Pekerjaan?
Miao Xiaoshan masih merenungkan arti dua kata itu ketika tiba-tiba ia melihat rombongan mobil khusus melaju kencang, berhenti di depan pintu gerbang gedung olahraga, mengepung area sekitar secara berlapis-lapis.
Seandainya tidak tahu sebelumnya, orang normal pasti akan kaget melihat skenario besar ini.
"Tetaplah di sini. Jangan angkat telepon apa pun sebelum aku kembali, dan jangan meneleponku," pesan Yang Jian.
"Baik, aku tidak akan merepotkanmu," Miao Xiaoshan mengangguk.
Ia cukup sadar diri.
Yang Jian menatap dalam-dalam Liu Zi yang masih di lapangan basket.
Liu Zi merasakan tatapan aneh itu, wajahnya mulai tidak nyaman. Kini ia mulai paham, bahkan di kota ini Yang Jian memiliki pengaruh luar biasa besar, seolah bisa menggerakkan banyak orang. Alarm yang terus berbunyi pasti perintahnya.
"Kau harus pergi dari sini," tatapan Yang Jian tiba-tiba menjadi dingin.
"Ah?"
Liu Zi merasa heran, lalu buru-buru berkata: "Aku cuma diam di sini saja tidak boleh? Aku bisa menemani Liu Xiaoyu, juga tidak akan merepotkanmu."
Awalnya berharap bisa mendapat perlindungan karena hubungannya dengan Miao Xiaoshan, tak disangka Yang Jian malah mengusirnya pergi.
"Dia tidak butuh temanmu. Aku tidak mau mengulangi perkataan ini dua kali, langsung pergi dari sini sekarang," kata Yang Jian.
Liu Zi menggigit bibirnya: "Sudah larut begini, mau ke mana lagi aku?"
"Mau ke mana itu hakmu, yang penting kau tidak boleh tinggal bersama Miao Xiaoshan," ujar Yang Jian.
"Tapi..."
Liu Zi melirik ke Miao Xiaoshan, berharap dia bisa membela dirinya agar tidak diusir Yang Jian.
Meski hati Miao Xiaoshan tidak tega, dia yakin setiap tindakan Yang Jian pasti ada alasannya. Mustahil dia memperlakukan teman sekamarnya dengan kasar tanpa alasan, jadi dia memilih diam.
Tak lama kemudian.
Dari luar gedung basket terdengar suara langkah kaki bergegas. Sekelompok personel khusus berjas rapi dengan penampilan garang masuk dan langsung memblokir gedung basket yang tidak terlalu besar ini.
Pemimpinnya adalah seorang pria paruh baya bertubuh sedikit gemuk. Dengan wajah tegas dia menatap ke arah kursi penonton: "Tuan Yang, saya Wang Quan, penanggung jawab tim pendukung kali ini. Kami harap Tuan Yang bisa membimbing pekerjaan kami. Ini Rektor Tu dari kampus kami, beliau yang akan menangani masalah administratif."
"Halo, Tuan Yang."
Rektor Tu yang berusia sekitar 50 tahun itu menyapa.
"Wang Quan?"
Yang Jian ragu sejenak, lalu berkata: "Seberapa banyak yang kau tahu tentang kasus Lukisan Hantu?"
"Semua arsip sudah saya baca, semua yang perlu diketahui sudah saya ketahui. Jika ada hal yang terlewat oleh Tuan Yang, silakan bertanya." jawab Wang Quan.
"Bagus kalau sudah membaca. Jadi saya tidak perlu membuang waktu mengulang penjelasan. Tapi lokasi kemunculan Lukisan Hantu bukan di sini. Sampai saat ini tempat ini masih aman. Hanya saja aturan membunuh Lukisan Hantu belum saya pahami. Untuk berjaga-jaga, mari kita atur dulu siswi bernama Liu Zi ini."
Yang Jian menunjuk sambil berkata: "Lukisan Hantu muncul di kamar tidurnya. Dia pasti pernah melakukan kontak langsung."
Ekspresi wajah Wang Quan berubah samar, langsung merespons: "Saya paham, akan segera saya tugaskan personel untuk menanganinya."
Tak lama setelah ucapan itu, dua pegawai mendekati Liu Zi.
Tanpa menanyakan kondisinya atau memberi penjelasan apapun, mereka langsung membawa Liu Zi pergi.
Liu Zi panik ketakutan, tak tahu harus berbuat apa.
