Yang Jian bertemu Li Yang dan memberitahunya tentang bus gaib. Setelah mendengar hal itu, Li Yang sangat terkejut bahkan merasa sedikit takut.
Jika benar seperti yang dikatakan Yang Jian bahwa bus gaib itu mungkin mengangkut banyak hantu, maka misi pengiriman surat ini tidak sesederhana yang terlihat. Bisa-bisa kita benar-benar dihabisi semua.
Terlalu mengerikan.
Namun Li Yang tidak mengusulkan untuk mundur, melainkan merenungkan cara menghadapi situasi ini.
"Kau istirahatlah baik-baik selama beberapa hari ini. Masih ada waktu. Kita baru akan berangkat tiga hari lagi." Kata Yang Jian siap bangun untuk pergi.
Li Yang berkata: "Komandan, tunggu sebentar. Tidakkah kau merasa empat permintaan pengiriman surat dari kantor pos sebelumnya mengandung celah besar? Sejak kembali, aku terus meneliti hal ini."
"Ada penemuan apa?" Yang Jian menghentikan langkahnya dan bertanya.
Li Yang menjelaskan: "Contohnya poin ini: syarat pengiriman surat adalah kita harus naik bus itu dan turun setelah tiga kali berhenti. Ini tidak masuk akal. Jika harus turun setelah tiga kali berhenti, bukankah itu berarti kita harus meninggalkan bus sebelum pemberhentian keempat? Kalau begitu, kita wajib lompat dari bus di tengah perjalanan."
"Bus gaib tidak mungkin dilompati di tengah jalan. Jika demikian, mustahil menyelesaikan misi pengiriman surat kantor pos. Ini sama saja dengan tugas bunuh diri yang tidak memenuhi syarat penyelesaian."
"Analisamu sangat logis dan memang bertentangan dengan informasi yang kumiliki." Yang Jian mengerutkan kening: "Tapi pemikiranmu masih kurang satu hal. Jangan lupa bus gaib masih memiliki kemungkinan lain?"
Li Yang kaget: "Dihalangi hantu? Bus mati?"
"Benar." Yang Jian mengangguk; "Hanya dengan cara ini, semua kurir surat bisa turun sebelum sampai di halte keempat."
"Komandan, bukannya situasi paling berbahaya di bus gaib adalah dihalangi hantu dan bus penuh sesak?" kata Li Yang.
"Ya, inilah hal yang sebenarnya perlu dikhawatirkan."
Yang Jian berkata: "Turun dalam situasi darurat bertemu hantu, konsekuensinya bisa ditebak. Tapi kau tak perlu panik. Jika bahaya mengancam, kita langsung buka Pintu Hantu dan merobek surat. Paling-paling melawan kutukan kantor pos lagi. Bukan pertama kali kan?"
Li Yang mengangguk.
Karena sudah siap merobek surat, tak ada lagi keraguan.
"Baik, sekarang kau harus istirahat. Jika ada masalah dalam dua hari ini, hubungi saya segera." kata Yang Jian.
Tampak jelas Li Yang kelelahan. Semalam di Kantor Pos Hantu dia tidak tidur, terus-menerus dalam ketegangan. Meski telah mencapai keseimbangan dua hantu, tetap perlu istirahat agar rileks. Lama-lama psikologisnya rentan bermasalah.
Tak lama kemudian Yang Jian meninggalkan tempat Li Yang, menuju rumah Xiong Wenwen di dekatnya.
Sebelumnya dia sudah janji makan malam dengan Chen Shumei, tentu takkan ingkar.
Baru sampai di pintu vila, terlihat Xiong Wenwen duduk di pekarangan sambil main game di ponsel.
“Kau duduk-duduk santai setiap hari? Lebih baik ikut aku jalan-jalan kali ini? Aku akan ajak kau ke tempat yang bagus.” Yang Jian melihat Xiong Wenwen sambil merenungkan apakah akan mengajaknya.
