Suasana tegang di bus gaib kini sedikit mereda.
Karena hantu gentayangan bermuka kertas kuning telah turun, tidak hanya jumlah hantu berkurang, tapi juga ada kursi yang kosong.
Ini sangat krusial.
Kursi kosong berarti situasi penuh muatan mungkin tak akan terjadi sementara waktu. Bahkan jika di perhentian berikutnya ada hantu naik, tak perlu sampai bentrok seperti tadi, lagipula di setiap pemberhentian selalu ada hantu yang turun.
Baru melewati dua perhentian, kurir lantai empat sudah merasakan aura yang menyesakkan.
Ini aroma keputusasaan.
Dibandingkan bus ini, kantor pos terasa hangat seperti rumah sendiri.
“Meskipun ada hantu di kantor pos, tetap tidak bisa menandingi jumlah hantu di bus ini. Bahkan jika situasinya berbahaya, sama sekali tidak mungkin seperti ini di mana nyawa bisa melayang kapan saja.”
“Turun setelah tiga halte. Jika tetap bertahan di tempat ini sampai subuh, pasti semua orang akan dihabisi. Dari reaksi anggota lain, situasi tadi rupanya belum termasuk yang paling mengerikan.”
Elang menarik napas dalam-dalam. Ia memperhatikan beberapa Pengendali Hantu.
Setiap Pengendali Hantu ini tidak sembarangan. Mereka yang berada di dalam bus tampak sudah terbiasa, tanpa sedikit pun kepanikan. Kecemasan baru terlihat saat Yang Jian naik bus dan saat mobil penuh muatan.
Dengan kata lain,
kondisi duduk satu mobil bersama hantu gentayangan saat ini sudah yang terbaik.
“Tinggal satu halte lagi. Entah kejadian mengerikan apa yang akan menanti di halte berikutnya.”
Sambil merenung demikian, kurir surat Qin Kai melirik kursi sebelahnya dengan sisa trauma.
Mayat perempuan beku itu masih memiringkan kepala, menatapnya dengan cara ganjil.
Seolah dirinya telah menjadi target pengawasan.
Hanya berkat bus gaib inilah serangan belum terjadi.
Qin Kai segera mengalihkan pandangan. Ia mengamati kurir surat lainnya.
Posisi semua orang sama berbahayanya.
Di sekeliling mereka, bayangan hantu gentayangan bertebaran. Hanya sedikit yang beruntung duduk di sebelah Pengendali Hantu tak dikenal.
Tapi orang-orang ini juga berbahaya.
Bila membuat mereka marah, kurir surat pun akan dihabisi.
Untunglah, kondisi bertahan hidup bus telah mereda. Tanpa tekanan, orang-orang hidup tidak akan terlibat perselisihan. Lagipula, tujuan kita naik bus ini adalah untuk bertahan hidup, bukan mencari mati.
Seiring waktu perjalanan kendaraan yang semakin lama.
Perasaan khawatir dan kecemasan perlahan membanjiri hati.
Sejak berangkat dari kota kabupaten ganjil tadi, bus telah melaju tepat setengah jam. Selama waktu itu tidak terjadi keanehan sama sekali, semua terlihat tenang.
Tapi semua orang tahu.
Pemberhentian ketiga bus sudah dekat.
Yang Jian kini mengabaikan upayanya mempelajari cara mengemudikan bus. Perhatiannya beralih ke perubahan pemandangan di luar, karena dia merasa perjalanan kali ini terlalu panjang dan mungkin sebentar lagi akan sampai.
"Rute bus kali ini sangat berbeda dengan pengalamanku sebelumnya. Pemberhentian yang dilalui sangat berbeda tingkatannya. Dari tampaknya, ini adalah rute baru."
Dia mengingat kembali kejadian saat pertama kali menaiki bus gaib.
Tidak cocok dengan situasi sekarang.
Namun tugas pengiriman surat ke rumah kuno itu, ditambah permintaan lemari hantu agar dia membuka sebuah ruangan di dalamnya - semua informasi ini jika disatukan, tak diragukan lagi rute bus setelah pemberhentian ketiga pasti akan melewati tempat tersebut.
Saat bus gaib terus melaju, tiba-tiba beberapa tetes air menghantam kaca.
Semakin jauh bus bergerak, hujan semakin deras. Bunyi gemeretak hujan di jendela bus terdengar seperti jari-jari yang terus-menerus mengetuk kaca mobil.
Cahaya di luar kembali meredup cukup signifikan.
Hujan semakin deras, seakan-akan bahkan penerangan lampu bus pun hampir tertelan gelap.
"Bukanlah, di luar turun hujan?"
"Sepertinya iya, situasi seperti ini baru pertama kali terjadi."
"Jangan lihat saya, saya juga baru pertama kali melihat sarang hantu ini ternyata bisa turun hujan. Dari tampaknya perhentian ketiga akan segera tiba. Menurut saya semua ini ada pertandanya—contohnya di persimpangan kota kabupaten di Perhentian Kedua, alasan bus berhenti di sana adalah karena ada hantu gentayangan bertutup kertas kuning di wajahnya di dalam bus. Tugas bus ini adalah mengembalikan hantu ke tempat asalnya."
