Malam hari di Kota Zhongshan terasa sepi.
Mungkin karena kabar angker mulai menyebar di kota.
Yang Jian sementara memilih mundur dan beristirahat bersama Xiong Wenwen di tenda darurat di luar kota, mengingat faktor keamanan, menjauhi Hotel Caesar memang perlu.
Tapi sebuah kota tak mungkin dievakuasi dalam waktu singkat, jadi selain area yang diblokir, sebagian besar wilayah masih menjalani kehidupan normal seperti biasa: makan tepat waktu, bekerja seperti biasa.
Hanya saja dengan berkembangnya peristiwa, ketenangan ini akan segera terpecah.
Markas Polisi Kriminal Asia jelas sudah menyadari hal ini.
Namun, di langit malam kota, kepala-kepala manusia mati yang pucat masih mengambang di udara.
Meski tidak terlihat di malam hari, bukan berarti hal-hal ini tidak eksis.
Ini terjadi di sebuah kompleks perumahan di Kota Zhongshan.
Sebagian besar penghuni sudah mengunci pintu dan jendela, menutup gorden, serta menyalakan semua lampu di ruang tamu sebelum hari benar-benar gelap.
Kabar angin tentang tempat berhantu bukan lagi sekadar legenda urban, tapi telah berkembang menjadi peristiwa yang terjadi di sekitar. Warga Zhongshan tidak begitu bodoh - dengan saluran informasi yang maju sekarang ini, berbagai moment dan foto balon kepala manusia telah tersebar luas. Mereka hanya kurang memahami bahaya sebenarnya di balik peristiwa ini, kalau tidak pasti sudah berebut kabur dari kota.
Tentu saja, masih ada orang-orang keras kepala yang tidak percaya ini adalah peristiwa supranatural.
Tidak semua orang bisa dengan mudah merombak kognisi mereka.
Lagipula situasi ini masih dalam area terkendali, belum menyebabkan korban dalam skala besar, atau mungkin belum muncul di sekitar mereka.
Dai Yong yang tinggal di kompleks ini adalah salah satunya.
Pria awal 30-an ini memiliki karier yang cukup mapan, meski belum bisa disebut orang sukses di usianya, tapi termasuk kelas menengah.
Hanya saja hari ini, perasaan Dai Yong sedang buruk karena kabar balon kepala manusia di Zhongshan telah mempengaruhi pekerjaannya, membuat penghasilannya turun drastis.
“Apa itu kepala manusia terbang, cuma bisa menipu para kakek-nenek. Udah era apa lagi masih percaya ini. Kalau beneran ada hantu, aku malah pengin liat. Dari dulu sampai gede belum pernah ketemu hantu.” Dai Yong menggerutu sambil membuka pintu.
Begitu masuk ke rumah, dia melihat anak lelakinya yang berusia lima tahun sedang duduk di sofa menonton anime.
“Lele, mana Ibu? Kok kamu sendirian di rumah?” Dai Yong berkeliling rumah tapi tak menemui istrinya.
Sambil tetap menatap layar, Lele menjawab: “Ibu main mahjong di bawah. Ayah, aku laper.”
“Dasar perempuan boros! Tinggalin anak sendirian di rumah. Udah malem belum masak juga.” Dai Yong menggerutu kesal.
Kesal sih kesal, tapi anak kecil belum makan harus diurus. Terpaksa dia sendiri masuk dapur masak dua piring untuk makan malam.
“Ding dong～!”
Pas Dai Yong sedang memasak, sebuah SMS masuk: Dai Yong, masih di rumah? Cepat minggat dari Kota Zhongshan. Di situ angker!
“Aku lagi masak buat anak. Angker apaan? Kok sekarang kamu ikut-ikutan.” Dai Yong membalas SMS temannya.
“Ini beneran! Aku kenal teman di kepolisian. Hari ini, tiga helikopter datang ke Zhongshan. Pasti bakal ada masalah besar. Aku udah kabur. Sekarang ngirim SMS dari rest area jalan tol.”
“Sial! Beneran kabur? Kerjaan gak diurus? Mau mati kelaparan?” Dai Yong membalas lagi.
