Sebelum perkumpulan berakhir, Yang Jian sudah lebih dulu pergi. Urusan selanjutnya diserahkan pada Wang Bin dan Zhang Xiangui. Lagipula dia tidak mungkin menghabiskan stamina untuk mengurus bisnis, dan dia juga tidak berminat dengan hal ini.
Menjelang sore.
Mobil berhenti di depan vila Kompleks Perumahan Guanjiang.
"Akhirnya pulang juga, membuat kecapekan." Jiang Yan menggeliat setelah turun mobil, pipinya kemerahan masih menampakkan bekas mabuk ringan.
"Istirahatlah lebih awal. Ingat untuk sering menelepon ibuku. Jika ada masalah, langsung hubungi saya. Situasi desa itu sudah kau ketahui." Yang Jian membuka mulut.
Jiang Yan merengek: "Tahu~ Aku akan lebih memperhatikan Bibi untukmu. Pasti tidak akan membuatmu khawatir. Aku mandi dulu, nanti cari kamu lagi."
Setelah berkata demikian, dia melontarkan pandangan genit lalu pergi dengan riang gembira.
"Pulang kampung bersama Jiang Yan, apakah menyenangkan?" Zhang Liqin terkekeh pendek, lalu berjalan ke sebelah menuangkan segelas air dan menyodorkannya ke hadapan Yang Jian.
Yang Jian terdiam sejenak: "Dia dan saya hampir mati di kampung halaman. Tempat itu angker, dan sangat ganas. Lagi-lagi peristiwa supranatural yang merepotkan. Saya ingat Jiang Yan menyuruh orang mengantar peti mati, benar kan?"
"Benar. Saat ini masih disimpan di rumah tua itu. Saya tidak berani banyak bertanya, juga tidak tahu apa isinya." Zhang Liqin menekan suaranya.
"Bagus. Nanti saya akan periksa. Sekarang ambilkan buku catatan saya di ruangan, catat semua kejadian saat saya di kampung halaman." Kata Yang Jian.
“Dia tidak berani menyimpan informasi di komputer. Selama terhubung internet, informasi seperti ini sama saja dengan diberikan gratis. Jadi dia membiasakan diri mencatat.”
Zhang Liqin mengangguk, lalu berdiri.
Tapi dia tidak segera pergi. Tiba-tiba dia ragu, menggigit bibir merahnya lalu berbalik badan dan tiba-tiba memeluk Yang Jian, menempel erat pada suaminya.
“Ada apa?”
Yang Jian bertanya dengan tenang dan datar, seolah tak ada reaksi sama sekali.
Zhang Liqin berbisik pelan: "Jika kau sudah memiliki Jiang Yan, bagaimana denganku? Apa kau akan meninggalkanku? Bisakah aku masih diam-diam datang ke ruanganmu untuk menemanimu? Aku tahu kau sudah tak punya perasaan lagi. Mungkin di matamu aku hanya alat penghibur yang bisa ada atau tiada. Tapi aku berbeda, aku wanita biasa yang normal, masih punya perasaan. Aku bisa iri, bisa cemburu, dan tentu saja... bisa jatuh cinta pada seseorang."
“Apa maksudmu?” Yang Jian sedikit menundukkan kepala memandanginya.
“Aku ingin terus mengikutimu. Jika ada kesempatan pergi lain kali, bisakah kau membawaku juga?”
Zhang Liqin menengadah memandangi Yang Jian, penuh harap.
Yang Jian berkata datar: “Hanya ini? Aku membawa Jiang Yan ke kampung halaman karena dia lebih muda darimu, cocok menyamar sebagai pacarku untuk menghadapi hal-hal cerewet. Jika kubawa kamu, orang akan mengira aku mencari sugar mommy. Kau pikir kami liburan? Setelah kuceritakan detail urusan kampung halaman nanti, kau akan bersyukur tak kubawa.”
Bola mata Zhang Liqin berkedip, sepertinya dia terlalu banyak berpikir.