"Ada benarnya. Di Perhentian Pertama, karena tidak ada hantu yang perlu kembali ke desa angker itu, tidak ada hantu yang turun—hanya hantu yang naik."
"Saya rasa perhentian ini mungkin bukan untuk kita, melainkan untuk hantu payung hitam yang sebelumnya turun di Kota Dachang. Saya masih ingat jelas hantu itu membawa payung kertas hitam. Jika hantu saja perlu memakai payung, pasti di situ sedang hujan—ini asumsi yang sangat wajar."
Beberapa Pengendali Hantu yang cerdas langsung menganalisa sejumlah informasi.
Dengan memadukan segala kejadian sebelumnya, seolah mereka mulai bisa memahami makna di balik bus gaib ini.
Mengembalikan hantu ke tempat yang semestinya.
Mendengar perkataan mereka, bola mata Yang Jian menyempit tajam—ternyata dugaan pribadinya secara tak terduga sejalan dengan analisa mereka.
Hantu payung hitam seharusnya turun di perhentian ini, tetapi entah kenapa turun lebih awal. Ini menyebabkan hantu tersebut tidak mencapai destinasi yang seharusnya.
"Di halte Kota Dachang, hantu turun lebih cepat, mungkin karena ada orang di dalam kota yang memenuhi aturan membunuh hantu gentayangan, sehingga arwah itu bergerak. Kebetulan pintu bus terbuka, jadi hantu menggunakan kesempatan ini untuk turun." Dugaan seperti ini muncul di otak Yang Jian.
Jika dugaan ini benar, itu sangat menyeramkan.
Karena bus ini tidak memiliki sopir dan dalam kondisi di luar kendali, situasi seperti hantu payung hitam akan terus terjadi. Selama bus tetap beroperasi, hantu-hantu akan terus menuju ke pemberhentian yang salah dan merasuki dunia nyata.
"Apakah ini alasan mengapa Pak Qin dulu mengemudikan bus? Jika benar, maka semuanya bisa dijelaskan dengan logis."
Keraguan di hati Yang Jian perlahan mulai terpecahkan.
Seolah-olah, kebenaran tertentu semakin dekat terungkap.
"Lihat, halte depan muncul." Seseorang berbisik dengan nada serius.
Tak jauh dari situ, cahaya menyala di pinggir jalan yang diselimuti hujan deras. Meski pandangan buram, tetap terlihat kontur sebuah halte.
Setelah berangkat dari Dachang, pemberhentian ketiga bus gaib ini telah tiba.
Hujan di sini seolah tak pernah berhenti, membentuk dunia yang tenggelam dalam presipitasi. Selain halte, tak ada apa-apa di pinggir jalan.
Tapi Yang Jian merasa, sebenarnya ada sesuatu di sekitar ini. Hanya karena hujan terlalu deras, membuat semuanya tak terlihat jelas.
Bus mulai mengurangi kecepatan dan mendekati halte.
Sebentar lagi akan berhenti.
“Jika sesuai dengan dugaan sebelumnya, di halte ini, karena hantu yang memegang payung hitam sudah turun dari bus, seharusnya tidak ada hantu gentayangan lagi yang turun di sini. Justru mungkin ada hantu gentayangan yang akan naik.”
Mata Yang Jian berkedip halus, dia membutuhkan pengalaman kali ini untuk membuktikan dugaannya.
Mengandalkan dugaan saja tidak cukup akurat.
“Lihat, di sekitar halte sepertinya ada sesuatu... sebuah mesin penjual otomatis.”
Tiba-tiba.
Saat bus semakin mendekat, kerumunan melihat pemandangan sekitar halte melalui jendela yang basah oleh hujan. Tak berbeda jauh dengan halte lainnya, hanya satu hal yang mencolok: di samping halte itu ditempatkan sebuah mesin penjual otomatis tua.
Lampu di dalam mesin berkelip-kelip seperti mengalami kontak buruk, kadang menyala terang, kadang padam.
Tidak jelas apa yang dijual di dalamnya.
Karena hujan terlalu deras, sama sekali tidak bisa melihat dengan jelas.
“Zhou Deng, kali ini jangan sampai kau berbuat kecerobohan lagi. Meskipun mesin penjual itu terlihat ganjil, tempat ini jauh lebih menyeramkan. Di luar gelap gulita dengan hujan deras, siapa yang tahu apa yang akan terjadi jika keluar.” Seseorang mengingatkan.
“Kalau ada masalah itu urusanku sendiri, kalian takut apa?”
Zhou Deng terkekeh sinis: “Kalau takut mati mending turun dari bus sekarang! Sejak naik bus ini, harus sudah punya kesadaran untuk meregang nyawa. Kau suruh aku begini begitu, kira-ku kau ini ayahku?”
“Aku cuma bermaksud baik mengingatkanmu agar jangan cari masalah.” Wajah orang itu berubah muram.
“Jangan ngomong yang tidak berguna, kalian cuma takut aku memancing hantu naik dan menyeret kalian. Tapi di halte ini aku tidak akan turun, tenang saja. Mesin penjual otomatis itu terlalu besar, tidak mungkin kubawa sendirian.” Zhou Deng menggelengkan kepala, memberi alasan.
