Sebenarnya hantu pertama yang dikendalikan He Tianxiong bukanlah makhluk yang menginjak bahunya ini, melainkan daging busuk yang secara perlahan menggerogoti seluruh tubuhnya. Dulu setiap hari dia menyaksikan tubuhnya membusuk sedikit demi sedikit, sementara sesuatu yang bukan miliknya tumbuh menggantikan. Hari-hari tersiksa namun tak bisa mati itu adalah mimpi buruk seumur hidupnya.
Namun keberadaan sesuatu seperti kutukan ini di tubuhnya tidak sepenuhnya buruk.
He Tianxiong menemukan situasi yang sangat ganjil, yaitu dirinya tidak bisa mati lagi.
Dia pernah melompat dari lantai tinggi hingga kepalanya retak, bahkan pernah dimasukkan ke krematorium. Namun saat malam tiba, dia terbangun kembali dengan kepala yang retak itu sembuh secara ajaib. Hanya saja bagian tubuh yang membusuk menjadi lebih banyak.
Selain itu, He Tianxiong juga menemukan fenomena lain.
Jika dia bertemu hantu, makhluk itu sama sekali tidak akan menyerang bagian tubuhnya yang membusuk. Bahkan jika diserang, tidak akan menerima luka apapun.
Tapi ini tampaknya tidak berguna, kecuali seluruh tubuhnya membusuk sekali lalu menumbuhkan kembali daging dan darah seperti mayat.
Tapi saat itu dirinya pasti sudah mati.
Namun situasi membaik setelah dia berhasil mengendalikan hantu kedua.
Hantu yang menginjak bahunya berhasil memperlambat proses pembusukan tubuh. Dia bisa melihat jelas area di bawah bahunya masih berupa daging sehat miliknya sendiri. Erosi ini mundur di hadapan sepasang kaki mayat yang menginjak bahunya.
Menurut pemikiran He Tianxiong, selama kepala belum membusuk, kerusakan tubuh tidak masalah. Yang terpenting adalah kesadaran tetap utuh.
"Bisakah tubuh ini bertahan dari serangan makhluk ini?" He Tianxiong memandangi tubuhnya yang sudah tidak berbentuk manusia, tetap tidak yakin.
Kecuali hantu yang menginjak bahunya turun sendiri.
Tapi Yang Jian tahu kelemahannya, hantu ini miliknya sekarang sama sekali tidak berguna.
Braak!
Dentuman keras lagi, pintu gerbang kembali cekung, celah pintu tidak lagi rapat, muncul celah. Ruang aman yang dibangunnya dengan menghabiskan dana besar hanya bertahan dua kali pukulan sudah ditembus.
Melalui celah pintu yang retak, bayangan hitam yang bergoyang perlahan meresap masuk, menunjukkan tren perluasan.
"Itu bayangan Yang Jian." Mata He Tianxiong menyipit.
Dia juga pernah melihat dokumen Yang Jian, tahu bayangannya adalah hantu. Meski informasi spesifik hantu ini tidak jelas, selama itu hantu, ancamannya bagi dirinya luar biasa besar.
"Dia bahkan tak mau membuka pintu, berencana langsung membunuhku dengan bayangan hantu ini? Benda ini tak bisa dimatikan." Pistol di tangan He Tianxiong yang entah dari mana dikeluarkan terpaksa diturunkan dengan lesu.
Bahkan wajah pun tak diperlihatkan, sama sekali tak memberi kesempatan untuk membalik keadaan.
Yang Jian ini ternyata berhati-hati sampai level ini.
Setelah bayangan hantu meresap masuk, ruangan kecil ini perlahan terkompresi. Tanpa wilayah hantu, He Tianxiong tak bisa mundur, hanya bisa memandangi bayangan ganjil itu mendekat.
Tak lama.
Kedua kakinya tak lagi berpijak di tempat aman, menginjak bayangan hitam itu.
Hanya dengan bersentuhan, He Tianxiong merasakan dingin menyeramkan yang meresap hingga ke tulang di bawah kakinya. Ia merasakan bayangan hitam ini perlahan meresap ke dalam tubuhnya. Hanya setelah bersentuhan, kedua kakinya langsung mati rasa sepenuhnya dan mulai tidak bisa dikendalikan. Tubuhnya dengan cepat direbut.
"Yang Jian, kau benar-benar tidak berniat melepaskan aku?"
He Tianxiong berteriak ketakutan: "Jika aku mati, setelah Hantu Gentayangan dibangkitkan kau juga akan kerepotan. Kita tidak punya dendam, tidak perlu bertaruh sampai tingkat ini."
Selagi bicara, pinggangnya sudah mati rasa. Hanya rongga dada kosong yang belum diserang - tempat hantu kedua dalam tubuhnya. Tampaknya bayangan hantu mendapat hambatan.
Tapi yang membuat He Tianxiong merinding, kaki bagian bawah pinggangnya mulai berjalan sendiri. Tubuhnya perlahan ditarik dan dipisahkan.
Tidak merasakan sakit apapun, tapi ini jelas tanda-tanda akan dibongkar.
"Sudah kukatakan, jika kau bertahan lima menit baru akan kupikirkan perdamaian. Sekarang masih ada puluhan detik, tapi kurasa waktu ini cukup." Suara Yang Jian terdengar di luar pintu, dirinya tetap tidak menampakkan wajah.
He Tianxiong kini merasakan keputusasaan total. Ia tahu jika terus begini akan dibunuh perlahan oleh Yang Jian. Meski tidak cepat mati, hasil akhirnya takkan berubah. Bahkan kesempatan untuk bertarung habis-habisan pun tidak diberikan.
