“Yang Jian, apakah ini barangnya?”
Sekitar pukul empat sore, Zhang Xiangui membawa koper berat berwarna emas terengah-engah masuk ke kantor Yang Jian.
Yang Jian mendekat, melirik lalu mengangguk: “Benar ini. Paman Zhang, nanti tolong temui Zhang Hua di lantai bawah. Aku sudah mengatur semuanya, dia yang akan bertanggung jawab sampai tuntas. Mengenai Sun Ren yang menculik Zhang Wei, aku sudah perintahkan Zhang Hua untuk langsung mencabut status buronnya begitu Zhang Wei kembali dengan selamat.”
“Jika ada kesempatan, habisi Sun Ren itu. Lain kali jangan biarkan Zhang Wei berkeliaran sendirian. Sekarang situasinya berbeda, di luar sana terlalu banyak orang gila.”
“Orang normal pun bisa jadi tidak waras setelah mengalami kejadian seperti itu.”
“Aku mengerti. Kali ini benar-benar berutang budi. Andai bukan karena bantuanmu, aku tidak tahu harus berbuat apa.” Zhang Xiangui mengungkapkan rasa syukur dari lubuk hatinya.
Siapa sangka teman sekelas A Wei dulu kini telah menjadi pejabat tinggi di Kota Dachang, setiap tindakannya bisa memengaruhi nyawa banyak orang.
Pertemanan A Wei dengan orang ini adalah keberuntungan terbesar dalam hidupnya.
Yang Jian berkata; "Ini hanya masalah kecil, apalagi situasi ini memang ada hubungannya denganku. Aku juga tidak bisa tinggal diam. Selain itu, Paman Zhang tidak perlu terlalu panik. Sun Ren masih memiliki sedikit akal sehat. Zhang Wei juga mengenalnya, keselamatan diri mereka masih bisa dijamin. Dari video call tadi, Paman Zhang juga sudah melihat sendiri."
"Zhang Wei terlihat sangat bersemangat, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda disiksa."
Zhang Xiangui mengangguk, perasaannya menjadi lebih tenang setelah mendengar penjelasan ini.
"Pada dasarnya dia terlalu mudah percaya pada orang. Padahal dia membawa senjata, orang biasa pasti tidak berani macam-macam dengan A Wei." Lalu ia menghela napas lagi.
Selama kepergian Yang Jian dari Kota Dachang, Zhang Wei sering berlatih senjata api dan punya bakat di bidang ini. Kali ini dia membawa senjata saat keluar. Bahkan jika bertemu belasan bajingan pun bisa lolos dengan selamat, mana mungkin sampai jatuh ke tangan orang lain secara tidak jelas seperti ini.
Yang Jian berkata; "Kemampuan Zhang Wei untuk menyelamatkan diri sebenarnya ada. Tapi masyarakat rumit, hati manusia sulit ditebak. Setelah mengalami kejadian ini, dia bisa belajar untuk lebih berhati-hati di kemudian hari."
"Benar. Lain kali aku pasti tidak akan mengizinkannya keluar dari Kota Dachang lagi." Zhang Xiangui merasa penjelasan ini masuk akal.
"Ngomong-ngomong, kau belum makan malam kan? Nanti aku yang traktir. Aku tahu ada hotel yang menyajikan hidangan enak."
Yang Jian juga tidak menolak, hanya mengangguk setuju: "Baik, nanti Paman Zhang beri alamatnya. Pasti aku datang."
"Kalau begitu kita sepakat seperti ini."
Zhang Xiangui terlihat gembira: "Aku akan cari Kapten Zhang dulu. Nanti kita bertemu di tempat yang sudah ditentukan."
Yang Jian tersenyum, lalu mengantarnya keluar dari kantor.
Ada beberapa jamuan yang harus dia tolak, ada juga yang tidak bisa ditolak. Kali ini jika menolak ajakan makan Direktur Zhang Xiangui, mungkin akan terkesan meremehkan. Lagipula, Zhang Xiangui adalah senior, penghormatan yang semestinya tetap harus diberikan.
