“Pulang dan istirahatlah lebih awal, rajin-rajinlah belajar. Dari seluruh Sekolah Menengah 7 hanya kau yang lulus ke kampus. Sekarang kau adalah kebanggaan seluruh sekolah. Jangan sekali-kali mencontoh kami. Kami ini tidak punya masa depan. Setelah putus sekolah, Zhang Wei hanya bisa kerja kasar di lokasi konstruksi. Aku juga cuma bisa cari makan dengan kerja serabutan. Wang Shanshan sekarang di rumah mengasuh anak.”
Yang Jian mengantar Miao Xiaoshan sampai gerbang sekolah, berbicara dengan nada berwibawa.
“Ini pujian atau sindiran?” Miao Xiaoshan tertawa puu sambil melontarkan lelucon.
“Tentu pujian. Kau bahkan bisa masuk Universitas Dajing, mana mungkin aku menyindirmu? Kalau aku ikut ujian masuk perguruan tinggi, pasti gagal. Mungkin perlu mengulang setahun lagi baru ada kesempatan.” Kata Yang Jian.
Miao Xiaoshan melirik sinis, lalu berkata: “Kau saja sudah menguasai seluruh Kota Dachang. Masih ada artinya belajar bagimu?”
Yang Jian menjawab: “Beda. Kebahagiaan mengarungi samudera pengetahuan tidak akan pernah dipahami oleh kapitalis kecil jahat seperti kami.”
“Sudah, sudah, aku mengerti. Aku akan rajin belajar. Daripada mengkhawatirkanku, lebih baik kau jaga diri sendiri.” Kata Miao Xiaoshan dengan nada peduli: “Kurangi lah terlibat urusan berbahaya. Hidup dengan selamat lebih penting dari apapun. Nyawa kita ini kan hasil rebutan, harus benar-benar dihargai.”
“Tentu, aku memang selalu takut mati.” Sahut Yang Jian.
Tak lama kemudian, setelah mengantar Miao Xiaoshan pulang, ia pun pergi.
Ia tak ingin kehadirannya yang luar biasa itu mengganggu kehidupan normal Miao Xiaoshan. Menjaga jarak sangat perlu agar suatu hari nanti tidak sampai menariknya terlibat.
Malam ini.
Yang Jian kembali ke Hotel Damai untuk beristirahat.
Tapi Zhang Lei tidak tidur, duduk di sofa lobi lantai satu hotel seolah menunggu kepulangannya.
"Yang Jian, akhirnya kau kembali? Sudah kutunggu berjam-jam." Zhang Lei buru-buru berdiri sambil berkata.
"Kenapa? Ada masalah apa?" Ekspresi Yang Jian menunjukkan keheranan.
Zhang Lei mendekat sambil menekan suaranya: "Sebenarnya bukan hal istimewa, tapi aku merasa ada yang tidak beres, menurutku perlu memberitahumu informasi ini."
"Informasi apa?" tanya Yang Jian.
"Tadi malam, Zhang Hui yang menginap di hotel tiba-tiba pergi, dan belum kembali sampai sekarang."
Zhang Lei menjelaskan: "Ini menurut pegawai hotel yang kuhubungi. Setelah kuperiksa prosesnya, aku cukup memperhatikan tindakannya."
"Zhang Hui? Siapa itu?" ujar Yang Jian.
"Mungkin kau belum melihat arsipnya. Zhang Hui adalah Pengendali Hantu asing yang selamat bersama kita dari pangkalan pelatihan sebelumnya." jelas Zhang Lei.
Mendengar itu, Yang Jian akhirnya teringat: "Oh dia? Tapi kalau dia meninggalkan hotel kan biasa saja, aku juga sering keluar hotel."
Zhang Lei berkata: "Tapi menurut pegawai hotel, saat pergi, emosi Zhang Hui tampak tidak stabil. Bukan sekadar pergi sebentar, tapi pergi dengan tergesa-gesa sambil membawa barang-barang yang sudah dipersiapkan, tanpa melaporkan situasinya ke markas sama sekali."