Jika bisa bertahan dari bahaya mengerikan di bus gaib, Xiong Wenwen memang akan memberikan kontribusi besar dalam proses pengiriman surat ini.
Tapi.
Jika gagal, bisa saja Xiong Wenwen tewas di luar sana.
Untung-rugi perlu diukur, Yang Jian pun tak bisa bertindak semaunya.
"Aku tidak mau pergi! Xiao Yang kau bermaksud jahat, pasti ingin membinasakan Ayah Beruangku! Ibu menyuruhku menyambutmu di sini, masih tertegun apa? Cepat masuk, nanti Ayah Beruang dimarahi lagi!" kata Xiong Wenwen dengan penuh kewaspadaan.
Yang Jian berkata: "Kurasa kau perlu dipukuli. Daripada menganggur, lebih baik menghabiskanku dengan menghajarmu?"
“……”
Xiong Wenwen tertegun sejenak, lalu kabur sambil menggenggam ponselnya.
Suaranya terdengar dari dalam rumah: "Bu, Xiao Yang bilang dia suka sama ibu dan ingin menikahi ibu! Aku tidak keberatan."
“？？”
Yang Jian awalnya tertegun, kemudian menyadari si anak bandel ini kembali berbicara omong kosong. Untuk menghindari pukulan, dia malah menjual ibunya sendiri.
Tapi bagi Xiong Wenwen, hal seperti ini sepertinya sudah biasa.
"Harus cari kesempatan untuk menghajarnya diam-diam."
Sekarang di benak Yang Jian tiba-tiba muncul pemikiran ini: Suatu malam nanti, langsung invasi ke ruangan Xiong Wenwen menggunakan Wilayah Hantu, pukuli lalu kabur.
Bukan tanpa alasan.
Sekadar untuk melampiaskan amarah pada anak bandel.
Dia membawa pemikiran ini masuk ke dalam rumah.
Saat itu, ibu Xiong Wenwen, Chen Shumei, yang mengenakan celemek dan membawa hidangan yang baru saja dimasak keluar dari dapur. Wajahnya sedikit memerah terlihat sangat malu, penuh permintaan maaf: "Maaf, Kapten Yang, Xiong Wenwen tidak tahu diri. Dia sedang mengoceh sembarangan lagi, tolong jangan diambil hati."
Setelah berkata demikian, dia melotot ke arah Xiong Wenwen.
Xiong Wenwen justru berkata dengan mantap: "Aku tidak mengoceh! Barusan Yang Jian jelas-jelas mengatakan itu. Aku mendengarnya lebih awal lewat kemampuan prediksinya. Tidak mungkin salah, Bu. Ibu juga tahu kemampuan ramalku tak pernah meleset dalam hal-hal kecil seperti ini."
"Aku..." Kata-kata Yang Jian langsung terhambat di mulut.
Astaga.
Benar-benar luar biasa.
Langsung melempar kesalahan ke kemampuan prediksi, ini benar-benar tak terbantahkan. Mau tidak mengakuipun percuma.
"Kamu masih bicara! Kapten Yang sudah punya pacar, jangan bercanda seperti ini." Chen Shumei berkata dengan wajah memerah marah, ingin memberikan pelajaran pada Xiong Wenwen.
Tapi karena kehadiran Yang Jian di situ, dia tidak bisa bertindak kasar.
Chen Shumei canggung berkata: "Kapten Yang, jangan hiraukan Xiong Wenwen. Hidangan sudah lengkap, silakan duduk dan makan. Karena buru-buru hari ini, persiapannya kurang. Semoga sesuai dengan selera Kapten."
"Menurutku Xiong Wenwen terlalu banyak waktu luang. Nanti akan kuberikan puluhan buku PR tambahan untuknya. Percayalah, dia pasti sangat menyukainya." Yang Jian berkata dengan wajah datar.
"Terima kasih banyak, Kapten Yang. Aku juga merasa akhir-akhir ini PR yang kuberikan pada Wenwen mungkin terlalu sedikit." Chen Shumei ternyata sangat setuju dengan ide Yang Jian ini.