Pukul lima, waktu pulang kerja tiba. Yang Jian juga menerima pesan dari Zhang Xiangui.
Yang Jian mengajak Jiang Yan dan Zhang Liqin untuk menepati janji.
Setelah jamuan, sekitar pukul sepuluh malam baru kembali ke Kompleks Perumahan Guanjiang.
Mobil berhenti di gerbang utama.
"Kalau tidak bisa minum, jangan dipaksakan! Kau menantang ayahnya Zhang Wei minum-minuman, itu sama saja mencari mati! Anggur merah dan putih di keluarganya dihitung per gudang!"
Yang Jian turun dari mobil, berjalan ke kursi penumpang depan, membuka pintu lalu menggendong Jiang Yan yang mabuk berat di bahunya, berjalan menuju rumah.
"Ini semua demi kau, Direktur Zhang begitu antusias. Kau tidak bisa minum, tentu kami yang menahan minuman untukmu." Zhang Liqin turun dari mobil, wajahnya merah padam juga mabuk, jalannya limbung.
"Tapi aku penasaran, pria sepertimu juga mau datang ke acara seperti ini. Seharusnya kau tidak tertarik dengan jamuan alkohol macam ini kan?"
Sambil berbicara, Zhang Liqin mendekat, tersenyum merangkul lengan Yang Jian, kedua matanya menyapu tubuhnya.
Yang Jian tidak menjawab. Langkahnya terhenti sambil menatap ke dalam rumah: "Ada orang di dalam."
"Mungkinkah Bibi sudah kembali?" Zhang Liqin heran.
"Bukan." Yang Jian mendorong pintu masuk ke aula utama.
“Aula utama menyala terang benderang.”
“Zhang Han duduk di sofa seolah menunggu kedatangan Yang Jian.”
“Pintu gerbang rumahmu tidak terkunci, dan hasil investigasi siang hari sebelumnya sudah keluar. Saya sengaja menunggumu di sini, semoga tidak keberatan.” Katanya dengan agak malu.
“Tidak masalah, tapi sebaiknya kau hubungi saya dulu. Kasihan kau harus menunggu sampai sekarang.”
Yang Jian berkata sambil menurunkan Jiang Yan yang mabuk berat.
“Saya bawa dia pulang ke kamar dulu untuk istirahat.” Zhang Liqin menyambut dan membopong Jiang Yan pergi.
Yang Jian duduk dan bertanya: “Apa detail kejadian sebenarnya?”
Zhang Han menyodorkan setumpuk dokumen: “Orang yang menyusup ke kompleks kemarin bernama Guo Tao, sudah ditemukan melalui sistem pengenalan wajah. Dia bukan penduduk lokal Dachang, melainkan dari provinsi lain. Ini alamat dan anggota keluarganya. Yang lain tidak masalah, hanya Guo Tao ini yang mencurigakan.”
“Setengah tahun lalu, Guo Tao pernah menghilang misterius. Orangtuanya melapor ke polisi. Anehnya, sepuluh hari setelah laporan, dia muncul sendiri lalu mencabut laporan tersebut. Catatan kasusnya masih ada. Sore tadi saya minta Zhang Hua mengambil arsipnya. Yang kau pegang itu fotokopinya.”
“Kesaksiannya aneh. Guo Tao sama sekali tidak mau bicara tentang periode menghilangnya, hanya bilang sedang mengantar surat. Entah benar atau tidak... Selain itu, Zhang Hua juga menemukan jejak pergerakan Guo Tao selama setengah tahun terakhir.”
“Kau juga lihat, aneh benar, setengah tahun lalu Guo Tao tiba-tiba mengundurkan diri tanpa tanda-tanda, kemudian mulai muncul di berbagai wilayah dalam negeri secara tidak teratur, bahkan beberapa kali ke luar negeri.”
“Bukan liburan, juga bukan belanja. Tentang apa yang dilakukannya tak ada yang tahu. Ini hanya info perjalanannya. Karena bukan target pengawasan khusus, kami tidak menyelidiki secara mendalam.”
