“Yang Jian sialan, sampai menusuk pacarnya sendiri, perlu seganas itu? Aku tadi kan sudah mengingatkanmu dengan baik.”
Saat ini, Jiang Yan terbaring sendirian di lantai, tak bisa menangis. Baru saja dia berhasil kabur dari serangan hantu, eh malah dilukai orang yang paling disukainya. Mungkin ini memang takdirnya.
Perutnya mengucurkan darah, setiap gerakan terasa sakit seperti terkoyak.
Tapi Jiang Yan tidak menyalahkan Yang Jian, karena tadi Yang Jian sudah bilang, dia tidak bisa menilai siapa hantu.
“Harus berhasil ya, biar lukaku ini tidak sia-sia.” Jiang Yan memandangi Yang Jian yang mengejar hantu masuk ke kuil leluhur, di balik kekhawatirannya terselip harapan.
Asal bisa lepas dari mimpi buruk ini, semuanya akan baik-baik saja.
Pada momen ini.
Yang Jian mengunci pintu kuil leluhur, mengurung hantu yang baru saja menyusup di dalam. Dia tidak berniat melepas satu pun.
Tapi di dalam kuil juga banyak orang.
Penduduk desa yang entah diorganisir oleh siapa, semua berlindung di sini.
“Apakah kalian melihat Jiang Yan masuk tadi?” Yang Jian menatap tajam ke seluruh anggota kerumunan sambil bertanya.
Tapi yang menyambutnya adalah banyak tatapan waspada dan curiga. Mereka melihat penampilan Yang Jian yang berlumuran darah dan penuh aura membunuh, langsung menghubungkannya dengan kejadian aneh yang terjadi di desa. Mereka mencurigai Yang Jian sebagai pelaku kejahatan, apalagi sejak awal sampai sekarang Yang Jian tidak pernah terlihat.
"Yang Jian, apa yang kau lakukan? Apakah semua kejadian ini ulahmu? Kenapa kau menerobos masuk seperti ini, mau membunuh lagi? Aku tidak peduli berapa uang yang kau miliki, tapi masalah malam ini belum selesai."
Seorang pria paruh baya membentak dengan garang. Namanya Yang Hai, kerabat Yang Jian. Tapi hubungan kekerabatan yang seperti apa, bahkan Yang Jian sendiri tidak tahu. Bagaimanapun, di desa ini banyak yang mengaku sebagai kerabat.
"Cepat taruh barang itu! Tunggu sampai subuh di sini, nanti kita laporkan ke polisi biar mereka yang menangani."
Mimpi ganjil ini membuat mereka merasa tidak sedang bermimpi, mengira masih berada di dunia nyata, hanya terjadi beberapa hal misterius yang sulit dipahami.
Yang Jian menatap orang itu: "Di antara kita ada hantu yang menyusup. Orang yang baru saja membuka pintu dan masuk tadi adalah hantu. Jika ada yang memperhatikan, bunuh dia sekarang! Kalau tidak, akan ada lagi yang mati di sini. Aku datang untuk menghadapi hantu itu. Jika kalian menghalangiku, semua orang di sini akhirnya akan dibunuh hantu."
Sambil berkata demikian, ia bergegas maju mulai memeriksa identitas hantu.
Cara menyusup yang tergesa-gesa seperti ini pasti diketahui orang-orang sekitar, hanya saja mereka belum menyadarinya seketika.
“Omong kosong, kau bilang malam ini tempat ini angker? Apa Hantu membunuh juga pakai pedang? Pakai besi beton?”
Yang Hai tertawa sinis. Meski ada beberapa hal aneh malam ini, tapi kalau disebut angker, sepuluh ribu kali pun dia tak percaya.
“Ini mimpi buruk, mimpi buruk gaib. Semua ini cuma mimpi. Hantu membunuh dalam mimpi. Orang yang terbunuh hantu, diri mereka di dunia nyata juga mati. Masih ingat kasus Bibi Xiao Yuan pagi tadi? Temannya Lin Xiaoxi mati janggal, memenggal kepalanya sendiri.”