Dia sedikit memahami Yang Jian, cara bicaranya sangat blak-blakan tanpa basa-basi, jadi dirinya tidak akan meragukan keabsahan perkataan Yang Jian.
"Sebenarnya dalam arti tertentu, kau lebih penting daripada Jiang Yan," tiba-tiba Yang Jian berkata.
"Bagaimana maksudnya?" Zhang Liqin segera membelalakkan matanya dengan penuh antisipasi.
Yang Jian menengadah ke arah jendela yang gelap gulita: "Aku perlu seseorang yang sesekali mengingatkanku bahwa aku masih manusia biasa, masih punya kemanusiaan, dan karakternya belum terdistorsi sampai ke tahap kehilangan minat sama sekali pada wanita. Kehadiranmu dalam level tertentu cukup tepat waktu, karena dorongan emosionalku tidak selalu muncul, dan tidak semua orang berani mendekati makhluk aneh sepertiku."
"Kau cukup berani. Kalau Jiang Yan, dia bahkan tak berani naik ke lantai lima."
Zhang Liqin berkata: "Aku tidak memikirkan banyak hal. Lagipula kau berbeda di mataku, terutama saat kau menggunakan kekuatan gaib, aku malah jadi bersemangat. Tidak takut, malah sangat menarik, ingin memahami dan mendekati. Bahkan saat mata hantumu terbuka, aku pernah ingin merabanya..."
"Kedengarannya seperti gangguan kejiwaan," kata Yang Jian.
Keterpesonaan pada kekuatan gaib, atau kecenderungan menyukai hal-hal abnormal, ini adalah distorsi psikologis yang mungkin muncul secara bertahap pada Zhang Liqin setelah mengalami teror mengerikan.
"Tidak, tidak! Hanya kau pengecualiannya. Aku merasa jijik dan takut pada hantu milik orang lain, sampai gemetaran ketakutan," Zhang Liqin buru-buru menjelaskan.
"Aku juga bukan dokter, sama sekali tidak memahami pemikiranmu yang seperti ini."
Yang Jian berkata: "Kalau kau tidak ada urusan, naiklah ke lantai atas ambil buku catatan, siapkan pekerjaan."
"Bisakah kita bicarakan nanti?"
Zhang Liqin kembali mengeluh: "Sekarang Jiang Yan sedang mandi, dia sangat lamban, tidak akan cepat selesai. Aku ingin berdua saja denganmu, ke kamarku, bagaimana? Sepertinya kita sudah lama tidak bersama, tidakkah kau berniat menemaniku?"
"Tidak berminat, tidak mau. Lebih baik gunakan tenagamu untuk menyelesaikan tugasku dulu," Yang Jian langsung menolak.
"Baiklah, aku akan ambilkan buku catatanmu untuk mencatat."
Zhang Liqin mengatupkan bibir dengan sedih, melepaskan Yang Jian, lalu berjalan naik tangga dengan sepatu hak tingginya.
Tapi di hatinya masih ada secercah sukacita. Dia tahu Yang Jian tidak akan mengusirnya, juga tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang bisa diabaikan. Setidaknya status dan nilainya masih diakui - itu sudah cukup.
"Wanita yang tidak masuk akal."
Yang Jian bergumam dalam hati, lalu duduk di sofa sebelah.
Saat menunggu Zhang Liqin mengambil catatan, tiba-tiba ia mencurigai sesuatu. Tatapannya kembali menuju jendela.
Seorang anak kecil berkulit kebiruan berdiri di luar jendela, menempelkan wajahnya di kaca. Mata merah tanpa pupilnya mengintai segala sesuatu di dalam, seolah telah berada di sana cukup lama tanpa terdeteksi.
Itu anak hantu.
Hati Yang Jian mendadak dingin.
Jantung yang sempat berdebar kini tenang kembali.
Dirinya terlalu mudah panik. Setiap melihat barang ini selalu refleks tegang.
“Tapi apa yang sedang diintip si kecil ini di sini?”