“Nyawa sudah tidak ada, masih melakukan pekerjaan apa? Jangan kau tidak percaya, saya punya bukti. Teman saya mempertaruhkan risiko dipenjara untuk mencuri foto ini.” Pesan ini diikuti oleh sebuah foto.
Tampak seorang pria muda membawa anak sekitar sepuluh tahun baru saja turun dari mobil. Latar belakang foto memperlihatkan Hotel Caesar yang diblokir ketat.
“Lihat, tujuan mereka adalah Hotel Caesar tempat pernikahanmu dulu. Rumahmu tidak jauh dari sini kan? Saya yakin hotel ini pasti angker. Kau lihat garis batas elastisitas dan patroli polisi bersenjata di sekitarnya?” SMS balasan masuk.
“Asal jepret foto lalu bilang orang ini pemburu hantu. Bagaimana kau tidak memotret biksu Tao agar terlihat lebih meyakinkan? Lagi pula, usia orang di foto ini totalnya sampai 30 tahun?” Dai Yong tersenyum, membalas dengan pesan suara.
Temannya panik, lanjut berkata: “Jangan ragu, orang ini dipindahkan dari Kota Dachang. Meski detail informasinya tidak saya ketahui, kabar angin tentang hantu di Dachang beberapa waktu lalu sudah membuktikan masalahnya. Kau harus segera lari! Saat ini belum banyak yang tahu info ini, saya hanya memberitahu beberapa keluarga dan teman.”
Meski aksi dan pekerjaan Yang Jian sangat dirahasiakan, selama ada kontak dengan manusia, tidak ada tembok yang tidak bocor angin.
“Lagi pula, orang yang terlibat dalam pekerjaan terkait juga punya keluarga. Mereka tahu kalau terjadi peristiwa supranatural, meski harus menanggung risiko hukuman, akan berusaha menyebarkan informasi. Dari mulut ke mulut, sebenarnya sudah banyak orang yang diam-diam mengetahui kasus Hotel Caesar yang angker.”
“Ini bukan Peristiwa Mayat Hidup Kelaparan. Seluruh kota tidak diblokir, jadi orang yang tahu info dalam pasti langsung kabur.”
“Cukup, cukup, nggak usah dibahas lagi. Aku mau makan, lain kali lanjut ngobrol.” Dai Yong menjawab asal-asalan sambil menutup telepon.
Kabar burung sudah sering dia dengar. Kalau mau percaya, pasti sudah lama percaya. Sekali pun teman datang sendiri ke rumah untuk bercerita, dia tetap takkan berubah posisi, kecuali menyaksikan langsung.
Tapi ada hal-hal yang tak boleh dilihat langsung, karena menyaksikan berarti teror dan kematian sudah mendekatimu. Saat itu semuanya akan berakhir.
“Lele, waktunya makan!” Dai Yong membawa masakan panas dari dapur.
Anak lelakinya yang tadi menonton anime di sofa ruang tamu kini menghilang.
Setelah mencari, Dai Yong menemukan Lele berdiri di balkon. Dengan bangku pijakan, hampir seluruh badannya sudah menjorok ke luar jendela. Langsung dia berlari terbirit-birit sambil memeluk erat anaknya.
“Apa Ibu belum ingatkan berkali-kali? Jangan panjat jendela! Kalau sampai jatuh kau bisa mati!” bentaknya marah.
Lele menunjuk ke luar: “Tapi Ibu ada di sana. Lele mau buka jendela biar Ibu bisa masuk.”
“Apa?!”
Dai Yong tertegun, dia melihat ke luar jendela, gelap gulita, tak ada apa-apa.
Ini lantai delapan belas, termasuk tempat tinggal tinggi, mana mungkin ada orang di luar.
"Lele kamu pasti salah lihat, Ibu tidak ada di luar, dia sedang main mahjong di bawah, saya akan menelepon memanggilnya untuk makan." kata Dai Yong, lalu bangun menutup jendela rapat-rapat.
Tapi tepat saat sedang menutup jendela, tiba-tiba dia terpaku.
