Yang Jian merasa penasaran dengan rombongan pengemudi jeep ini.
Karena aksi mereka aneh, dan sepertinya tahu sesuatu tentang hutan itu. Kalau bukan mengejar sesuatu yang khusus, siapa yang mau masuk ke hutan tua di cuaca dingin begini, apalagi secara beramai-ramai.
Selain itu.
Waktunya sangat tepat.
"Baru saja dia menginjakkan kaki di tempat itu, sudah ada orang yang datang mencari."
Rombongan berempat ini segera memasuki hutan tersebut.
Yang memimpin adalah Li Yue, mengenakan jaket tebal dengan wajah muram, membawa tas ransel berat yang isinya tidak diketahui, diikuti dua pria dan satu wanita di belakangnya yang juga membawa tas, terlihat seperti pendaki atau perkemahan.
Hanya saja wajah mereka pucat, terlihat lesu dan kurus kering.
Tapi tatapan mata mereka sangat aneh.
Seperti memandang sekeliling dengan cara yang tidak wajar, berbeda dari orang normal.
"Hutan seperti ini... Mati di sini pun tak ada yang tahu." Begitu masuk, melihat pepohonan yang gelap dan rapat, seorang pria tersenyum kecut pada dirinya sendiri.
"Setidaknya sudah dua puluh tahun lebih tak ada yang datang, sama sekali tidak ada jejak aktivitas manusia."
Suara Li Yue terdengar berat, langkahnya menginjak daun-daun kering yang tebal menimbulkan perasaan tidak aman.
"Sekitar sini banyak makam, siapa tahu ada masalah. Tempat ini terasa berbahaya." Wanita itu matanya berkelip-kelip, menatap makam-makam tua terpencil.
"Jangan menakuti diri sendiri. Makam-makam ini peninggalan pemakaman tradisional warga desa sekitar. Sudah puluhan tahun tak ada masalah, sekarang pasti juga biasa saja." Kata Li Yue.
Sambil berbincang, rombongan ini telah masuk lebih jauh ke dalam hutan.
Karena hutannya tidak terlalu luas, mereka cepat menemukan pondok kayu kecil di foto - sebuah bangunan yang bahkan atapnya sudah membusuk, terlihat seperti akan roboh kapan saja.
"Ini dia tempatnya."
Li Yue mengangkat foto di tangannya, membandingkannya.
Lokasinya identik, yang berbeda hanyalah pemandangan dalam foto telah mengalami kerusakan akibat waktu sehingga ada beberapa perubahan, tapi referensi spesifiknya tidak berubah dan masih bisa dikenali dengan jelas.
"Ini tempatnya, siap memulai pekerjaan." Dia menunjuk ke suatu area, lalu berkata pada yang lain.
Seketika, tiga rekan di belakangnya meletakkan tas mereka, mengeluarkan sekop, dan mulai menggali.
Tapi begitu mulai menyekop tanah, mereka langsung merasa ada yang tidak beres.
Di tanah penuh dengan tulang.
"Kenapa ada begitu banyak tulang di sini?" Wanita itu buru-buru bertanya.
"Bukan tulang manusia, ini tulang hewan. Aku sudah memperhatikannya tadi, setelah membedakan tidak terlalu kugubris. Yang aneh hanya tulang-tulang ini sepertinya baru ditinggalkan belakangan ini, tidak tenggelam dalam lumpur... Tidak, pasti ada orang yang datang ke sini baru-baru ini, di rumah kayu ada jejak kaki."
Tiba-tiba, wajah Li Yue berubah drastis saat melihat jejak kaki yang jelas tertinggal di rumah kayu.
Dia buru-buru jongkok memeriksanya.
Jejak kaki itu sangat baru, bahkan seperti baru saja diinjak seseorang.
"Orang itu..." Li Yue langsung teringat pria yang sebelumnya membawa tas mayat lewat di jalan raya.
Jika tebakannya benar, orang itu pasti pernah datang ke sini sebelumnya.
"Tidak mungkin, bagaimana dia bisa tahu tempat ini?"
Kecurigaan mendalam muncul di hatinya, membuat ekspresi wajah Li Yue berubah-ubah tanpa bisa menjelaskan situasi ini.
"Terdapat sebuah koper." Saat itu, seorang pria di belakangnya berkata dengan ragu.
Li Yue berbalik tiba-tiba, namun melihat tanah yang terkoyak digali. Sebuah koper kayu merah yang telah memudar terpampang di depan mata. Peti ini tidak terkubur dalam, bahkan agak dangkal. Ketiganya tidak memerlukan usaha besar.
"Buka dan lihat isinya."
Ia langsung berkata, kemudian mendekat: "Hati-hati. Kalau terjadi masalah, kita semua akan mati di sini. Situasi ini kita semua paham, tak perlu kujelaskan lagi."
"Koper ini pernah dibuka, kuncinya rusak," seseorang berkomentar heran.
"Hm?" Li Yue langsung melihat.
Benar.
Koper itu memang pernah dibuka.
Wajahnya berubah drastis. Segera dibukanya peti kayu itu. Hasilnya kosong melompong, hanya aroma busuk yang menyebar, membuat orang tak kuasa menutupi hidung.
Yang lain mendekat, ekspresi mereka pun berubah.
"Mayatnya? Seharusnya ada jasad di sini. Kalau mayatnya hilang, harus bagaimana ini?" Suara panik terdengar.
"Apakah benar ini ulah orang itu?" Li Yue mengatupkan gigi.
"Kalian menggali sembarangan apa di hutan keluargaku? Kalau mau memindahkan makam kerabat, bukan di area ini."