Xiong Wenwen langsung mata membelalak.
"Lihat apa? Mungkinkah yang dikatakan Kapten Yang tidak benar?" Chen Shumei melotot.
"Aku tidak mau makan." Xiong Wenwen menggerutu, duduk di sofa dan kembali mengambil ponselnya untuk bermain.
Chen Shumei berkata: "Memang kau tidak perlu makan."
Tubuh Xiong Wenwen adalah manusia kertas, dia sudah tidak termasuk dalam kategori manusia hidup, sepenuhnya bisa tidak makan dan tidak minum.
"Ngomong-ngomong, sebelumnya Tante Chen bilang ada hal yang ingin dibicarakan denganku tentang Xiong Wenwen, tidak tahu apa yang ingin Tante Chen sampaikan." Yang Jian mengalihkan topik.
Chen Shumei tiba-tiba bersedih: "Kapten Yang, permintaanku mungkin terlalu keterlaluan, hanya saja kehidupan Xiong Wenwen seperti ini pasti akan bermasalah di kemudian hari. Bisakah Kapten Yang mencari cara agar Wenwen memiliki tubuh gadis normal? Lihat sekarang dia tidak perlu makan, tidak perlu tidur, juga tidak bisa tumbuh besar."
"Nanti mungkin..."
Dia tidak melanjutkan, karena takut membayangkan.
"Sangat sulit." Yang Jian menggelengkan kepala pelan: "Dan masalah ini sudah pernah kubahas dengan Tante Chen sebelumnya."
"Aku... aku tahu, cuma bertanya saja. Kapten Yang, coba cicipi ini." Chen Shumei menyembunyikan kesedihannya, memaksakan senyum sambil menyuapkan makanan ke Yang Jian.
Yang Jian diam saja, hanya asyik menyantap makanannya.
Suasana di meja makan menjadi hening.
Chen Shumei bukanlah wanita yang mahir dalam jamuan sosial.
Karena itu, setelah selesai makan, Yang Jian berniat segera kembali.
“Xiao Yang, bagaimana hasil perenunganmu tentang kejadian tadi? Katakan sesuatu dong. Menurutku, kau harus putuskan pacarmu itu dan tinggal bersama ibuku saja.” Kali ini Xiong Wenwen kembali menambahkan komentar.
Yang Jian berkata: "Baik, tapi panggil Ayah dulu."
"Kau sedang bermimpi! Kecuali kau menikahi ibuku dulu."
"Kau yang panggil dulu."
"Kau yang menikah dulu."
"......" Chen Shumei memandangi keduanya yang sedang bertengkar sengit, wajahnya memerah.
Rasa malu yang tak tertahankan.
Bagaimana jika dalam perdebatan ini mereka benar-benar mencapai kesepakatan? Apa yang harus dilakukannya? Langsung menolak, atau menyetujui?
Jika menolak, pasti Xiong Wenwen akan sedih. Dan bagaimana jika Kapten Yang memang bermaksud serius?
Tapi jika menyetujui, ini terlalu main-main.
Chen Shumei bukan tipe orang yang tegas. Meski terlihat matang, dia mudah terpengaruh oleh orang-orang terdekat. Jadi jika Yang Jian dan Xiong Wenwen benar-benar sepakat, dia tidak akan menolak.
Lagipula, Xiong Wenwen sangat mempercayai Yang Jian, dan dirinya sendiri juga sangat berterima kasih padanya.
Jika benar-benar bersama, pasti bisa hidup rukun tanpa kontradiksi.
Setelah beberapa kali adu argumen, untuk pertama kalinya Yang Jian mengalami kekalahan.
Dia kabur.
Masalah seperti ini lebih dikuasai Zhang Wei. Soalnya Zhang Wei berkelahi tidak pernah menang, bertengkar tidak pernah kalah. Sedangkan Yang Jian bertengkar tidak pernah menang, berkelahi tidak pernah kalah.
