Miao Xiaoshan berpisah dengan dua temannya, memilih pulang ke sekolah bersama Yang Jian.
Sepanjang jalan, gadis itu terus mengobrol dengan sang pemuda.
"Kau tahu tidak? Setelah diterima di kampus, saya memilih jurusan sejarah yang cukup tidak populer." Miao Xiaoshan berjalan sambil tersenyum, "Sepupuku bilang jurusan ini tidak punya prospek, setelah lulus sulit cari pekerjaan, pasti tidak baik untuk perkembangan masa depan. Seharusnya memilih jurusan lain."
"Sepupumu? Shangguan Yun?" Yang Jian teringat pada sepupu lelaki itu.
Orang sial yang pernah terjebak di Cermin Hantu, untungnya berhasil diselamatkan olehnya.
"Hm, dia sering menyebutmu, bilang kalau ada kesempatan harus mentraktirmu makan." kata Miao Xiaoshan.
"Yang penting sepupumu baik-baik saja, urusan makan tidak perlu." jawab Yang Jian.
Miao Xiaoshan melanjutkan, "Bagaimana kabar mereka akhir-akhir ini? Aku cuma tahu Zhang Wei sedang main siaran langsung di Kota Dachang. Kontak yang lain sudah putus, kau tahu tidak?"
"Mereka" yang dimaksud adalah beberapa teman sekelas yang selamat di Sekolah Menengah 7 dulu.
Meski beberapa orang tidak terlalu dekat, tapi sebagai korban selamat yang bersama-sama mengalami peristiwa supranatural, ada semacam resonansi di antara mereka.
Seperti sekutu yang pernah berjuang di medan perang bersama, setelah selamat pasti saling memperhatikan.
"Wang Shanshan masih seperti biasa, tubuhnya agak bermasalah." Yang Jian berkata tenang, "Sun Ren dan Liu Qi sudah lama meninggalkan Kota Dachang. Aku tidak dekat dengan mereka, tidak ada kontak. Kalau Zhang Lei... dia mati."
Mati?
Tubuh Miao Xiaoshan gemetar ringan. Ia menengadah dengan ekspresi ketakutan, "Kenapa bisa begitu? Terakhir ketemu dia masih baik-baik saja, tiba-tiba..."
“Dia tahu Yang Jian biasanya bermain akrab dengan Zhang Wei dan Zhang Lei, tapi tak disangka hanya dalam beberapa bulan, kabar kematian Zhang Lei sudah terdengar.”
“Terjebak tak sengaja dalam peristiwa supranatural, aku berusaha menyelamatkannya tapi gagal, kemampuan waktu itu memang belum memadai.”
Yang Jian berkata: “Sebenarnya secara teknis, Wang Shanshan juga sudah mati. Kondisinya sekarang seperti manusia hidup-mati, perasaan semakin tumpul, tubuh semakin dingin, semua karena pengaruhku.”
“Waktu reuni kelas kemarin, kau pasti sudah melihat perubahan pada dirinya.”
Sampai di sini, langkah Yang Jian terhenti. Ia menatap tajam sambil berkata: “Meski nasib Sun Ren dan Liu Qi yang kurang akrab itu belum jelas, tapi ketujuh orang yang selamat dari peristiwa supranatural ini seolah dikutuk, akhirnya sama-sama buruk. Jangan lihat Zhang Wei yang tiap hari siaran langsung online dan terlihat gembira, sebenarnya dia sudah mengalami beberapa kasus gaib. Secara teknis, dia juga pernah mati sekali.”
Cermin Hantu menghidupkan kembali Zhang Wei. Kalau bukan karena kejadian waktu itu, mungkin sekarang rumput di kuburannya sudah setinggi orang.
“Miao Xiaoshan, kau beruntung. Setidaknya sejak saat itu hidupmu kembali normal. Aku juga berharap kau bisa terus hidup normal seperti ini. Karena itu, sebaiknya kau jauhi orang-orang sepertiku.”