Kondisinya diketahui si dia sampai sedetail-detailnya, dikendalikan sepenuhnya.
"Semua gara-gara orang-orang tolol di moment ini. Kalau saja tidak ada masalah di sana, meski berhadapan dengan Yang Jian si Mata Hantu ini, aku takkan kalah mengenaskan begini."
"Padahal setelah berhasil mengendalikan hantu kedua, He Tianxiong sudah dianggap sebagai sosok penting di lingkaran sosial elite. Tapi akhirnya mati dengan cara yang memalukan."
He Tianxiong menggeretakkan giginya menatap hantu yang menginjak bahunya. Tubuhnya sendiri sedang dibongkar-bongkar, tapi hantu itu tetap tak bergerak.
Namun tepat di saat ini...
Ponsel pribadi di sakunya mulai bergetar.
"Hm?"
Yang Jian mengerutkan kening. Ia mengeluarkan ponsel dan melihatnya. Sebenarnya tak ingin menerima telepon sekarang, tapi setelah melihat nomor yang muncul, akhirnya memutuskan untuk mengangkat.
"Halo. Yang Jian?" Suara gadis muda terdengar dari telepon, terdengar gugup dan ragu-ragu.
"Ini aku. Ada apa, Miao Xiaoshan? Telepon larut malam begini?" jawab Yang Jian.
Ini teman SMP sampai SMA-nya, Miao Xiaoshan. Sejak lulus ujian masuk perguruan tinggi, dia kuliah di kota ini.
"Kau sedang sibuk sekarang?" tanya Miao Xiaoshan dengan suara lembut.
Yang Jian memandangi pintu kamar yang cekung ke dalam: "Tidak ada masalah. Lagi mau tidur saja."
"Mungkin ini bukan waktu yang tepat, tapi... kalau malam ini kau sempat, bisakah datang ke asrama kampusku? Teman satu kamarku hilang." Nada suara Miao Xiaoshan mulai terdengar panik.
Yang Jian berkata; "Kalau hilang harusnya laporkan ke polisi."
"Menurutku ini bukan hilang biasa. Intuisiku mengatakan mungkin ada hubungannya dengan barang itu." Bisik Miao Xiaoshan dengan suara tertekan.
“Kau pikir ini peristiwa supranatural?” Nada Yang Jian tenang. Bagi orang sepertinya, berinteraksi dengan kejadian gaib sudah menjadi hal biasa.
Miao Xiaoshan berkata: “Hm, tapi aku tidak yakin. Makanya aku ingin kau datang melihat.”
“Kapan temanmu hilang? Tempat apa yang dikunjungi sebelumnya? Apa yang dilakukan?” tanya Yang Jian.
Kemungkinan munculnya peristiwa gaib tanpa sebab hampir tidak ada. Sebagian besar pasti ada tanda-tandanya.
Seperti insiden Hantu Mengetuk Pintu yang pernah dialaminya, atau kasus Bayi Hantu... Hanya saja detail ini sering diabaikan orang secara refleks.
“Dia hilang hari ini. Aku yakin dia tidak pernah meninggalkan sekolah. Pagi tadi pergi ke galeri seni, membawa pulang sebuah lukisan minyak. Setelah itu entah kapan menghilang, ponselnya juga tidak dibawa...” jelas Miao Xiaoshan.
Galeri seni? Lukisan minyak?
Wajah Yang Jian langsung berubah begitu mendengar dua kata ini.
“Jauhi lukisan itu! Cari tempat terbuka dan tunggu aku di sana.”
“Aku mengerti.”
Peringatan ini membuat suara Miao Xiaoshan langsung dipenuhi ketakutan.
Sebagai orang yang pernah mengalami peristiwa gaib, dia paham dari perkataan Yang Jian bahwa lukisan di kamar tidur yang hanya terpisah satu ranjang darinya... pasti bermasalah.
Di dalam ruangan.
He Tianxiong juga mendengar Yang Jian sedang menelepon. Buru-buru dia berkata: “Yang Jian, lima menit sudah lewat. Kau harus menepati janji!”
Namun di luar pintu tak ada yang menjawab. Hanya langkah kaki tergesa-gesa yang terdengar menjauh. Bayangan hantu yang menyusup ke tubuhnya pun surut seperti air pasang, menyelinap melalui celah pintu dan menghilang dari ruangan.
Di luar pintu, sunyi sepi.
"Melepaskan, mengabaikan rencana membunuhku?" He Tianxiong hampir kehabisan tenaga, seluruh tubuhnya roboh di lantai sambil terengah-engah. Ia merasakan tubuhnya perlahan pulih dari mati rasa, ada perasaan lega yang tak terucapkan.
Ia tahu ini bukan karena Yang Jian tak bisa membunuhnya, juga bukan masalah waktu. Semua karena panggilan telepon itu, orang di ujung sambungan.
Di mata Yang Jian, nyawanya tak lebih berharga dari sepatah kata orang itu.
"Aku takkan pernah mau berhadapan lagi dengan dia. Sekarang aku mulai memahami kewaspadaan Jiang Shangbai terhadapnya."
He Tianxiong merasakan seluruh tubuhnya gemetar. Berhadapan dengan Yang Jian bagai menghadapi hantu sejati - kuat, mematikan, tak memberi celah untuk melawan. Satu-satunya pilihan adalah kabur, lalu menunggu ajal dalam keputusasaan.
