Dengan mata kepalanya sendiri, Yang Jian menyaksikan Bibi Xiao Yuan dan gadis bernama Lin Xiaoxi menghilang di keramaian pasar. Bahkan tak sempat mencegah. Bukan karena gerakannya lambat, tapi karena kewaspadaan berlebihan.
Kewaspadaan bahwa salah satu dari mereka berdua adalah hantu. Maka tak ada yang berani mendekat, hingga situasi itu terjadi.
"Sang hantu sepertinya sangat memahami kondisi kita."
"Semakin rasional, semakin mudah terperangkap dalam jebakan."
Alih-alih, Xiao Yuan yang bodoh alami tanpa otak justru lebih sulit ditargetkan karena pelupa intermiten. Mungkin pilihan menerobos keluar tadi adalah benar.
Yang Jian tidak berani memastikan.
Kecemasan di hatinya semakin memuncak karena hujan kini semakin deras. Awalnya hanya rintik-rintik, kemudian gerimis, sekarang sudah hujan sedang. Lingkungan sekitar semakin gelap dan suram.
Karena tidak memakai jas hujan, seluruh tubuh Yang Jian basah kuyup. Tapi dia tidak merasa dingin atau risiko masuk angin. Hanya saja waktu yang tersisa mungkin sudah lebih dari setengah.
Hantu sudah muncul tapi belum ditemukan.
Jika sebelum subuh dia tidak bisa membunuh hantu itu sekali dalam mimpi, mungkin dia benar-benar hancur.
Karena hujan semakin deras, jumlah orang di pasar mulai berkurang.
Tapi masih banyak, hanya tidak terlalu padat.
"Harus menemukan Bibi." Yang Jian menarik napas dalam-dalam. Udara lembap masuk ke perutnya, membuatnya merasa lebih segar.
Ini bukan mimpi! Ini seperti dunia nyata, bahkan teksturnya sama persis.
Mengidentifikasi arah kepergian sang bibi sebelumnya, Yang Jian segera mengejar. Dia menghindari pejalan kaki sambil mencari jejak Xiao Yuan. Jika bisa sekalian menemukan Lin Xiaoxi, itu akan lebih baik.
Dia menyusuri lebih dalam ke pasar yang dipenuhi banyak pedagang kaki lima.
Yang Jian melirik dan melihat seorang pedagang yang menjajakan beberapa senjata tajam, hanya modelnya agak kuno, seperti golok kayu bakar, sabit, gunting, dll. Setelah berpikir sejenak, tanpa ragu ia langsung mengambil sebilah pedang untuk persiapan perlindungan diri.
"Kau belum membayar." Pedagang bertopi lebar yang duduk sambil menunduk perlahan mengeluarkan suara.
Hm?
Bola mata Yang Jian menyempit. Ia tak menyangka pedagang dalam mimpinya bisa berbicara. Mungkinkah ini bukan transformasi hantu?
"Kalau tak punya uang, barangnya tak bisa kau ambil." Melihat Yang Jian tak berniat membayar, pedagang itu mengulurkan tangan untuk menangkapnya, langsung mencengkeram pergelangan tangan Yang Jian.
Yang Jian melawan. Dalam hatinya ia merasa harus lebih keras, menusuk sampai mati makhluk hantu dalam mimpi ini, menunjukkan ketegasannya.
Tentu saja tindakan fisik itu sekunder, tujuan utamanya adalah memaksa transaksi.
Tapi saat melihat telapak tangan yang mencengkeram pergelangan tangannya, seluruh tubuhnya merasakan hawa dingin mengerikan. Itu adalah telapak tangan keriput milik orang tua, dipenuhi bercak mayat yang menyeramkan, bergelombang padat memanjang ke dalam lengan baju.
Sedangkan model lengan bajunya adalah gaya jubah panjang kuno.
Sebelum pedagang itu mengangkat kepala, Yang Jian sudah tahu makhluk apa yang menjual pedang di sini.
Hantu ketuk pintu.
Sebelumnya ia baru saja mengurung makhluk itu di Kota Kobe, sehingga sudah sangat familiar. Tak disangka dalam mimpi pun makhluk ini muncul.
Tatapannya bergerak-gerak.
Yang Jian tidak tahu apakah harus mengambil pisau untuk membalas orang tua ini, tetapi jika hantu ketuk pintu ini mengalami perubahan ganjil, bukankah dirinya akan mati di sini.
“Tak peduli, berani mengejar, tusuk sampai mati.”
Waspada tetap waspada.
Dengan keteguhan dan ketegasan, Yang Jian mengambil pedang di sana lalu menebas ke arah pedagang yang diduga sebagai hantu ketuk pintu itu.
Sebuah telapak tangan orang tua penuh bercak mayat terpotong olehnya.