Wang Quan berkata: "Jangan khawatir, nona. Ini hanya observasi rutin. Harap kooperatif dengan pekerjaan kami. Begitu situasi selesai, nona bisa kembali normal ke sekolah. Jika ada ketidaknyamanan dalam hidup nona, harap dimaklumi."
Tapi menghadapi wajahnya yang tegas dan menyeramkan, hati Liu Zi semakin tidak tenang.
Perasaannya mengatakan setelah pergi kali ini, mungkin tidak akan bisa kembali lagi.
"Ini Miao Xiaoshan, teman saya. Dia juga punya kontak tertentu dengan Lukisan Hantu. Biarkan dia tinggal di gym basket ini, saya yang bertanggung jawab." kata Yang Jian membuka suara.
"Dengan Tuan Yang yang bertanggung jawab, tentu lebih baik."
Wang Quan melirik Miao Xiaoshan, dari wajah kaku tadi tiba-tiba menampakkan senyum ramah.
Tapi senyuman ini sama sekali tidak terlihat ramah di mata Miao Xiaoshan.
"Sudah, untuk sementara seperti ini dulu, saatnya pergi ke asrama. Saat ini mungkin belum berdampak besar, mungkin hanya peristiwa kecil biasa," kata Yang Jian.
"Semoga kita semua selamat, aku juga ingin cepat pulang kerja," kata Wang Quan.
Yang Jian melihat Miao Xiaoshan di sampingnya, setelah berpikir sejenak, mengeluarkan sebatang lilin merah dari sakunya dan menyodorkannya ke tangannya: "Segera nyalakan lilin ini begitu merasa ada yang tidak beres di sekitarmu, lalu hubungi aku. Jika tidak ada masalah, jangan sembarangan menyalakan atau mengeluarkan barang ini."
"Aku paham," Miao Xiaoshan mengangguk, menggenggam erat lilin merah aneh ini.
Meski tak mengerti apa ini, dari nada bicara Yang Jian dia yakin benda ini sangat berharga.
"Wang Quan, berikan dia korek api," perintah Yang Jian.
Ekspresi Wang Quan agak aneh, tapi dia tetap mengeluarkan korek api emas dan menyuruh staf di sebelahnya menyerahkannya.
"Kamu hati-hati, aku menunggu di sini," kata Miao Xiaoshan.
"Hm."
Yang Jian mengangguk, lalu berangkat bersama Wang Quan meninggalkan aula basket menuju asrama tempat Lukisan Hantu ditemukan.
Di perjalanan.
Wang Quan membuka pembicaraan: "Lilin Hantu merah diberikan begitu saja ke seorang gadis kecil, Tuan Yang memang sangat dermawan. Harga barang ini di pasar sekarang sangat tinggi, di situs web sudah ada yang menawar 10 miliar untuk akuisisi, itu pun masih harga dasar. Kalau nego langsung mungkin bisa berlipat ganda."
“Namun sejauh ini hanya markas besar kami yang memiliki, luar negeri tidak bisa membuat barang ini, termasuk dalam kategori ada harga tapi tidak ada barang.”
“Dia lebih penting bagiku daripada satu miliar,” kata Yang Jian.
Wang Quan tersenyum: “Barang tentu lebih penting dari nyawa manusia, tapi Tuan Yang menghadiahkan Lilin Hantu pada seorang putri kecil yang tidak penting, apakah ini tidak merepotkan saat menangani urusan? Lagipula beberapa hal harus mengutamakan kepentingan nasional. Jika Tuan Yang berubah pikiran, saya bisa mengatur orang untuk mengambil kembali. Biar saya yang jadi penjahat, tidak akan membuat Tuan Yang kehilangan muka.”
“Tidak perlu. Barang yang sudah dihadiahkan ya biarlah. Mengambil kembali itu seperti apa? Lagipula saya masih punya ini.” Yang Jian mengeluarkan Lilin Hantu merah sambil mengayun-ayunkannya.
Senyum Wang Quan langsung membeku.
Apa? Dua batang?
Apakah Yang Jian sekaya itu? Seseorang bisa memiliki dua Lilin Hantu? Berapa banyak peristiwa harus diselesaikan untuk mendapatkan hak menggunakan dua Lilin Hantu?
“Meskipun Tuan Yang masih punya cadangan, lebih banyak tentu lebih baik,” kata Wang Quan.
