Wajah Luo Yong benar-benar membuat Yang Jian kaget setengah mati.
Ketakutan ini tidak bisa dipahami orang lain, karena ini terkait dengan sebuah kebenaran yang mengerikan. Jika Yang Jian terus menelusuri petunjuk ini, mungkin akan berhasil menggali rahasia kebangkitan hantu gentayangan, bahkan menemukan metode untuk menyelesaikan peristiwa supranatural.
Di era di mana semua orang masih samar-samar menjelajahi hal gaib, perolehan informasi seperti ini berpotensi mengubah seluruh situasi saat ini.
Namun Luo Yong sepertinya tidak memahami situasi ini. Dia masih berteriak ingin meninggalkan klub dan pulang ke kampung halaman dengan mobil, takut Wan Delu dan kawan-kawannya adalah penipu yang berniat mencelakakannya.
Tentu saja, pemikiran seperti ini sangat normal.
Lagipula, kejadian bagaikan kue pai jatuh dari langit pasti membuat siapapun curiga, apalagi mendapat keuntungan puluhan ribu yuan hanya dengan datang ke Kota J—hal yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Setelah mendekat, Wan Delu segera menjelaskan situasi. Tentu bujukan verbal tak berguna, dia menambah 50.000 yuan lagi untuk menstabilkan emosi Luo Yong, dan membayarnya secara terbuka.
"Tinggal dua jam lagi, setelah itu kau bebas pergi. Kami pasti tidak menghalangi. Tenang, kami sama sekali tidak punya niat jahat. Ada orang yang ingin berkonsultasi tentang rumah tua keluargamu, ini akan cepat selesai tanpa efek samping apapun."
Setelah membujuk, Wan Delu menyuruh pengawal mengantar Luo Yong ke ruang istirahat. Dia sendiri berjanji akan menyusul nanti.
Yang Jian tidak langsung terburu-buru bertanya. Luo Yong ini hanyalah orang biasa. Kapan saja dia bisa menanyakan situasi. Jika tidak mau kooperatif, dia juga bisa meminta orang dari markas untuk menyelidiki. Hanya saja itu akan memakan sedikit waktu dan tenaga.
Jika bisa menyelesaikan masalah ini secara pribadi dengan mengeluarkan sedikit uang, itu akan menjadi solusi terbaik.
"Dia mirip sekali dengan Hantu Ketuk Pintu itu, kampung halamannya pun punya rumah kuno... Rumah kuno itu jelas berasal dari periode yang sama dengan rumah kuno di Kota Dachang. Diduga peninggalan Pengendali Hantu dari seratus tahun lalu. Luo Yong ini hampir pasti adalah keturunan Pengendali Hantu zaman itu." Tatapan Yang Jian bergetar lemah: "Jadi dugaan Wang Xiaoming itu benar?"
"Identitas asli Hantu Ketuk Pintu adalah produk kebangkitan hantu gentayangan dari Pengendali Hantu seratus tahun lalu. Tapi jika benar begitu, kronologi waktunya tidak cocok."
Asumsikan ini benar, tapi pertanyaan lain muncul.
Waktunya tidak sesuai.
Kasus Hantu Ketuk Pintu terjadi setengah tahun lalu. Pertama kali muncul dalam kisah hantu di forum, lalu kutukan menyebar melalui forum sebagai sumbernya. Barulah Hantu Ketuk Pintu benar-benar aktif, menjadi peristiwa supranatural Tingkat A dengan kode Hantu Ketuk Pintu, sekaligus mimpi buruk Yang Jian saat itu.
Tapi setengah tahun sebelumnya, hantu ini belum muncul. Ini membuktikan bahwa saat itu Hantu Ketuk Pintu belum bangkit.
Sebelum bangkit, di manakah barang ini berada? Apakah sebagai Pengendali Hantu yang masih hidup?
Terlalu banyak misteri yang perlu dipecahkan.
Informasi yang dimiliki Yang Jian saat ini masih kurang, sama sekali tak bisa dianalisis. Dia menggelengkan kepala pelan, menarik kembali pikiran yang kacau.
"Masalah Luo Yong ini sudah teratasi, Kakak Kaki. Beberapa hal bisa dibicarakan setelah makan siang nanti. Sekarang semua hidangan sudah dihidangkan, tinggal kita mulai menyantap. Kau harus mencoba beberapa menu spesial hari ini, saya jamin pasti memuaskan." Wan Delu kembali sambil tersenyum.
Rombongan tiba di ruang boks mewah yang elegan.
Sebuah meja penuh sesak dengan aneka hidangan eksotis. Beberapa disajikan dengan presentasi unik berasap dupa, porsinya sedikit tapi tampilannya mewah bak santapan kaum bangsawan.
"Yang Mulia Wan, selamat datang." Dua tiga pria berkemeja jas di dalam boks buru-buru berdiri, menampilkan senyum menjilat.