Di luar, sekitar satu dua meter, ada sesuatu yang mengambang seperti balon hitam, tak jelas bentuknya.
Namun benda hitam itu berputar perlahan di udara. Saat bagian depannya terkena cahaya dari dalam ruangan, tampaklah wajah pucat seorang perempuan persis seperti istri Dai Yong.
Tidak, ini memang istrinya! Di telinganya masih tergantung anting yang sangat dia kenal.
"Ah~!"
Pria berusia awal tiga puluhan itu langsung pucat, lututnya gemetar hingga terjatuh, matanya dipenuhi ketakutan.
Di bawah "kepala" itu kosong melayang-layang seperti balon.
Legenda peristiwa balon kepala manusia di Zhongshan ternyata benar?
Sebelum Dai Yong sempat berpikir, angin tiba-tiba bertiup membawa "kepala" itu perlahan mendekat, melewati jendela, masuk ke dalam ruangan, dan mulai mengarah ke dirinya.
Dalam ketakutan, Dai Yong ingin menarik anak lelakinya untuk kabur, meninggalkan tempat ini, meninggalkan kota ini.
Tapi saat dia melihat ke samping, dia mendapati anaknya diam tak bergerak di tempat.
Kepalanya sudah tidak ada di leher, melayang seperti balon yang terlepas dari tubuhnya.
Keputusasaan dan ketakutan membuat Dai Yong menjerit histeris hingga mentalnya hancur.
Namun peristiwa mengerikan semacam ini bukan hanya terjadi pada keluarganya. Kengerian di Kota Zhongshan terus meruyak, dan ini hanyalah salah satu contohnya.
Di Hotel Caesar yang diduga menjadi sumber peristiwa ini.
Lantai empat.
Feng Quan sedang menghisap rokok sambil bersandar di dinding dengan alut berkerut. Telapak tangannya gemetar, entah karena panik atau ketakutan.
"Belum menemukan jalan keluar?" Tarikannya dalam-dalam pada rokok mengiringi ucapannya.
Guo Fan kembali dengan wajah muram: "Tidak. Sudah empat jam kita tersesat sejak masuk. Berputar-putar di koridor ini seperti labirin tak berujung. Mungkin kita terjebak di wilayah hantu khusus yang mustahil dilalui dengan berjalan biasa."
"Sayang Yang Jian membawa Xiong Wenwen ke lantai dua untuk investigasi. Andai kita bergerak bersama, pasti tidak akan terjebak. Dia dijuluki Polisi Mata Hantu karena ahli menguasai wilayah hantu." Feng Quan mengelus kepala yang mulai pusing. "Jika sampai subuh belum keluar, lebih baik minta bantuan Yang Jian."
Wilayah hantu sendiri tidak ditakutinya. Yang dia khawatirkan adalah terkungkung tanpa bisa melarikan diri.
“Jika saja aku punya Lilin Hantu, tak perlu mengandalkan seorang pemuda tak jelas.” Guo Fan membuka mulut.
Feng Quan menggelengkan kepala: “Yang Jian tidak sesederhana itu. Dia mengalami peristiwa gaib termasyhur. Orang ini sangat spesial, bagaimana menjelaskannya... Karena masih muda tapi sudah terjun awal, potensi berkembangnya besar. Lagipula dia beruntung bisa mengendalikan Mata Hantu yang memiliki Wilayah Hantu sejak awal, potensinya sebesar Li Jun. Jika kasus Kota Zhongshan ini diselesaikannya lagi, penetapan jabatan komandan tim sudah hampir pasti.”
“Sejak kapan kau mulai membelanya?” Guo Fan menyahut.
“Aku hanya berbeda prinsip dengannya. Karakternya sangat kubenci, terlalu egois. Pola pikir picik ala rakyat jelata, takut mati, hanya mengejar keuntungan. Dia hanya peduli wilayahnya sendiri, urusan lain diabaikan. Meski model begini survival rate-nya tinggi, tapi aku merendahkannya. Namun harus kuakui kemampuannya.” Feng Quan mengungkapkan penilaiannya tentang Yang Jian.