Yang Jian berkata: “Barang milikku bebas kuberikan pada siapa pun, ini bukan urusanmu. Jika kau punya waktu, lebih baik selidiki galeri seni sekolah ini. Lukisan Hantu pertama kali muncul dari galeri seni. Kamar tidur mungkin bukan lokasi kejadian pertama. Masih ada Lukisan Hantu lain di sekolah ini.”
Lukisan Hantu tidak hanya satu, hal ini sudah dia ketahui sebelumnya.
Tapi Lukisan Hantu sumber yang asli pasti ada, hanya saja belum ditemukan.
“Kalau begitu saya harus menyuruh orang mencari dengan teliti.” Ekspresi Wang Quan menjadi serius, langsung memerintahkan anak buahnya untuk menangani hal ini.
Tak lama kemudian, anggota rombongan yang bersama langsung berkurang lebih dari setengah.
"Jika investigasi di galeri seni berisiko bahaya, usul untuk melakukan peledakan proaktif atau membakarnya dengan api," Yang Jian mengusulkan. "Beberapa benda bermasalah tidak bisa terbakar, cara ini lebih efektif."
"Tunggu! Di galeri ada banyak karya asli maestro terkenal yang biasanya digunakan murid untuk meniru dan belajar. Karya-karya itu mutlak tidak boleh dibakar!" Rektor Tu terengah-engah sambil berlari kecil mengikuti langkah Yang Jian.
Langkah Yang Jian tak berhenti, terus melangkah maju: "Kalian tentukan sendiri, aku hanya memberi usulan."
Wang Quan menggerakkan tatapannya. Harus diakui usulan Yang Jian ini sangat brilian - mengurangi risiko pencarian sekaligus menjamin keamanan personel. Lagipula, jika benar ditemukan Lukisan Hantu di galeri, bisa memicu bahaya yang tak terbayangkan.
Tak lama kemudian.
Rombongan kembali tiba di bawah asrama.
Saat ini, asrama terus-menerus mengeluarkan murid yang berjalan keluar. Namun tampaknya alarm suara dering tidak efektif karena masih banyak murid yang tertahan di dalam.
"Terlalu lambat," komentar Yang Jian sekilas.
Wang Quan langsung bertanya: "Rektor Tu, bukannya sudah ada pemberitahuan sebelumnya? Mengapa sampai sekarang belum semua murid dievakuasi dengan aman?"
"Ini... Sudah larut malam, sebagian besar murid mungkin sudah tidur. Jadi situasinya agak sulit," Rektor Tu menjelaskan.
“Saya akan suruh orang membantumu, dalam lima belas menit wajib pastikan semua orang sudah meninggalkan asrama.” Pangeran Quan berkata; “Jika masih tidak bisa, Rektor bisa mengundurkan diri.”
Rektor Tu mendengar itu, ekspresinya langsung mengeluarkan keringat dingin.
Tapi tepat saat itu, dari antara murid-murid yang masih berlama-lama di lantai bawah tiba-tiba terdengar keributan.
Seseorang berteriak: “Lihat, cepat lihat! Ada yang merangkak di jendela, ini sangat berbahaya.”
“Sepertinya Sun Yujia dari kamar tidur lantai lima. Ya Tuhan, apa yang dia lakukan? Cepat lapor ke polisi!”
“Rektor Tu, cepat ke sini lihat! Sun Yujia sedang melompat dari jendela.”
“Apa?!”
Rektor Tu mendengar banyak murid memanggilnya, langsung memperhatikan kejadian yang sedang berlangsung. Saat menengadah, ternyata benar terlihat seorang mahasiswi tahun pertama sedang keluar dari jendela ke luar, sepertinya ingin merangkak turun dari lantai atas.
Dia kaget sekaligus panik, buru-buru berlari sambil berteriak: “Dik, jangan lakukan hal berbahaya ini! Kembali ke kamar! Semua masalah bisa diselesaikan, jangan gegabah!”
Yang Jian juga mengenali Sun Yujia ini.
Tepat teman sekamar Miao Xiaoshan yang sebelumnya, saat Liu Zi pergi masih ada dua mahasiswi yang tidak mau pergi, Sun Yujia salah satunya.
Tapi sekarang, Sun Yujia seluruh tubuhnya gemetar sambil menangis, tangan mencengkeram tepi jendela dengan kencang, seolah mencari jalan untuk merangkak turun.
"Struktur bangunan asrama sangat minimalis, tidak menyisakan titik pijakan bagi Sun Yujia untuk turun. Seluruh tubuhnya nyaris menggantung di udara, bergoyang-goyang, namun bahkan dalam kondisi seperti ini dia tak berniat memanjat kembali melalui jendela."