Yang Jian sambil membalik dokumen berkata: “Bagus, investigasinya detail. Ternyata di era informasi, cukup dengan tahu nama seseorang semua bisa dilacak. Tapi, di mana orang ini sekarang?”
“Hilang.”
Zhang Han menggeleng perlahan: “Penampilan terakhirnya di Kota Dahan. Dari analisis perjalanannya, Guo Tao selalu kembali ke Kota Dahan setelah setiap perjalanan. Padahal keluarganya tidak tinggal di sana. Semua perubahan ini dimulai sejak setengah tahun lalu.”
“Selain itu, ada satu hal yang pasti sangat kau kenal, Yang Jian.”
“Apa?” Yang Jian bertanya.
Zhang Han menekan suaranya: “Insiden Hantu Mengetuk Pintu, kau pasti sangat paham.”
Ekspresi Yang Jian berubah, tak menyangka Zhang Han juga menyebut peristiwa itu.
“Lokasi pertama insiden Hantu Menketuk Pintu terjadi di Kota Dahan. Lihat halaman terakhir dokumen di tanganmu.”
Zhang Han melanjutkan; “Mendapat dokumen ini tidak mudah. Kalau bukan pakai nama besarmu untuk minta Zhang Hua menghubungi markas, mungkin tidak bisa diakses. Soalnya statusku masih staf luar markas, jabatannya belum cukup.”
Setelah insiden Mayat Hidup Kelaparan berakhir, Zhang Han juga bergabung dengan markas, hanya belum resmi diangkat sebagai penanggung jawab wilayah.
Yang Jian segera membalik arsip ke halaman terakhir, yang merupakan sertifikat kematian yang dikeluarkan oleh sebuah rumah sakit di Kota Dahan.
Pada sertifikat kematian tersebut terdapat foto.
Foto itu menunjukkan mayat seorang pria tua berbaju panjang dengan bercak-bercak mayat di seluruh tubuhnya.
"Hantu ketuk pintu?" Wajah Yang Jian berubah.
"Benar, saya juga terkejut ketika pertama kali melihat dokumen ini."
Zhang Han berkata: "Menurut saya kasus ini melibatkan hal besar, makanya saya sengaja datang untuk berdiskusi denganmu."
"Menurutmu pengalaman aneh Guo Tao dan sumber peristiwa hantu ketuk pintu ini ada hubungan?" tanya Yang Jian.
Zhang Han menjawab: "Intuisiku mengatakan pasti ada masalah dengan Kota Dahan. Sudah setengah tahun penanggung jawab di sana tidak melaporkan kasus supranatural. Tidak anehkah itu? Selain itu, kasus orang hilang di Kota Dahan terus meningkat. Beberapa seperti Guo Tao kembali, tapi sebagian tidak."
"Selain itu, saya punya beberapa dugaan dan analisis pribadi."
"Setiap tempat yang dikunjungi Guo Tao selama setengah tahun terakhir selalu terjadi peristiwa supranatural. Mungkin ini kebetulan, tapi saya hanya membuat inferensi."
Yang Jian merenung. Jika analisis Zhang Han benar, ini mengerikan. Apakah ada pihak yang sengaja memicu rangkaian peristiwa supranatural ini?
Masalah ini juga terkait dengan hantu ketuk pintu itu sendiri.
Sebenarnya hantu ketuk pintu bukanlah hantu sejati. Setelah diselidiki, ini adalah pria tua dari era Republik yang bertahan hidup hingga sekarang, lalu jatuh dari gedung setengah tahun lalu. Arwahnya yang gentayangan kemudian membentuk peristiwa mengerikan bernama hantu ketuk pintu.
“Semua misteri ini ada di tubuh orang tua itu.” Yang Jian berbisik dalam hati.
“Kemunculan Guo Tao di Kota Dachang juga pasti bukan kebetulan. Jika setiap kali dia datang ke suatu tempat, peristiwa supranatural terjadi di sana, aku tidak boleh lengah.”