Tiba-tiba, suara yang tak terduga berkumandang. Entah sejak kapan, seorang lelaki telah berdiri di belakang mereka, tak jauh dari pepohonan. Matanya menatap tajam keempat orang ini dengan tenang dan dingin.
"Siapa?"
Keempat orang itu kaget, serempak menoleh ke belakang.
Yang terlihat adalah Yang Jian berdiri di sana. Dari tampaknya, ia telah mengamati mereka beberapa saat. Anehnya, sebelumnya tak seorang pun menyadarinya.
"Apakah karena hutan ini terlalu seram sehingga tidak memperhatikan, ataukah orang ini sendiri memang memiliki keanehan?"
"Ah, kau ya, Adik." Li Yue tersenyum: "Barusan terima kasih banyak atas petunjuk jalannya. Tanpa itu mungkin kami tak akan cepat sampai di sini."
"Kau mencari mayat itu?" Yang Jian tidak mengulur-ulur, langsung bertanya.
Rombongan itu kembali berubah wajah.
"Tak perlu mencari lagi. Mayat itu ada padaku. Meski aku tak tahu bagaimana kalian tahu tempat ini, tapi aku ingin tahu alasan kalian datang ke sini." Yang Jian melemparkan tas mayat di tangannya ke depan, seolah memberi tahu mereka bahwa mayat yang dicari ada di dalamnya.
"Katakan alasannya, jangan disembunyikan. Aku anggap ini tak pernah terjadi."
"Apa akibatnya kalau tak kami beri tahu?" Seorang pria di sebelah berkata dengan ganas.
Yang Jian berkata: "Lebih baik kalian mengatakannya. Ini akan menguntungkan semua pihak. Kalau tidak, aku jadi tak tenang. Dan aku ini berhati sempit - begitu tak tenang, bisa saja melakukan hal tak terduga."
"Heh, berani melakukan itu?" Pria itu tiba-tiba mengeluarkan pistol dan mengarahkannya ke Yang Jian: "Kami butuh mayat itu. Serahkan, ini untuk kebaikan bersama. Aku tak peduli kau ini apa - kalau sampai memprovokasi, tak ada hasil baik."
"Berempat, pasti ada pemimpinnya? Tak ada yang bisa bicara mewakili?" Yang Jian mengabaikan pistol itu dan bertanya.
Li Yue maju ke depan. Ia menurunkan tangan rekan sambil berpikir, karena barusan ia melihat ancaman semacam ini tak berpengaruh pada orang di hadapan mereka.
Tak perlu menggunakan taktik menakut-nakuti yang klise seperti ini.
“Saya Li Yue, belum sempat meminta petunjuk Adik?” Li Yue tersenyum, tetap sangat sungkan.
“Yang Jian.”
Hm?
Begitu nama ini disebut, Li Yue di depan mata langsung membelalakkan matanya, ketiga orang di sebelahnya secara refleks mundur selangkah.
Penanggung jawab Kota Dachang?
Lelucon macam apa ini.
Di desa terpencil begini bisa bertemu sosok seperti itu?
Li Yue dan anggota tim lainnya saling bertatapan. Ada yang mencurigai ini palsu, ada yang merasa perlu menguji.
Dia sendiri juga ragu bisa dipercaya.
Mungkin orang ini hanya sengaja menakut-nakuti dengan nama yang pernah didengarnya.
Tentu... ada kemungkinan itu benar.
Wajah Yang Jian tenang. Menurutnya, dari orang-orang ini bisa ditanyakan asal usul mayat-mayat itu, yang akan membantu pemahamannya akan rahasia masa lalu.
“Kenapa? Kalian mengenal saya?”
Dari ekspresi wajah mereka, terutama saat mendengar namanya, dia menangkap keanehan.
Tapi Yang Jian tidak heran. Saat ini namanya cukup terkenal di lingkaran gaib. Meski belum tentu ada yang pernah bertemu, pasti banyak yang mendengar namanya. Orang-orang yang mengejar mayat dalam koper ini kemungkinan besar juga dari kalangan gaib, tapi sepertinya bukan dari markas, lebih ke pihak rakyat.
“Hei, nama Yang Jian memang pernah kudengar. Penanggung jawab Kota Dachang. Tapi aku belum pernah bertemu. Kami berbeda jenis, seharusnya tidak saling ganggu.” Li Yue tersenyum seadanya: “Hanya tidak menyangka bisa bertemu Yang Jian asli di sini. Kukira kau hanya kebetulan sama nama dengan dia.”
“Tahu saja lebih baik, ini menghemat banyak masalah untukku. Kau tahu mayat di sini? Ceritakan, dari mana kabarnya? Benda ini terkubur di sini selama belasan tahun, baru saja kugali. Jika aku terlambat selangkah, mungkin mayatnya sudah kalian bawa pergi.”
Yang Jian saat ini merasa bersyukur. Hari ini untungnya dia bangun dari mimpi buruk cukup awal dan bergerak cepat, jika tidak mayatnya tidak akan utuh.
“Karena sepucuk surat, kami hanya tahu segitu.” Li Yue terdiam sejenak sebelum membuka mulut.
“Sepucuk surat? Di mana suratnya?” tanya Yang Jian.
Li Yue mengeluarkan sebuah amplop kuning dari bajunya. Amplop itu masih baru, hanya modelnya agak kuno.
“Biar saya lihat.” Langsung berkata Yang Jian. Dari surat itu dia merasakan kecemasan.
Sepertinya ini adalah barang gaib.
“Kau tidak boleh melihatnya. Kau bukan kurir surat, tidak bisa membacanya. Tidak ada imbalan memadai untukmu.” Kata Li Yue.