"Sepertinya ada sesuatu yang lebih mengerikan yang memaksanya mengabaikan turun melalui tangga."
"Tampaknya situasi di dalam gedung lebih spesial dari perkiraan." Alut Yang Jian berkerut halus.
Adegan ini pernah disaksikannya dulu, mungkin saat di Kota Dachang.
Banyak orang yang ketakutan oleh Hantu hingga lari tunggang-langgang, bahkan ada yang melompat dari gedung tinggi.
"Tapi Lukisan Hantu seharusnya belum mencapai tahap itu. Sebelumnya di kompleks perumahan, aku melihat Lukisan Hantu membunuh, tapi para penonton keributan tetap selamat sampai akhir."
"Tidak menyelamatkan dulu? Jatuh dari ketinggian seperti ini benar-benar bisa mematikan. Lagipula banyak orang menonton, dampaknya akan besar." Wang Quan menyela.
Pada momen ini tak seorang pun gegabah langsung menyerbu ke dalam gedung.
Karena Yang Jian belum memberi instruksi. Sebelum dia bicara, segala aksi dilarang - sekalipun untuk menyelamatkan nyawa.
"Tunggu sebentar." Kata Yang Jian.
"Bukankah situasinya sudah darurat?"
Wang Quan berkata: "Jika ini masalah batasan, aku bisa perintahkan orang ke lantai empat. Selamatkan dia asalkan tidak ada masalah."
"Tak perlu beli satu gratis satu."
Yang Jian menjelaskan: "Ketakutan ekstremnya menunjukkan dia pasti bertemu Hantu di kamar tidur. Hantu belum membunuhnya karena syarat pembunuhan belum terpenuhi. Kalau kau masuk, situasi bisa berubah."
"Lalu sampai kapan kita menunggu? Dia takkan bertahan lama."
Wang Quan berkata: "Sebenarnya kita bisa mengambil risiko untuk menyerbu, lagipula ini bukan pertama kalinya saya menangani Lukisan Hantu. Barang ini untuk sementara masih cukup aman."
"Saya tahu dia tidak akan bertahan lama, jadi saya menunggu dia jatuh." Nada suara Yang Jian dingin, kemudian ia berjalan menuju lantai bawah.
Wang Quan yang melihat aksi Yang Jian langsung merasa lega.
Dia tahu orang-orang seperti mereka sangat mengabaikan nyawa, bisa menyelesaikan peristiwa supernatural saja sudah syukurlah. Tentang inisiatif menyelamatkan orang, sulit untuk diharapkan.
"Akhirnya bertemu dengan orang yang cukup kooperatif. Jika dia mau membantu, pasti aman." Wang Quan berbisik dalam hati.
"Ah, jatuh!" Tiba-tiba, beberapa jeritan histeris terdengar dari kerumunan.
Sun Yujia yang tergantung di tepi jendela karena kehabisan tenaga, ditambah ketakutan dan kedinginan, melepaskan pegangan dan jatuh sambil menangis dari lantai empat.
Banyak orang yang sudah menoleh takut melihat adegan ini.
Yang Jian mengangkat kepala sedikit, hanya dengan mengulurkan tangan berhasil menangkap Sun Yujia yang jatuh. Tubuhnya yang tidak terlalu kekar tetap tegak, seolah berat ratusan kati dari ketinggian itu tidak berpengaruh sama sekali.
"Cari orang untuk tanya situasi, lihat apa yang sebenarnya terjadi di gedung. Wang Quan, bawa dua orang ikut saya masuk ke dalam."
Dengan acuh melemparkan Sun Yujia yang masih syok ke tanah, dia lalu bergegas masuk ke asrama.
Melihat kejadian ini, semua murid perempuan tertegun.
Apa yang baru saja terjadi?
Sepertinya orang ini dengan paksa menangkap Sun Yujia yang jatuh?
“Bukankah ini agak terlalu tak percaya? Jika tidak melihat langsung, sama sekali tidak percaya ada orang yang benar-benar bisa menangkap seseorang dari ketinggian lantai empat.”
“Tapi sepertinya ini bukan inti masalahnya, melainkan mengapa di akhir cowok ini seperti membuang Sun Yujia ke tanah begitu saja seolah menerima sampah?”
“Bukankah seharusnya dengan hati-hati membantu bangun, lalu menghibur?”
“Sepertinya tidak sama dengan yang diperankan di film.”