Tatapan lemah Miao Xiaoshan bertemu dengannya: “Kau pikir dirimu pembawa sial bagi orang lain? Karena merasa bersalah lalu mengurung diri? Kau salah, ini sama sekali bukan salahmu. Ingatkah, kaulah yang menyelamatkan Wang Shanshan, Zhang Lei, dan kami semua. Kalau bukan karenamu, kami pasti sudah mati di Sekolah Menengah 7.”
“Peristiwa supranatural menyertai kematian, berdekatan terlalu lama kemungkinan akan terpengaruh. Kau telah mengalami peristiwa supranatural, mungkin paham betapa putus asanya orang biasa yang terlibat dalam hal seperti ini? Tak ada yang ingin mengalaminya untuk kedua kalinya, bahkan aku pun tak mau.” Yang Jian berkata.
“Beberapa bulan ini kau banyak berubah.” Miao Xiaoshan tak tahu bagaimana menjawab, hanya berkata lembut: “Kurasa kau terus kehilangan sesuatu.”
“Inilah perkembangan.” Kata Yang Jian.
“Jadi, kau tak akan menghubungiku lagi di kemudian hari?” Tanya Miao Xiaoshan.
Yang Jian memalingkan wajah memandang langit redup di kejauhan; “Jika tidak ada situasi mendesak, kita sebaiknya mengurangi kontak. Ini baik untukmu.”
“Lalu mengapa kau masih meninggalkan informasi kontak padaku?” Nada suara Miao Xiaoshan mulai terdengar kesal.
“Mungkin suatu hari kau membutuhkan bonganku, dan kontak via ponsel tak terlalu berpengaruh padamu.” Jawab Yang Jian.
Miao Xiaoshan kini terdiam.
Saat ini dia sedikit memahami makna sebuah idiom: segala tetap sama tapi manusia berubah.
Bertemu kembali dengan Yang Jian, dia bukan lagi Yang Jian dalam ingatannya. Banyak yang berubah, terasa sangat asing.
Dirinya dan Yang Jian telah saling mengenal setidaknya enam tahun, dari SMP hingga lulus ujian negara. Bisa dibilang mengisi seluruh masa muda. Citra Yang Jian dalam ingatannya sudah membeku, tapi mengubah seseorang secara total hanya butuh enam bulan.
“Aku tak ingin begini.” Setelah lama, Miao Xiaoshan baru bisa berkata.
“Aku juga tak mau.” Sahut Yang Jian.
Keduanya berjalan dalam kesunyian, topik pembicaraan yang bisa dibahas semakin menyusut.
Pada momen ini.
Liu Zi yang sebelumnya meninggalkan mal lebih awal, kini duduk di sebuah mobil mewah.
Yang mengemudikan mobil adalah seorang pemuda tampan bernama Li Yang, pacar Liu Zi.
"Bukannya kau pergi jalan-jalan dengan teman sekelasmu? Kok sudah pulang lebih awal, apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Li Yang dengan penuh perhatian.
Liu Zi mendengus pelan, "Biasa saja, cuma ketemu orang yang menyebalkan. Apa akhir-akhir ini jumlah orang gangguan jiwa bertambah banyak? Kok teman sekelasku bisa kenal orang seperti itu?"
"Perlu marah segitu besarnya?" Li Yang tersenyum.
"Ngomong-ngomong, malam ini aku tidak mau kembali ke asrama. Aku mau menginap di Hotel Damai," ujar Liu Zi tiba-tiba.
Hotel Damai?
Senyum Li Yang langsung menghilang, wajahnya berubah pucat. Dengan gerakan refleks, ia menginjak rem darurat hingga mobil berhenti mendadak: "Darimana kau tahu soal Hotel Damai?"
"Ada masalah apa? Bukankah itu salah satu hotel di Kota Dajing? Aku baru saja cek di ponsel," jawab Liu Zi.
"Tempat itu tidak terbuka untuk umum. Coba pilih hotel lain saja," ucap Li Yang dengan senyum dipaksakan sambil kembali menginjak gas.