Wajah penumpang lain menghitam mendengarnya.
Ternyata dia tidak mau turun karena mesin penjual otomatis itu terlalu besar dan sulit dipindahkan.
Dengan kata lain, jika barang itu mudah dipindahkan, apakah dia akan langsung turun tanpa ragu?
“Orang gila dan pencari masalah seperti ini lebih baik mati saja.” Banyak yang dalam hati mengutuk.
Tapi mereka tak punya ilmu santet pembunuh, hanya bisa meluapkan ketidakpuasan di hati.
Namun tiba-tiba Zhou Deng mengusulkan: “Yang Jian, bagaimana kalau kita bekerja sama turun dan memindahkan mesin penjual itu? Menurutku nilai barang itu jauh lebih berharga dari baskom tembaga sebelumnya.”
“Sial! Zhou Deng, jangan sembarangan memberi ide gila!” seseorang langsung memarahi tak bisa menahan diri.
Para kurir surat justru menatap tajam ke arah Yang Jian.
Khawatir dia benar-benar setuju untuk turun.
“Aku tidak tertarik. Setelah halte ini aku akan turun, tak ingin ada kejadian tak terduga di tengah jalan. Lagipula... aku benci hari hujan.” Kata Yang Jian dingin sambil memandang cuaca di luar.
Zhou Deng berkata: “Sayang sekali. Kalau kita kerja sama pasti bisa mendapatkan keuntungan yang besar.”
Melihat kerjasama gagal, semua orang lega.
Tapi kemudian Yang Jian berkata: “Di halte ini kemungkinan besar ada hantu gentayangan yang naik bus. Jika tempat duduk tidak cukup...”
Ucapannya terhenti di situ, tidak dilanjutkan.
Meski ada satu kursi kosong, belum tentu kali ini hanya seekor hantu yang naik. Jika ada dua hantu yang naik, harus mencari cara untuk mengusir penumpang turun.
Mendengar ini, semua orang kembali merasa cemas.
Saat ini.
Bus berhenti di halte.
Perhentian ketiga telah tiba.
Pintu terbuka, angin kencang membawa percikan air hujan masuk. Udara dipenuhi bau anyir yang tak sedap. Air hujan ini sepertinya bukan hujan normal, lebih mirip air limbah yang pernah merendam mayat, menimbulkan perasaan tak tergambarkan.
"Tidak terlihat apa pun di halte. Kemungkinan hantu naik bus tidak terlalu besar." Semua orang menatap ke arah halte.
Tapi tak ada yang terlihat, hanya mesin penjual otomatis yang berkedip-kedip.
Namun tiba-tiba.
Angin dingin dari luar tiba-tiba bertiup kencang, membawa semburan hujan melalui pintu depan ke dalam gerbong.
Kemudian.
Suara langkah kaki yang menginjak genangan air muncul secara tiba-tiba.
Tak terlihat sosok manusia, hanya siluet samar berbentuk manusia dalam cahaya redup di tengah hujan.
Itu adalah hantu gentayangan yang basah kuyup oleh hujan.
Hantu itu dengan cepat mendekat ke arah sini.
"Sial, hantu muncul!" Tak perlu ada yang mengingatkan.
Di saat seperti ini, mata semua orang waspada. Setiap keanehan terlihat sangat jelas.
Sebuah siluet misterius dalam tirai hujan naik ke bus, tapi menghilang seketika saat masuk, tak terlihat lagi.
"Menarik, apakah ini hantu gentayangan yang hanya bisa menampakkan diri melalui media hujan?"
Yang Jian teringat peristiwa Hantu Mimpi yang dialaminya dulu di kampung halaman.
“ hantu gentayangan yang tidak memiliki wujud fisik memerlukan perantara untuk bisa dilihat.
Hujan ini sangat tidak biasa, mengandung kekuatan gaib, sehingga terpilih menjadi perantara.
"Ada jejak kaki basah di lantai..." seseorang berbisik mengingatkan.
Di dalam gerbong, jejak kaki basah berjalan menyusuri lorong, lalu perlahan menghilang.
Tak lama kemudian.
Di kursi kosong muncul genangan air kecil, seolah belum dikeringkan.
Namun di genangan itu terpantul bayangan mengerikan: sosok basah kuyup dengan wajah tak jelas, tubuhnya terus meneteskan air.
"Syukurlah, hanya satu hantu yang naik. Berhasil diatasi tanpa insiden."
Setelah hantu ini, memang tidak ada hantu kedua yang muncul.
Bus gaib kembali berangkat. Pintu tertutup, perjalanan dimulai.
Halte ketiga paling tenang.
Tapi berikutnya adalah momen paling berbahaya.
Karena kurir surat harus turun setelah halte ketiga.
Artinya, antara halte ketiga dan keempat bus ini akan mengalami masalah.
Hanya ada dua situasi yang bisa mengganggu bus:
Mesin mati atau dihalangi hantu.
Keduanya sama-sama mengancam nyawa.
