Dachang, sama sekali tidak ingin menangani peristiwa supranatural. Meski dia sedikit lebih hebat dari Pengendali Hantu lainnya, dia juga tidak mau setiap hari berurusan dengan makhluk-makhluk hantu itu. Karena itu, di hatinya hanya terpikir cara mengelak kerja, bolos, dan pulang setelah sekadar tap kartu.
Tapi siapa sangka, saat menangkap pencuri di bus yang dianggapnya bisa diselesaikan dengan mudah, tiba-tiba dia menyadari ada yang tidak beres dengan bus ini.
Awalnya bus ini masih berjalan normal melewati beberapa halte, berhenti dan menaikkan penumpang. Tapi kemudian rutenya berubah, sudah lebih dari sepuluh menit tidak berhenti di halte, arahnya pun salah. Kini bus telah keluar dari pusat kota Xiaochun.
"Meski saat ini ada beberapa hal ganjil, tapi belum sampai membahayakan diriku. Pertahankan kondisi ini dulu."
Meski perasaannya sangat buruk menghadapi situasi ini, pengalaman Yang Jian dalam menangani kejadian khusus mengingatkannya:
Ketika menemukan keanehan, jangan main-main. Tenang, cari tempat duduk, lebih baik menghisap rokok sambil merenung daripada berteriak-teriak tak terkendali.
Tentu saja, kebanyakan orang tidak bisa tetap tenang dalam bahaya.
Yang Jian melihat jam.
Pukul 6:20.
Namun musim panas siang hari lebih panjang, saat ini masih ada matahari di luar, belum bisa disebut malam. Tapi bus ini sudah sampai di pinggiran kota, terhalang area pegunungan di sekitarnya yang membuat pandangan seolah langit sekitar cepat meredup.
Perubahan cepat pencahayaan dan lingkungan di luar jendela inilah yang membuatnya menyadari sesuatu yang tidak beres.
"Haruskah memastikan apakah ini benar-benar peristiwa supranatural atau langsung melompat keluar jendela?" Dua jawaban muncul di hati Yang Jian.
Meski dia punya keyakinan delapan puluh persen ini adalah tanda bahaya peristiwa supranatural, setidaknya di dalam bus masih normal, mungkin sopir hanya salah rute.
"Lompat saja. Aku tidak mau terlibat dalam situasi ini." Tanpa pikir panjang, Yang Jian langsung mengambil keputusan.
Apapun situasinya, bahaya atau salah paham, yang penting pergi dulu.
Segera dia meraih jendela di sebelahnya untuk melompat. Dengan kondisinya sekarang, bahkan terjun dari lantai 10 pun tak masalah asal tidak terbentur kepala, apalagi sekadar lompat dari bus.
"Jendela bus tidak bisa dibuka?"
Tapi saat mencoba mendorong kaca jendela bus, ternyata jendelanya terkunci mati.
Dicoba lebih keras, tetap tidak bisa terbuka.
Kaca jendela itu menutup rapat, lebih keras dari baja.
“Dengan kekuatan saya sekarang, kaca tempered pun bisa dihancurkan dengan mudah. Kenapa kaca ini sama sekali tidak bereaksi?” Wajah Yang Jian berubah sedikit.
Sementara tidak bisa memecahkan kaca jendela, maka hanya bisa menggunakan Wilayah Hantu.
Telapak tangannya menempel di etalase kaca. Kulit dan daging di atas telapak tangan retak, sebuah mata hantu tambahan muncul, memancarkan cahaya merah.
Namun cahaya merah Wilayah Hantu ini tidak bisa menyebar keluar, diblokir oleh gerbong ini. Seolah luar dan dalam gerbong sudah menjadi dua dunia yang berbeda. Bahkan Wilayah Hantu pun tidak bisa melintasi batas ini. Bus yang terlihat normal ini, setelah eksplorasi uji coba, baru bisa perlahan merasakan keanehan ini.
“Apa sebenarnya benda ini? Tidak bisa membuka pintu saja sudah parah, bahkan Wilayah Hantu pun terisolasi.” Alut Yang Jian berkerut dalam-dalam.
Saat ini dia yakin polisi kriminal Xiaochun yang hilang, Xu Feng, hampir pasti terjebak di bus ini. Ponsel positioning satelitnya bukan diambil orang, tapi jatuh di suatu tempat di dalam bus ini.
Hanya saja saya sendiri agak sial. Ingin membantu mengambil ponselnya, hasilnya malah tak sengaja naik bus aneh ini.
Lima pemuda-pemudi di sebelah saat ini belum tahu kejadian di sekitar. Mereka masih di sana mendiskusikan kisah hantu: “Kau ceritakan satu, saya ceritakan satu”, bermain dengan riang. Tapi saat ini timbul perselisihan – pemuda bertas dan seorang perempuan percaya ada hantu, tiga orang lainnya tidak percaya. Maka terjadilah perselisihan.
“Halo, saudara ini, tanya satu masalah. Menurutmu apakah di dunia ini benar-benar ada Hantu? Jangan bilang kau tidak tahu soal Kota Dachang, menurutku ini pasti tempat angker, tapi mereka semua bilang bukan.” Pemuda bertas itu bertanya pada Yang Jian yang asing ini.
Yang Jian menengadah sedikit memandanginya: “Siapa namamu?”
“Aku Zhang Hao.” Pemuda bertas itu tersenyum ramah.