“Laporan kasus ini tak berguna, akan dikategorikan bunuh diri. Sebenarnya alasan sebenarnya adalah Lin Xiaoxi terbunuh hantu dalam mimpi.”
Yang Jian memandangi kiri-kanan: “Jadi, siapapun yang baru masuk tadi, seberapa familiar pun, pasti Hantu. Kalian diam, Hantu pelan-pelan akan membunuh semua. Mau selamat? Bantu saya habisi dia.”
“Yang Jian, maksudmu apa? Jelaskan...” Yang Hai semakin bingung, tak bisa menerima informasi ini.
“Diamlah di samping, jangan ganggu urusanku. Sekarang tak ada waktu menjelaskan.”
Yang Jian tiba-tiba maju, menusuk perutnya, lalu mendorongnya ke samping.
Pria paruh baya bernama Yang Hai itu menutupi perut, memandangi Yang Jian dengan tak percaya, seolah tak menyangka dia tiba-tiba bertindak.
“Masih ada yang mau berdebat? Sudah kukatakan, hanya membunuh orang yang baru masuk.” Yang Jian berkata dingin.
“Orang yang baru saja masuk tadi, sepertinya… dia.” Tiba-tiba, seseorang menunjuk orang lain sambil berkata.
“Benar, sepertinya memang dia, tadi berjalan dari arah pintu sana, tapi aku tidak berani memastikan apakah benar atau tidak, tidak terlalu kuperhatikan.”
“Seharusnya iya.”
Orang-orang ini sepertinya ditaklukkan oleh Yang Jian, kini mulai kooperatif dengan memberikan kesaksian.
Yang ditunjuk adalah seorang wanita berusia empat puluhan tahun, ternyata wanita ini adalah ibu kandung Yang Jian, Zhang Fen.
“Omong kosong! Aku tadi memang berdiri di sana, tapi ada seseorang yang menabrakku lalu masuk tanpa menoleh sama sekali, langsung menghilang di kerumunan. Yang Jian, jangan dengarkan omongan ngawur mereka, Ibu tidak akan menipumu!” Zhang Fen membantah dengan kesal.
“Mana ada orang yang menyusup? Jelas-jelas tadi kamu yang mendekat!” kata orang di sebelah sambil menjauh, menunjukkan ekspresi waspada.
Zhang Fen kembali membalas, “Apa kau pikir anakku Yang Jian mudah ditipu? Siang tadi kau masih meminjam 350 ribu darinya, kenapa sekarang berbalik mukanya? Kalau kau bilang aku bermasalah, baiklah, besok akan kusuruh Yang Jian menagih utangmu. Kalau tidak lunas, aku akan melapor ke polisi dengan surat hutang ini!”
Pria itu menggerakkan mulutnya, menunduk tanpa berani membalas.
Lagipula dia memang berutang, membuatnya kehilangan keberanian untuk berbicara lantang.
Wajah Yang Jian muram mengerikan, tangannya menggenggam erat besi bernoda darah di genggamannya. Untuk pertama kalinya, kemarahannya meluap pada seekor Hantu yang tak hanya memanfaatkan Jiang Yan, tapi juga ibunya sendiri.
"Apakah Hantu telah melihat kelemahanku sendiri? Sengaja melakukan hal seperti ini."
"Lalu, Zhang Fen yang ada di depan mata ini, sebenarnya Hantu atau ibu yang juga terjebak dalam mimpi buruk?"
"Banyak orang yang telah mengidentifikasi, persentase keyakinan sebagai Hantu sangat tinggi."
"Tentu saja, mungkin juga dimanfaatkan oleh Hantu untuk mengaburkan fakta, sama seperti sebelumnya memanfaatkan Jiang Yan, kali ini mengambil pendekatan sebaliknya."