Wan Delu tertawa: "Ini manajer cabang saya, Kakak Kaki. Urusan barang antik kemarin dia yang menangani. Kalau ada pertanyaan, silakan tanya langsung."
"Semoga bisa terus bekerja sama, Bos Yang." Sang manajer menyungging senyum.
Yang Jian mengangguk: "Bicaranya nanti saja. Mari makan dulu. Mungkin kalian sudah lapar menunggu saya. Saya tidak banyak aturan, silakan santai."
Dirinya memang kurang paham tata krama pergaulan dewasa, mengingat sebelumnya masih berkutat di lingkungan kampus.
Namun berpegang pada prinsip 'tangan tak menampar yang tersenyum', selama mereka tidak sengaja mengusik - entah itu pujian, sanjungan, atau kemunafikan - Yang Jian biasanya cukup toleran.
“Ayo, ayo, duduklah semua dan makan. Ngomong-ngomong, botol anggur koleksiku yang istimewa sudah dibawa? Segera dibuka.” Wan Delu bersemangat.
“Direktur Wan, waktu untuk menganginkan anggur sudah pas.” Manajer itu tersenyum sambil mengeluarkan sebotol anggur merah yang sudah berusia cukup lama.
Wan Delu dengan bangga berkata: “Kakak Kaki, pasti kau tertarik dengan anggur ini. Lafite 82 yang termasyhur, yang beredar di pasaran itu palsu semua. Punyaku ini asli, dapat dari kolektor.”
Meski di mata pecinta anggur sejati, minuman ini bukan yang terbaik, tapi popularitasnya tak terbantahkan.
Orang yang mentraktir makan jarang yang paham anggur. Mereka minum demi gengsi. Seandainya anggur merah 100 yuan dikemas dalam botol mewah, mungkin tak ada yang bisa membedakan rasanya.
“Aku tidak minum alkohol, jus saja.” Yang Jian tersenyum tipis menolak tawaran Wan Delu.
Bukan karena tidak bisa atau takut mabuk, tapi dia khawatir akan mabuk.
Pengendali Hantu yang mabuk – siapa tahu bisa sembarangan menggunakan kemampuan hantu. Meski Yang Jian belum pernah mencoba, orang seperti mereka mutlak tidak boleh kehilangan kendali atas tubuh.
“Tak apa, ada jus segar yang diperas langsung. Tapi kalau Kakak Kaki tertarik, cicipilah sedikit. Tidak diminum juga tidak masalah. Ayo, tuangkan untuk Kakak Kaki.” Wan Delu memberi isyarat pada gadis cantik yang mendampingi.
Gadis itu segera berperan sebagai pelayan, menuangkan anggur dan menyodorkan jus sambil wajah penuh senyum.
Sikap pelayanan seperti ini mungkin tak ada yang bisa menandingi.
Yang Jian tidak menikmati suasana menjilat dan merayu di meja minum ini. Sebaliknya, ada kegelisahan tak jelas yang membuatnya merasa terbebani.
Sumber kegelisahan itu tetap berasal dari Luo Yong.
Apakah ini keresahan sebelum mengetahui kebenaran? Atau ketakutan untuk terus menggali periode itu... Lagipula, di balik kebenaran mungkin bukan harapan yang ditemukan, melainkan keputusasaan seperti jurang tak berdasar yang sama sekali tak memancarkan cahaya.
Jika mengetahui kebenaran yang putus asa ini lebih awal, Yang Jian tidak tahu bagaimana harus menghadapi segala hal yang akan datang.
Gelas jus yang dipegangnya bergetar halus.
Ini bukan karena ketakutan, melainkan gemetar yang tak jelas sumbernya.
"Dia ketakutan..." Perempuan cantik di sampingnya merasakan gerakan halus Yang Jian ini, hati dipenuhi rasa ngeri tak terduga.
Sejak duduk di sebelah Yang Jian dari dalam mobil sampai sekarang, dia terus mengamati pria ini. Baik saat berdiskusi santai dengan Pak Wan, berdebat sengit dengan pria misterius bernama Chen Yi, bahkan saat membahas peristiwa supranatural yang menyangkut nyawa manusia - semuanya dilakukan dengan penuh percaya diri, bahkan bisa dibilang sangat tegas.
Tapi sekarang, pria ini justru ketakutan?
Sebaliknya, hal apa yang bisa membuat orang level sepertinya sampai takut?
Perempuan ini tidak berani membayangkan, karena sudah melampaui batas imajinasinya. Yang bisa dilakukannya hanyalah berusaha memainkan peran dengan baik di meja minum ini.
"Nona, sedang memikirkan apa? Jusmu tumpah." Tiba-tiba Yang Jian menatapnya sambil berkata.
"Maaf, sungguh maaf." Baru sadar, cewek cantik ini buru-buru membereskan meja sambil tak berani menengadah.