“Zhang Hao, tadi voting tiga lawan dua suara, kalian sudah kalah. Di dunia ini sama sekali tidak ada hantu, kenapa masih mau menarik suara?” Seorang perempuan di sebelah menyela.
Zhang Hao terkekeh: “Kamu tidak bilang tidak boleh menghitung penumpang bus lainnya. Saudara, dukung aku dong, kalau tidak nanti kita kalah harus mentraktir makan.”
Yang Jian tidak langsung menjawab, malah balik bertanya: “Masalah ada atau tidaknya hantu kita kesampingkan dulu. Sebelum menjawab, aku mau tanya: Apakah kalian takut hantu?”
“Tentu... tidak takut! Hantu itu apa sih? Kalau benar-benar ketemu, satu tinju kuhajar. Aku tidak percaya 22 tahun prestasi-ku tak bisa mengatasi barang-barang itu.” Zhang Hao berkata penuh keyakinan.
Entah dari mana asal keyakinannya itu.
Yang Jian mengacungkan jempol: “Kakak, kau benar-benar pemberani sejati. Hanya karena ucapanmu ini, aku sangat mengagumimu. Aku tidak bisa seperti itu, aku sangat takut pada hantu. Contohnya sekarang, meski terlihat tenang, sebenarnya hatiku sudah kalut. Kalau bukan karena masih ada kalian yang bernapas ini, aku curiga apakah penumpang di sekeliling ini benar-benar manusia.”
Bahkan sekarang pun dia tidak yakin apakah 20 lebih penumpang di bus ini benar-benar normal.
Tapi sebelumnya Yang Jian melihat lima orang ini naik bus, obrolan di dalam bus tidak henti-hentinya, di antara penumpang seharusnya tidak ada masalah.
"Kenapa kau bilang begitu?" Zhang Hao terlihat bingung.
Yang Jian berkata: "Mungkinkah selama setengah jam naik bus, kalian sama sekali tidak menyadari sesuatu yang tidak beres? Sebagai pendatang yang tidak mengenal jalan di sini, aku bisa dimaklumi. Tapi apakah bus di Kota Xiaochun biasanya menuju daerah pinggiran?"
Dia menunjuk ke luar jendela.
"Rute baru-baru ini diubah, jalan di depan sedang direnovasi jadi rute diubah. Memang benar lewat sini." Zhang Hao melihat sekilas tanpa reaksi berlebihan.
"?" Mendengar ini, giliran Yang Jian yang bingung.
Rute tidak bermasalah?
Bagaimana mungkin? Kalau rute benar, kenapa jendela bus ini tidak bisa dibuka? Jangan-jangan ginjalku bermasalah?
"Sial! Sopirnya salah jalan. Baru sekarang aku ingat, jalan di pusat kota sudah selesai direnovasi. Rute sudah dikembalikan lima hari yang lalu. Pantas saja tadi merasa ada yang tidak beres. Zhang Hao, dasar kau buta mata! Salah jalan begitu lama juga tidak sadar!" Seorang cowok lain tersadar.
"Lalu sekarang harus bagaimana?" Seorang perempuan terbelalak.
"Aku akan tanya sopir, lihat apakah bisa kembali ke rute semula." Zhang Hao buru-buru berdiri, minatnya pada kisah hantu tiba-tiba hilang.
Kalau terus begini, tidak tahu kapan bisa turun.
"Lebih baik kau berhati-hati." Yang Jian mengingatkan.
Berhati-hati?
Zhang Hao melirik Yang Jian: "Maksudmu berhati-hati apa?"
"Tidak ada. Arti harfiah. Mungkin langsung mendekati sopir itu berbahaya. Tapi aku tidak yakin. Jika bisa, lebih baik kau coba teriak dulu." Kata Yang Jian.
“Jangan-jangan sopir itu penjahat, dia membajak semua orang di bus ini?” Seorang perempuan di sebelah berkata dengan ketakutan.
“Ngapain mikir begitu, masa seorang diri berani membajak banyak orang? Tenang saja, aku akan tanya situasinya.” Zhang Hao berkata.
Melihat sikapnya, Yang Jian tidak membujuk lagi. Lebih baik dia periksa situasi, anggap saja sebagai pengintaian jalan.
Memang harus ada yang jadi burung pertama yang menonjol.
Sebelumnya aman-aman saja, tapi setelah komentar Yang Jian, Zhang Hao malah jadi agak takut.
Jangan-jangan benar ada yang membajak bus.
Tapi Zhang Hao tetap berjalan. Saat sampai di tengah gerbong, tiba-tiba seorang nenek tua berkerut di kursi sebelah meraih lengannya dengan tangan keriput.
Zhang Hao menoleh memandang.
Nenek itu tersenyum: "Nak, duduklah dulu dengan tenang. Tunggu sampai halte berikutnya, jangan minta sopir ubah rute atau berhenti."
"Kenapa?" Zhang Hao bertanya penuh tanya.
Yang Jian mengernyitkan alisnya, matanya menatap tajam ke arah nenek itu.
"Sudah tua, jalan tidak praktis. Bus ini lewat pinggiran desaku, aku ingin cepat pulang." Jawab nenek.
"Kalau... begitu baiklah." Zhang Hao menghela nafas, mengurungkan niatnya meminta sopir ubah rute.
Nenek ini sepertinya menyadari tatapan Yang Jian. Dia menoleh dan tersenyum kecut pada Yang Jian sebelum memalingkan muka.