“Yang Jian, apa rencanamu selanjutnya?”
Zhang Han bertanya dengan serius: “Aku belum melaporkan hal ini ke markas karena ini hanya dugaan sembaranganku saja, tidak ada bukti yang cukup.”
Yang Jian berkata: “Urusan ini kita tunda dulu. Setelah aku kembali dari dinas luar kali ini baru kita bicarakan. Untuk Guo Tao, kau pantau saja. Begitu muncul di Kota Dachang, segera cari cara menangkapnya hidup-hidup. Aku yakin kemampuanmu cukup untuk ini.”
Zhang Han adalah Pengendali Hantu. Meski kemampuannya biasa saja, setidaknya dia bisa mengendalikan dua hantu sekaligus.
Di masa sekarang ini masih sangat berpengaruh.
“Ini tidak masalah.”
Zhang Han mengangguk: “Tapi kamu baru kembali beberapa hari, sudah mau dinas luar lagi?”
“Sebelumnya belum memutuskan, tapi setelah kau bilang begitu aku jadi yakin. Aku akan ke Jepang, insiden Hantu Ketuk Pintu sedang terjadi di Kota Kobe.” suara Yang Jian berat.
Zhang Han matanya membelalak: “Jadi kamu mau menyelesaikan peristiwa supranatural ini?”
“Tergantung situasi. Kalau bisa selesai bagus, kalau tidak ya anggap liburan saja. Lagipula markas sana tidak bisa mengontrolku. Kalau situasi membahayakan, kabur saja.” jawab Yang Jian santai.
Tujuan utamanya adalah petunjuk di saku Hantu Ketuk Pintu itu.
Artinya, dia tidak perlu menyelesaikan peristiwa supranaturalnya, cukup bawa pulang barangnya saja. Risikonya masih terkendali.
“Kira-kira berapa lama perginya?”
“Yang Jian berkata; “Kali ini akan sangat cepat, dalam tiga hari pasti kembali.”
“Kalau begitu kau harus hati-hati.” Zhang Han berkata.
“Aku tahu. Selain itu, beberapa anggota timku akan datang ke Kota Dachang dalam beberapa hari. Jika aku belum datang, kau dan Zhang Hua yang bertugas menjemput mereka.” Yang Jian berkata.
“Tenang, urusan ini akan kuselesaikan.” Zhang Han menjawab. Selama tidak terlibat peristiwa supranatural, hal lain bukan masalah baginya.
Yang Jian menyimpan arip itu: “Skema ini kuambil. Di sana pasti ada salinannya, kan?”
“Tentu ada salinannya.”
“Baik. Urusan hari ini sampai di sini dulu. Kau bisa pulang dan istirahat lebih awal.” Yang Jian berkata.
Setelah mengantar Zhang Han pergi, dia naik ke lantai untuk mempersiapkan keperluan dinas luar. Karena sudah memutuskan untuk pergi, apapun hasil negosiasi dengan Wang Xin besok harus dijalani. Tentu, jika besok bisa menggebuki mereka, itu yang terbaik.
Setelah sibuk seharian, saat kembali ke kamar untuk istirahat, hari sudah larut malam.
“Kenapa kau di sini?” Dia melihat Zhang Liqin sedang duduk di ranjang sambil asyik bermain ponsel.
Zhang Liqin meletakkan ponselnya, merapikan helaian rambut di telinganya sambil tersenyum manis: “Kalau tidak di sini, mau ke mana lagi?”
Yang Jian berkata; “Kau benar-benar lengket. Bagaimana kabar Jiang Yan?”
“Dia? Tidurnya lelap seperti babi mati.” Zhang Liqin tertawa. “Dia minum terlalu banyak alkohol, besok pagi pasti pusing.”
Yang Jian tidak bicara, hanya berjalan menuju kamar mandi.
Melihat ini, bola mata Zhang Liqin berkedip, tersipu malu lalu mengikutinya.