"Ini bukan urusan kita. Pengendali Hantu selalu di bawah kendali markas." Yang Jian berpikir sejenak.
"Aku tahu. Urusan orang lain memang tidak perlu dicampuri. Tapi masalah Zhang Hui muncul setelah kita meninggalkan pangkalan pelatihan. Sebelumnya dia selalu normal. Jangan-jangan ada keadaan darurat tertentu di sini?" tanya Zhang Lei.
Yang Jian tatapannya bergetar lemah: "Kau maksud peristiwa supranatural?"
"Saya menduga ada kemungkinan itu. Apakah Zhang Hui itu menemukan sesuatu, atau menyadari sesuatu, sehingga menganggap Hotel Damai tidak aman..." Zhang Lei berkata.
Yang Jian menggelengkan kepala sambil tersenyum; "Mungkin kau terlalu paranoid. Orang itu hanya meninggalkan hotel sementara. Menurutku justru kondisi mentalnya yang bermasalah, agak takut tinggal di Kota Dajing. Lagipula peristiwa Guicha sangat mengejutkan bagi pendatang baru sepertinya. Langsung menghadapi peristiwa gaib Tingkat S, siapa pun pasti tidak sanggup."
"Kemungkinan besar dia ketakutan dan berniat mengundurkan diri, jadi mengemasi barang-barangnya dan pergi."
Mendengar itu, Zhang Lei merenung sejenak lalu mengangguk: "Memang ada kemungkinan seperti itu. Saya juga berharap Zhang Hui tidak pergi karena alasan khusus. Jika iya, situasi ini mungkin terkait dengan kita. Jadi saya pikir lebih baik mengingatkan semua orang."
"Baiklah, saya akan memperhatikan hal ini."
Yang Jian menepuk bahunya: "Tapi jangan terlalu paranoid. Nanti tekanan mentalmu semakin berat. Istirahatlah yang cukup. Masalah Guicha belum selesai. Beberapa hari ke depan pasti akan sibuk lagi. Selain itu, perhatikan juga kondisi dirimu sendiri. Sudah berhasil bertahan hidup, jangan sampai mati secara tidak jelas."
"Saya paham." Wajah kaku Zhang Lei mengangguk.
"Sekian dulu. Saya mau istirahat. Jika ada masalah, kau bisa langsung mencariku." Kata Yang Jian.
Zhang Lei ini memang orang baik. Dia menunggu berjam-jam hanya untuk mengingatkan situasi ini. Jika posisinya diganti dengan orang lain, mungkin tidak akan peduli.
Pada hari kedua.
Tepat seperti dugaan, Yang Jian menerima pemberitahuan darurat dari Liu Xiaoyu yang memintanya tiba di markas sebelum pukul 10 pagi untuk menghadiri rapat.
Meski agenda rapat tidak dijelaskan secara spesifik, bisa ditebak ini pasti terkait peristiwa Guicha.
Setelah melalui penutupan dan persiapan sepanjang malam, pihak markas seharusnya sudah mulai menyadari situasi. Walau bagi Yang Jian peristiwa Guicha sudah berakhir, bagi markas ini masih belum tuntas.
Selama Hantu itu masih ada, situasi ini perlu ditangani.
"Baik, saya mengerti. Sebentar lagi saya akan ke markas," jawab Yang Jian melalui ponsel.
Di telepon, Liu Xiaoyu menambahkan: "Ngomong-ngomong, peserta rapat kali ini cukup banyak termasuk beberapa pejabat tinggi. Harap kau menjaga sikap dan jangan membuat masalah agar tidak merepotkan."
"Kau bicara seolah aku anak kecil. Aku kan selalu rendah profil," sanggah Yang Jian. "Tapi kau bilang ada pejabat tinggi? Setinggi apa? Lebih tinggi dari jabatanku?"
