Memandangi dinding lorong yang dipenuhi bekas telapak tangan merah darah secara bergelombang, Yang Jian yang masih menggendong mayat justru menjadi ragu-ragu.
"Apakah hantu dari ruang 82 sedang keluar? Karena pengaruhku, ataukah itu hanya kebetulan saja?"
Ia sempat berpikir untuk mundur sementara menghindari bekas telapak tangan berdarah yang terus bermunculan ini. Namun Yang Jian juga khawatir kalau terus maju akan menemui bahaya mengerikan yang tak terduga. Karena itu ia tak segera bergerak, masih dalam tahap pertimbangan.
Tak lama kemudian.
Dengan mayat di pundak, Yang Jian memilih mengeraskan hati dan menghadapi langsung jejak telapak tangan berdarah yang semakin mendekat ini.
Mundur tak ada artinya, malah membuang waktu. Maju langsung belum tentu diserang. Jika memutar jalan mungkin malah tersesat, bahkan bisa bertemu bahaya lebih mengerikan dari bekas telapak tangan ini.
"Aku tak percaya barang ini benar-benar bisa menghabisiku."
Yang Jian berjalan cepat, berusaha langsung menembus lorong penuh bekas telapak tangan merah darah ini, tak takut pada hantu dari ruang 82 yang diduga ada di sini.
Tindakan nekad bertahan seperti ini, jika posisinya ditukar dengan masa lalu, pasti tidak mungkin dilakukannya.
Namun kutukan kotak musik memberinya keberanian dan nyali, memungkinkannya melakukan kesalahan berkali-kali dalam periode waktu ini tanpa harus kehilangan nyawa.
Yang Jian segera berbalik arah dan melewati bekas telapak tangan berdarah yang ganjil di dinding.
Suasana sekitar terasa jelas-jelas tidak beres.
Meski tak bisa melihat di mana letak hantu sejati itu, Yang Jian merasakan koridor ini lebih dingin dan menyeramkan dari sebelumnya. Seluruh tubuhnya merasakan gelisah tak terkatakan, seolah banyak pasang mata hantu yang samar dan mengerikan mengawasinya di sepanjang koridor, sementara dirinya dengan paksa melintas di bawah pengawasan makhluk-makhluk itu.
Mata hantu Yang Jian sengaja tidak menjelajah, karena khawatir melihat gambaran yang tidak semestinya dan terpengaruh.
Karena sudah memutuskan untuk kembali melalui rute semula, tak perlu lagi memikirkan hal lain.
Tak lama kemudian.
Ia kembali melewati pintu kamar nomor 82.
Kali ini, dengan wajah tetap dingin, Yang Jian melirik ke dalam sekali lagi.
Situasi dalam kamar telah berubah dari sebelumnya - bekas telapak tangan merah di dinding dan atap menghilang, seolah semua telah berpindah ke luar, membuat ruangan yang awalnya mengerikan itu tampak lebih normal.
Tanpa berlama-lama, dia hanya mempercepat langkah.
Karena pengaruh kain kafan, Yang Jian tidak bisa menggunakan Wilayah Hantu untuk transfer langsung, sehingga efisiensi aksinya sedikit terpengaruh. Namun dia tetap sangat cepat. Mayat berat ini sama sekali tidak mempengaruhinya. Lagipula ini bukan hantu seperti Fang Shiming yang menempel di punggung, tanpa kemampuan gaib.
Tapi, aksi cepat Yang Jian diikuti oleh cap telapak tangan berdarah di dinding belakangnya.
Cap-cap darah ini mengubah arah, tidak lagi menyebar ke area sebelumnya, malah terus mengikuti belakang Yang Jian. Dinding sekitar mulai dipenuhi bekas telapak tangan merah darah yang tak bisa dipahami.
Hantu itu sepertinya menguntit sepanjang jalan, mengincar Yang Jian.
"Mengejar?"
Yang Jian tidak menoleh, tapi melihat semuanya dengan jelas.
Namun dia tidak menghiraukan, bahkan sama sekali tidak gentar. Di hatinya sudah siap.
Dia terus bergerak cepat mengikuti rute awal untuk kembali.
Angka di nomor pintu kamar sekitar terus mengecil: dari nomor 82 menjadi 60, lalu 50.
Di perjalanan, keberuntungan masih berpihak. Selain hantu yang mengikuti dari belakang, Yang Jian tidak bertemu situasi ganjil lain. Jaraknya dengan pintu keluar semakin dekat. Hanya sebentar, dia sudah kembali ke sekitar kamar nomor 31.