Tak ada darah, tak ada kejutan, pedang di tangannya terasa sangat pas, secara alami berhasil dilakukan.
Si pedagang itu tidak berteriak, tidak mengeluh kesakitan, melainkan mengangkat wajahnya dengan cepat menatap Yang Jian. Di bawah topi anyam, wajah tuanya yang suram keabu-abuan, mata kosong, bebal, tetap merupakan citra orang tua yang sangat familiar namun mengerikan.
Tanpa basa-basi, Yang Jian mengambil pedang lalu berbalik badan pergi.
Lagipula ini mimpi, membunuh siapa pun boleh.
Begitu dia pergi.
Orang tua yang ditebasnya itu diam-diam melepas topi anyamnya, lalu berjalan dengan langkah agak tertatih mengikutinya, seolah ingin menagih utang pada Yang Jian, atau mungkin meminta kembali pedangnya. Apakah akan balas dendam? Tak ada yang tahu.
Yang Jian tetap tak menghiraukan, bagai preman zaman kuno yang semena-mena, melukai orang pun tak dipedulikan, terus berjalan masuk ke dalam pasar.
Saat melewati lapak daging, samar-samar ia mendengar suara familiar, seperti Zhang Wei yang sedang membeli daging di lapak itu.
“Bos, saya mau 10 kati daging murni, potong kecil-kecil seperti cacahan, jangan ada sedikitpun lemak yang menempel...”
Yang Jian menghentikan langkahnya, secara refleks menoleh ke arah suara itu, tapi lapak dagang daging itu kembali sepi.
Sial.
Bermimpi tentang Zhang Wei pula?
Apa-apaan ini.
Bukannya dia main siaran langsung? Kok malah jualan daging di kampung halamanku.
Yang Jian merasa alam bawah sadarnya sudah sepenuhnya dipahami oleh hantu. Bahkan bisa dibilang, hantu itu telah mengetahui seluruh memorinya melalui mimpi ini. Kalau tidak, mana mungkin muncul begitu banyak hal aneh yang berkaitan erat dengan dirinya, sementara orang lain sama sekali tidak mengenalinya. Tidak heran Xiao Yuan merasa curiga dan bingung.
Tapi saat dia menjauh dari lapak daging itu, suara Zhang Wei kembali terdengar: "Tambah 10 kati lemak babi murni, jangan ada dagingnya sama sekali, potong kecil-kecil juga..."
"Kalau beli daging kayak gini pasti dipukulinya nanti."
Sudut bibir Yang Jian berkedut. Ia menahan keinginan untuk menoleh kembali.
Pasti ini ulah alam bawah sadarnya sendiri. Pengaruh Zhang Wei yang terlalu kuat selama ini, sampai-sampai bayangannya muncul di mimpi buruk.
"Tambah 10 kati tulang rawan emas, ditumbuk halus-halus sampai seperti cacahan, jangan ada sisa daging menempel..."
Bahkan saat sudah jauh dari pasar, suara itu masih samar-samar menggema.
Pasti sudah dipukuli habis-habisan.
Yang Jian yakin betul, Zhang Wei dalam mimpinya pasti dipukuli dengan sangat mengerikan oleh pedagang daging itu. Soal apakah sampai tewas tiga pukulan, itu tergantung keberuntungannya.
Namun semakin dalam ia menyusuri pasar, semakin besar ketakutannya.
Karena dia menemukan banyak hal yang menyerupai mimpi buruk. Pasar ini seolah mengumpulkan semua mimpi buruk sebelumnya, beberapa benda yang muncul bahkan membuat orang merinding saat pertama kali melihatnya.
Di sebuah warung kaki lima, dia melihat kepala manusia mati yang dipajang di sana.
Dalam pelukan seorang wanita, dia melihat bayi mati berwarna hijau kehitaman.
Di dalam sebuah toko, dia melihat peti mati berat yang di depannya terpajang tablet leluhur, hanya saja tidak ada potret jenazah di atasnya.
Akhirnya.
Saat bertemu dengan seseorang, langkahnya terpaksa berhenti, bahkan muncul dorongan untuk segera pergi.
Seorang wanita berbaju merah dengan kerudung di kepala.
Berdiri tegak dan sunyi di pinggir jalan. Meski wajahnya tertutup, terasa seperti dia sedang menatap ke arah sini.
Tapi sebelum Yang Jian sempat berbalik mencari jalan lain, dia menyadari kakek penjual pedang dari belakang mulai mendekat, wanita penggendong bayi mati juga berjalan mendekat, bahkan peti mati dari toko itu sedang diangkat keluar oleh sang bos...
"Apa ini lelucon? Kau mengerjaiku ya?" Hati Yang Jian langsung setengah beku.
Semua jalan telah dihalangi hantu.
Dari segala penjuru, hantu-hantu mendekat.