Setelah berdiri sebentar, mungkin karena Yang Jian sudah mengetahuinya, anak hantu itu berbalik dan berlari kecil pergi, menghilang dalam kegelapan malam.
“Tidak.”
Tiba-tiba Yang Jian berdiri lagi, seolah teringat sesuatu, lalu langsung melangkah keluar pintu.
Baru beberapa langkah keluar rumah, dia melihat seorang wanita berbaju putih panjang dengan syal di leher, kulitnya pucat bersih nyaris tak wajar, berdiri di bawah lampu jalan kompleks perumahan. Tatapannya datar tanpa emosi, seperti mata boneka.
Anak hantu itu mondar-mandir di sekitarnya, bayangan hantu bergerak cepat, seolah sedang bermain atau melindunginya.
Wang Shanshan?
Hati Yang Jian berdebar. Dia segera mendekat: “Kau mencari aku?”
“Hm, ikut aku,” suara Wang Shanshan terdengar dingin.
Yang Jian bingung, tapi tetap mengikuti.
“Apa yang kau lakukan seharian? Baru pulang langsung berpelukan dengan wanita itu, senang sekali ya?” Wang Shanshan berkata dengan nada beku.
Yang Jian menjawab: “Daripada setiap hari bergaul dengan mayat dan hantu, lebih baik bersamanya, bukan?”
“Sesukamu.”
Wang Shanshan tak ambil pusing: “Peti mati yang kau kirim kemarin tadi bergoyang... Kau taruh apa di dalamnya? Seekor hantu? Kalau memang hantu, bukankah ini terlalu sembarangan? Peti biasa mana bisa menahan benda itu.”
“Apakah peti mati ada keanehan?” Ekspresi Yang Jian mengeras: “Sejak kapan ini mulai terjadi?”
“Baru hari ini.” Wang Shanshan menjawab.
Yang Jian mengerutkan kening: “Tidak seharusnya begini. Mayat itu sudah tidak mungkin bangun lagi, secara logika seharusnya terus membusuk sampai akhirnya menghilang sepenuhnya. Bagaimana mungkin ada keanehan?”
Dia sudah mengamati selama beberapa hari di kampung halaman, sama sekali tidak ada aktivitas sedikitpun.
Kalau tidak, mana mungkin dia berani mengirimkannya sebagai bagasi dan menyimpannya di kompleks perumahan ini.
Soalnya kalau sampai terjadi masalah, semua penghuni kompleks ini pasti hancur.
“Ternyata aku terlalu gegabah.” Hati Yang Jian mulai melakukan introspeksi.
“Reaksi anak hantu ini aneh. Aku menyuruhnya menyerang hantu di dalam, tapi dia tidak bergerak sama sekali.”
Wang Shanshan berbicara sambil berjalan, suaranya jernih dan merdu tanpa kesan ganjil, lebih mirip ilham yang tak terdefinisikan.
Yang Jian berkata: “Situasi seperti ini hanya ada dua kemungkinan. Pertama, anak hantu sudah lepas kendali.”
“Tidak mungkin. Tadi aku suruh dia mencarimu, dia sangat patuh.”
Wang Shanshan melirik: “Jangan langsung mencurigai si kecil ini. Pasti ada masalah dengan peti matimu. Kau benar-benar tidak bertanggung jawab, selalu menyalahkannya kalau ada masalah.”
“Hmm……” Yang Jian tertegun.
Tak menyangka Wang Shanshan begitu membela anak hantu itu.
Mungkinkah karena anak hantu ini dikeluarkan dari kandungannya, dia punya ikatan emosi?
“Kalau begitu isi peti mati itu tidak memenuhi syarat serangan anak hantu.”
Yang Jian kembali berkata: "Kau perintahkan anak hantu menyerang Hantu dalam peti mati. Jika di dalam peti tidak ada Hantu, anak hantu itu tak akan bergerak."
"Hm, mungkin begitu." Wang Shanshan mengangguk.
Tiba-tiba Yang Jian teringat sesuatu: "Ada kemungkinan ketiga, mungkin yang di dalam peti...bukan Hantu..."