"Lewati tiga persimpangan lagi, bisa keluar dari sini."
Tubuh Yang Jian dingin bagai mayat berjalan. Di wajah pucat tanpa setetes darah, terpancar keseriusan.
Mata hantu menoleh ke belakang.
Bekas telapak tangan berdarah di dinding belakang masih bergelombang yang padat, mengikuti dari Ruang 82 hingga ke sini, dan tampaknya tidak berniat menyerah.
"Tidak menyerangku, hanya mengikutiku? Atau mungkin kondisiku sekarang tidak sesuai dengan aturan membunuh hantu ini? Lagipula saat ini aku sudah seperti mayat, tetapi terus begini bukan solusi. Aku harus terbebas dari benda ini, karena terus diawasi hantu dengan tingkat tak dikenal jelas bukan hal baik."
Yang Jian terus melangkah sambil merenung.
Tak lama kemudian.
Ia tiba di lorong Ruang 1, di depan sudah pintu keluar.
Saat itulah Yang Jian berhenti.
"Jangan biarkan hantu ini mengikutiku keluar dari sini. Harus kutinggalkan di sini. Bagaimana jika setelah keluar Hotel Caesar, dia memicu peristiwa gaib besar lagi." Yang Jian meletakkan mayat pria tinggi yang digotongnya.
Mungkin karena ia berhenti berjalan.
Jejak telapak tangan berdarah di dinding belakang menyebar hingga sekitar tiga meter darinya, lalu berhenti lagi.
Tapi berhenti ini tidak mutlak, masih ada cap merah samar yang perlahan mendekat.
Tatapan Yang Jian bergetar lemah. Ia menunduk memandangi mayat di lantai, fokus pada golok kayu bakar berkarat di tangan mayat.
Tanpa pikir panjang, ia langsung meraih golok itu dengan tangan satunya yang masih memakai sarung tangan.
Melalui sarung tangan bahan emas, tak ada kejadian aneh - memang seharusnya begitu.
Tangan mayat pria tinggi itu mencengkeram erat, golok kayu bakar yang ganjil seolah tertanam di atasnya. Yang Jian menggunakan tenaga besar namun gagal mengambilnya. Ia mencoba mengerahkan tenaga lagi, bahkan berusaha mencongkelnya paksa, namun semuanya gagal.
"Tidak bisa diambil?"
Alut Yang Jian berkerut. Ia berpikir barang ini sepertinya tidak bisa diambil dengan kekuatan fisik. Lagipula, ini adalah benda gaib yang tidak sesederhana perkiraan orang-orang.
"Mungkin tangan hantu bisa digunakan, tapi aku tidak tahu apakah aku akan kembali menerima serangan."
Ia menatap telapak tangan kaku pucatnya yang lain.
Meski takut kejadian tadi terulang, Yang Jian harus mengambil golok kayu bakar itu. Saat seperti ini harus dicoba.
Seketika.
Yang Jian mengganti tangan, kali ini menggunakan tangan hantu untuk menyentuh langsung golok kayu bakar ganjil ini.
Sejenak kemudian.
Mayat pria tinggi terbungkus kain kafan itu tiba-tiba melakukan perlawanan intens. Sepertinya kontaknya telah memicu aturan membunuh hantu. Hantu ini ingin menyerangnya lagi, namun karena tekanan kain kafan, hantu itu tidak bisa bergerak sehingga menimbulkan reaksi keras ini.
Berdebam!
Golok kayu bakar ganjil itu tiba-tiba terlepas dari tangan mayat pria dan jatuh ke tanah. Yang Jian bahkan tidak perlu mencabutnya dengan paksa.
"Berhasil diambil?"
Wajahnya berkerut khawatir. Setelah ragu sejenak, ia akhirnya mengulurkan tangan hantunya untuk mengambil golok itu, menggenggam erat gagangnya.
Pada momen ini.
Golok kayu bakar berkarat di tangan mayat pria tinggi itu resmi berpindah kepemilikan.
Mayat yang bergerak-gerak intens juga kembali tenang pada momen ini, tak lagi melakukan gerakan.
"Tidak ada perasaan khusus, semuanya masih normal." Yang Jian merasakan tubuhnya, tapi tak menemukan keanehan apapun.
"Apakah karena belum digunakan? Jadi keganjilan golok kayu bakar ini belum terlihat. Jika begitu, haruskah aku mencoba... menginjak jejak kaki?"
"Tidak, ini mungkin salah. Menginjak jejak kaki adalah aturan membunuh, bukan keharusan. Karena aku manusia, bisa mengabaikan aturan ini. Jadi menginjak jejak kaki seharusnya hanya berfungsi sebagai perantara."