Liu Zi heran, "Masa sih tidak menerima tamu? Temannya teman sekelasku tinggal di sana. Kalau orang seperti dia saja bisa, kenapa kita tidak? Apa harganya selangit? Mungkin semalaman sampai puluhan juta?"
"Apa? Hari ini kau bertemu orang yang tinggal di Hotel Damai?" Mata Li Yang membelalak.
"Dia sendiri yang bilang begitu. Kau belum jawab kenapa kita tidak bisa menginap di sana?" Liu Zi menyeringai sinis.
Li Yang buru-buru memutar setir dan menepikan mobilnya, lalu menoleh berkata: "Dengar baik-baik, Liu Zi, ada hal-hal yang tidak kau pahami. Aku pun tak berani sembarangan membocorkan informasi. Intinya kau harus ingat, di Kota Dajing ada dua jenis orang yang tak boleh kita ganggu. Bahkan hak untuk sekadar berinteraksi pun tak kita miliki. Jenis pertama sudah kau tahu, sedangkan jenis kedua adalah mereka yang berhak tinggal di Hotel Damai."
"Terutama skenario kedua, kau harus lebih waspada. Jauhilah sebisa mungkin selama situasi memungkinkan."
"Misterius sekali, segitunya apa?" Liu Zi mencibir.
Li Yang menekan suaranya: "Lebih parah dari perkiraanmu. Begini saja, orang yang berhak menginap di Hotel Damai bahkan bisa membunuh beberapa orang di jalanan tanpa konsekuensi. Yang dibunuh hanya bisa menganggap diri sial. Ini sudah melampaui urusan uang atau kekuasaan."
Liu Zi tertegun mendengar penjelasan itu.
Dia sepuluh ribu kali tidak menyangka bahwa Yang Jian yang tampak biasa-biasa saja itu ternyata begitu khusus dan misterius.
"Teman teman sekelasmu itu sebaiknya kau hindari. Jika tak sengaja bertemu nanti, bersikaplah sangat sopan. Orang-orang seperti mereka sama sekali tak boleh dimusuhi. Selain itu, urusan Hotel Damai sudah cukup sampai di sini. Terlalu banyak tahu hanya akan merugikanmu. Dulu aku juga sepertimu, penuh rasa ingin tahu. Tapi setelah sedikit memahami, aku benar-benar takut."
Sampai di sini, Li Yang juga mulai menunjukkan kecemasan.
"Aku mengerti, nanti aku akan menjauhi Yang Jian yang gangguan jiwa itu." Liu Zi berhenti bertanya setelah mengetahui betapa seriusnya situasi ini, dan patuh menutup mulutnya.
"Yang Jian?"
Namun saat dia menyebut nama itu, Li Yang jelas tertegun: "Tunggu, di mana teman sekelasmu itu bersekolah sebelum datang ke Kota Dajing?"
"Dia mengikuti ujian masuk perguruan tinggi di Kota Dahan, tapi aku sudah tanya Miao Xiaoshan, sebelumnya dia bersekolah di Kota Dachang, kemudian pindah sekolah sementara." Liu Zi berkata.
Keringat dingin mengucur di tubuh Li Yang setelah mendengar ini.
Awalnya dia mengira nama itu hanya kebetulan, tapi sekarang dia hampir yakin sepenuhnya.
Orang yang ditemui Liu Zi hari ini tak perlu diragukan lagi adalah Yang Jian dari Kota Dachang.
Sosok yang dijuluki Polisi Mata Hantu dalam kabar angin.
Pengetahuannya tentang orang-orang khusus dan peristiwa khusus ini tidak banyak, namun karena kejadian di Kota Dachang beberapa bulan lalu terlalu ganas, dan keluarganya memiliki sedikit koneksi - ayahnya mengetahui beberapa info dalam, dia pun tahu sedikit.
"Ya Tuhan, bagaimana mungkin Liu Zi bertemu orang seperti ini?" Hati Li Yang dipenuhi kegelisahan saat ini.
Tapi melihat sikapnya yang masih tersenyum sinis, sepertinya dia belum menyadari betapa berbahaya dan khususnya Yang Jian yang dia temui sebelumnya.