"Jika aku adalah Hantu, apa yang akan kulakukan sekarang? Ia membaca ketertarikan-ku, maka pemikiran selanjutnya harus melampaui satu langkah darinya untuk memecahkan jebakan ini, jika tidak, kita akan selalu terpojok. Sebelumnya ada kesalahan penanganan, kali ini mungkin juga terjadi kesalahan..."
"Tentu saja, mungkin juga Hantu memperhitungkan bahwa aku tidak berani bertindak keras terhadap ibu, sengaja berubah menjadi seperti ini."
"Atau mungkin bukan keduanya?"
Yang Jian dengan tatapan dingin, ia mendekat selangkah demi selangkah, otaknya sedang berpikir cepat.
Tenang, tenang.
Jangan biarkan amarah membatasi pola pikir.
Untuk menghadapi Hantu, kita harus memahami aturan pergerakan Hantu.
Yang Jian teringat kembali saat pertama kali hampir terbunuh oleh Hantu. Saat itu ia mencurigai orang lain di pasar sebagai Hantu, tapi ternyata bukan. Hantu sejati sedang mengawasi semua ini dari sudut tak mencolok.
Sudut tak mencolok.
Tempat yang sekarang diabaikan.
Saat ia berjalan setengah jalan, langkahnya tiba-tiba terhenti, lalu langsung berbalik memandang ke arah pintu gerbang tadi.
Perhatian semua orang tertuju pada Yang Jian, sementara perhatian Yang Jian tertuju pada ibunya, Zhang Fen.
Tempat terpenting telah terabaikan.
Di pintu gerbang kuil leluhur ini.
Saat Yang Jian menoleh ke belakang, seorang penduduk desa sudah berdiri di samping pintu gerbang kuil leluhur. Wajah penduduk itu asing, pucat dengan nuansa ganjil. Saat ini orang tersebut tidak melakukan gerakan apapun, hanya berdiri diam sambil memandang ke arah sini dengan tenang.
Tapi satu tangan orang itu sudah berada di kunci pintu.
Sepertinya hanya menunggu Yang Jian bertindak, orang ini bisa meninggalkan tempat ini tanpa suara.
Karena saat itu tidak ada yang akan memperhatikan berkurangnya satu orang di sekitar.
"Ketemu kau." Yang Jian langsung melonjak dan menyerbu ke arahnya.
Hantu tidak menunjukkan perubahan raut wajah. Ia tidak takut, juga tidak punya emosi, hanya memandangi dengan cara ganjil saat Yang Jian menyerang.
Serangan Yang Jian berjalan mulus.
Tubuh hantu tertusuk. Seperti orang biasa, ia bisa dibunuh dalam mimpi.
Serangan pertama Yang Jian menusuk tubuhnya, serangan kedua menusuk tenggorokan, serangan ketiga besi berkarat itu menembus mata dan masuk langsung ke otak.
Tindakannya kejam dan cepat.
Saat serangan keempat, tangan Yang Jian menghantam semen dengan keras.
Kuil leluhur menghilang.
Besi di tangannya lenyap.
Darah pun tak ada lagi.
Semua yang ada di sekitar telah sirna.
Yang Jian merasa pusing sesaat, menyadari dirinya kini berada di ruangan lantai dua rumah tua. Ia masih berlutut di lantai, sepertinya mempertahankan posisi menyerang hantu.
Ia mengangkat kepala melihat sekeliling.
Langit masih gelap, suasana tetap redup.
Waktu menunjukkan pukul setengah dua pagi.
"Mimpi buruk sudah berakhir?" Yang Jian menatap tangan kirinya yang mengenakan sarung tangan.
Dalam mimpi, tangan ini tidak ada, jadi mudah menentukan mana dunia nyata dan mana yang hanya mimpi.
"Barusan aku berhasil membunuh hantu itu sekali?"
Yang Jian merasa jantungnya berdebar kencang, seolah tak percaya. Mimpi buruk yang telah mempermainkannya dua kali ini benar-benar berakhir.
Meski ini baru keberhasilan pertama, setelah kali ini dia bisa membuat mimpi buruk yang mengganggunya selama ini menghilang selamanya.