"Sebagian besar adalah kandidat Rencana Komandan Tim, tapi tidak semua. Beberapa harus tetap bertugas di cabang wilayah. Ada juga beberapa figur yang pasti menarik minatmu," jelas Liu Xiaoyu.
"Contohnya?" tanya Yang Jian.
Liu Xiaoyu berpikir sejenak: "Misalnya beberapa Pengendali Hantu yang luar biasa akan muncul, termasuk Pengendali Hantu terkuat di Kota Dajing."
Tatapan Yang Jian bergetar lemah: "Juara pertama Asia? Pengendali Hantu luar biasa?"
"Ternyata, di markas masih ada lingkaran elite Pengendali Hantu termasyhur. Sebelumnya, bahkan setelah menguasai dua hantu sekalipun, saya sama sekali tidak berhak menyentuh lingkaran ini. Baru setelah Peristiwa Guicha, saya mulai benar-benar menginjakkan kaki di lingkaran puncak itu."
"Karena sekarang saya sendiri juga sudah termasuk kategori luar biasa."
"Tapi gelar 'Pengendali Hantu Nomor Satu Dajing' terdengar cukup menakutkan."
"Liu Xiaoyu saja menyebutnya nomor satu, pasti itu gelar yang diakui secara resmi di kalangan mereka."
"Apa markas punya orang seperti itu? Dulu saya pernah kontak admin forum gaib, namanya Ye Zhen mungkin? Apa mungkin dia?" Pikir Yang Jian sejenak sebelum langsung menggelengkan kepala mengurungkan gagasan itu.
"Ye Zhen itu mungkin belum cukup kuat untuk menekan kelompok orang markas."
"Sekarang dia benar-benar penasaran: sebenarnya makhluk apa gerangan satu per satu peserta rapat kali ini?"
"Jika tebakannya benar, mereka pastilah generasi pertama yang menyentuh peristiwa supranatural dan berhasil selamat."
"Baik, komunikasi kita cukup sampai di sini. Jika ada urusan lain, nanti kita bahas saat bertemu," kata Liu Xiaoyu.
"Oke, saya segera berangkat ke markas."
Setelah meletakkan ponsel, Yang Jian mempersiapkan diri dan berangkat.
Rupanya rapat kali ini tidak mengundang Zhang Lei, Wang Jiang, Huang Ziya dan yang lain - mereka sama sekali tidak tahu menahu.
Mungkin jabatan mereka belum cukup tinggi, atau markas menganggap kehadiran Yang Jian seorang diri sudah memadai.
"Jangan lupa minta reimburse barang-barang sebelumnya ke Menteri Cao, plus uang lembur yang masih ditahan," batin Yang Jian sambil mengingatkan diri agar tidak lupa hal penting ini.
Tak lama kemudian.
Yang Jian duduk di sebuah mobil khusus yang sudah lama parkir di depan Hotel Damai.
Mobil khusus ini akan langsung mengantarnya ke markas tanpa perlu repot memikirkan transportasi.
Sejujurnya, Yang Jian belum pernah mengunjungi markas sebelumnya, dan dalam hatinya muncul rasa penasaran.
Mengingat mereka mengelola peristiwa khusus di kawasan Asia, berapa banyak rahasia dan arsip yang belum terpecahkan, tak seorang pun tahu.
Meski Yang Jian sendiri punya beberapa rahasia, tapi semua itu pasti tak sebanding dengan yang dimiliki markas.
Terutama ketertarikannya pada Pengendali Hantu nomor satu di Kota Dajing yang legendaris.
Metode apa yang digunakan orang itu untuk mengendalikan Hantu? Seberapa mengerikannya? Apakah jauh melampaui kemampuannya?
Ia perlu memanfaatkan kesempatan ini untuk sepenuhnya memahami status sosialnya sendiri.