"Jika sebagai perantara, maka tak perlu menginjak jejak kaki pun bisa."
Yang Jian memandangi bekas telapak tangan berdarah di dinding sebelah, ekspresinya berubah halus. Ia mencoba mengulurkan tangannya, menutupi bekas telapak tangan berdarah di dinding itu dengan telapak tangannya sendiri.
Menutupi jejak kaki, atau menutupi bekas telapak tangan - keduanya memiliki prinsip yang sama.
Jika tebakannya tidak salah, metode seperti ini seharusnya bisa berfungsi sebagai media.
Saat Yang Jian memegang golok berkarat dengan satu tangan sementara tangan lainnya menutupi bekas telapak tangan berdarah di dinding, persis seperti dugaannya, media itu memicu reaksi. Bersamaan dengan itu, pemandangan dihadapannya mengalami perubahan mengerikan.
Seolah halusinasi muncul, atau ia melihat sumber asli bekas telapak tangan melalui media tersebut.
Lorong yang tadinya kosong melompong tiba-tiba dipenuhi ribuan "orang" secepat kilat.
Orang-orang ini sama sekali tidak bisa disebut sebagai anggota. Mereka terdiri dari pria dan wanita berbagai usia, seluruh tubuhnya memancarkan aura membusuk. Sebagian wajahnya kebiruan seperti mayat yang telah lama terbaring, sebagian lagi wajah kehitaman seolah sedang membusuk dengan kulit yang terus-menerus terkelupas.
Selain itu, seragam yang dikenakan orang-orang ini juga beragam. Ada yang bergaya modern, ada dari sepuluh tahun lalu, bahkan ada yang berasal dari era Republik...
Tapi semua orang yang bermacam-macam ini memiliki satu titik persamaan.
Mereka semua tidak memiliki mata. Bola mata di rongga mata tampak telah membusuk, hanya menyisakan lekuk kosong kehitaman yang tak bisa melihat jalan di depan. Karena itu setiap orang mengulurkan satu telapak tangan menempel di dinding, telapak tangan yang berlumuran darah itu meninggalkan bekas-bekas telapak tangan jelas.
Inilah asal muasal bekas telapak tangan berdarah di dinding.
Dan saat ini,
Yang Jian menyadari tangan yang baru saja ditempelkannya di dinding justru menekan salah satu telapak tangan berdarah itu. Dingin menusuk tulang, aura mengerikan yang tak terkatakan.
Meski telah mengalami banyak peristiwa supranatural, bulu kuduknya tetap merinding melihat pemandangan ini.
Namun yang lebih mengerikan, karena kontaknya dengan bekas telapak tangan berdarah itu, ribuan orang di lorong tiba-tiba mengangkat kepala. Dengan rongga mata kosong mereka menatap tajam ke arahnya, kemudian serempak mengulurkan tangan satunya yang berlumuran darah - seolah ingin menangkap Yang Jian dan mengubahnya menjadi salah satu dari mereka.
"Ini adalah kutukan mengerikan dari hantu gentayangan yang bisa mengubah orang hidup menjadi bagian dari kutukan, sekaligus meningkatkan jumlah bekas telapak tangan bernoda darah."
Mata Yang Jian menyempit. Tangan hantu-nya yang memegang golok kayu bakar segera diangkat, menghantam ke arah lengan terdekat yang mendekatinya.
Gerakan ini terlihat seperti memukul udara bagi orang asing, karena sebenarnya tidak ada objek yang bisa dipotong - persis seperti yang dilakukan mayat pria membusuk di bawah kakinya dulu.
Baru sekarang Yang Jian memahami makna sebenarnya dari gerakan memotong udara ini.
Golok berkarat di tangannya tiba-tiba terasa tajam secara mistis. Hanya dengan gerakan melintang di udara, lengan bernoda darah yang menjulur ke telapak tangannya langsung terputus.
Tidak hanya itu, "anggota" lain juga seolah mendapat serangan. Lengan mereka semua terputus bersamaan.
Bercak-bercak bekas telapak tangan berdarah di dinding mulai lenyap dengan cepat. Proses penghilangan ini menyebar seperti gelombang ke kedalaman lorong, terus merambat hingga ke Ruangan 82.
"Braak!"
Pintu gerbang Ruangan 82 yang terbuka lebar tiba-tiba terkunci seketika. Lentera pintu di sampingnya berkedip-kedip, penerangannya redup hampir padam.