“Jika kemampuannya diberikan padaku, setelah jadi komandan tim, akan kubah dunia ini. Lalu akhiri era supranatural, kembalikan perdamaian global. Inilah yang harus dilakukan suami sejati.”
Feng Quan membeberkan mimpi dan ambisinya.
Guo Fan memandanginya tanpa bicara. Menurutnya ucapan Feng Quan terlalu indah, sampai terkesan palsu. Justru Yang Jian yang hidup lebih autentik - hanya untuk diri sendiri, seperti dirinya.
Karena dirinya pun demikian.
Menyelesaikan kasus gaib, mencatat prestasi, naik jabatan, hidup lebih panjang. Baru bisa menikmati keindahan yang dibawa uang dan kekuasaan.
“Gah...Braak~!”
Namun tiba-tiba pada saat itu terdengar suara pintu yang terbuka dan tertutup tiba-tiba.
Meski tidak keras, suara itu bergema jelas di koridor, membuat orang tidak bisa menahan seluruh tubuhnya gemetar dan secara refleks menegangkan badan.
Feng Quan langsung melompat dari lantai, wajahnya berubah drastis: "Munculkah?"
Sebelumnya mereka sudah tahu kabarnya, hotel ini sudah tidak ada penghuninya. Baik pegawai maupun tamu semuanya telah dievakuasi beberapa hari lalu, jadi mustahil ada yang menetap di lantai empat.
"Sudah tidak ada gerakan lagi." Guo Fan menyimak namun menemukan sekitarnya kembali sepi.
"Mari kita lihat."
Feng Quan dengan hati-hati menelusuri sumber suara pintu itu, sampai di mulut koridor yang sebelumnya tak pernah ada.
Di depan masih terlihat lantai berkarpet merah, di kiri-kanan berjejer kamar tamu hotel dengan papan nomor kamar: Nomor 1, Nomor 2, Nomor 3...dan seterusnya.
"Area depan ini mungkin bukan bagian dari hotel ini." Guo Fan menghentikan langkahnya, tidak melanjutkan.
"Mengapa?"
Guo Fan menganalisa: "Nomor kamar hotel ini bukan seperti ini. Saya sudah memeriksa dokumen sebelumnya, nomor kamar di sini semuanya tipe 002, 004, tidak ada yang dimulai langsung dari 1."
"Tempat gaib?" Feng Quan mengerutkan kening.
Dia tidak merasa aneh, karena wilayah gaib memang seperti ini - terlihat menyatu dengan lingkungan sekitar, namun beberapa bagian justru tak selaras, terkesan ganjil dan misterius, sulit dijelaskan.
"Gah~!"
“Namun tepat di saat itu, suara pintu yang terbuka kembali terdengar di koridor. Sebuah pintu kamar tamu di ujung koridor perlahan membuka, namun berhenti saat terbuka setengah.”
Pintu rumah setengah terbuka, cahaya lentera samar terlihat dari dalam.
Melalui celah pintu yang terbuka setengah itu, terlihat samar-samar nomor kamar di atasnya: 31.
Kedua anggota langsung diam membeku. Tatapan mereka menancap kuat ke pintu yang terbuka itu, berusaha memastikan apa yang akan keluar dari dalam.
Tapi tidak ada apa-apa.
Pintu tetap setengah terbuka tanpa seorang pun keluar. Namun melalui celahnya, terlihat bayangan seperti orang bergerak di dalam dengan cahaya yang terus berubah-ubah.
“Harus menyergap?” Feng Quan sudah siap bertindak. Ia tahu kontak semacam ini hampir pasti berarti berhadapan dengan Hantu.
Guo Fan mengernyit: “Aku tak mau malu minta bantuan Yang Jian besok kalau terus terjebak di sini. Ayo serang! Dengan gabungan kekuatan kita, tak perlu repot cari aturannya – langsung kurung saja Hantu ini. Lagipula bahayanya cuma Tingkat B, itu saja diklasifikasikan A karena skalanya terlalu luas.”
“Baik, aksi bersama.” Feng Quan segera mengangguk setuju.
