Restart ke setengah jam sebelumnya.
Pada periode waktu ini, nasib kerumunan yang semula akan dihabisi semua telah diubah.
Tapi Yang Jian tidak bisa membalikkan masa depan yang lebih jauh, mereka yang mati di rumah kuno tidak mungkin diselamatkan kembali.
Dan sekarang.
Zhou Deng, Li Yang, Liu Qingqing dan anggota lainnya muncul di jalan tanah kuning.
Mereka tertegun sejenak.
"Peti matinya? Tadi aku mengangkat peti mati merah besar itu di tanganku, sekarang hilang?" Zhou Deng memandangi tangan kosongnya dengan bingung.
Memorinya sebelumnya seolah terhapus, hanya tersisa sampai momen ini.
Jadi dalam ingatannya, Zhou Deng sedang bersama Yang Jian mengangkat peti mati di jalan.
Tapi di sekitar mereka tidak ada peti mati, juga tidak ada Yang Jian.
"Barusan aku melihat cahaya merah berkedip lalu lenyap, itu wilayah hantu kapten. Mungkin tadi kapten menemukan sesuatu." Li Yang merenung sejenak lalu berkata.
Meski kejadian ini aneh, tapi bukan tidak bisa dipahami.
Begitu wilayah hantu dibuka, satu detik saja bisa mengubah banyak hal. Dia sudah terbiasa dengan ini.
"Begitu? Lalu ke mana Kapten Yang membawa peti matinya?" Zhou Deng mengerutkan kening.
Liu Qingqing menatap ke depan: "Pasti tidak mungkin kembali ke belakang, pasti ada di depan."
"Aku juga berpikir begitu. Terus jalan ke depan, pasti akan bertemu kapten." Kata Li Yang.
"Dasar, tidak bilang-bilang duluan. Aku kira peti matinya kabur sendiri." Gerutu Zhou Deng.
Rombongan ini penuh tanya dan kebingungan, terpaksa melanjutkan perjalanan.
Sepanjang jalan sangat tenang, tanpa gangguan gaib maupun penampakan hantu gentayangan.
Setelah berjalan beberapa langkah ke depan, kerumunan melihat di dekat persimpangan menuju area kosong di depan, sebuah peti mati merah berada di sana.
Saat ini, Yang Jian sendirian bersandar di samping peti mati, kepalanya sedikit tertunduk seperti tertidur pulas. Di sebelahnya, tombak emas retak berdiri tegak, seolah semua ini telah bertahan lama, bukan baru saja terjadi.
"Ternyata di sini, membuatku ketakutan setengah mati. Kukira peti matinya hilang," kata Zhou Deng.
"Gendong aku untuk melihat situasi." Li Yang yang masih digendong di punggung Yang Xiaohua membuka mulut.
Liu Qingqing menggerakkan tatapannya: "Apa kalian tidak merasa ada yang aneh dengan Yang Jian... sepertinya dia mati."
"Tutup mulut kotormu!" Wajah Li Yang langsung berubah dingin sambil memarahi.
Liu Qingqing mendengus ringan menunjukkan ketidakpuasan, tapi tidak berkata lebih jauh.
Tak lama kemudian.
Kerumunan mendekat.
Mereka memandangi Yang Jian, lalu melihat ke peti mati di sebelahnya.
Peti mati merah telah tertutup rapat tanpa keanehan apapun. Tubuh Yang Jian penuh noda tanah liat kuning, seolah baru berguling-guling di tanah, terlihat compang-camping. Entah apa yang sebenarnya terjadi selama waktu singkat tadi.
Tapi dari penampilannya, seharusnya dia tidak mengalami bahaya.
"Komandan!" teriak Li Yang.
Zhou Deng mendekat dan mendorongnya: "Hei, Kapten Yang, apa kau tertidur? Ini bukan waktu untuk tidur, masih banyak yang harus dikerjakan."
Entah karena terganggu atau memang baru bangun,
dia membuka matanya.
Mata merahnya dipenuhi warna wajah pucat, ekspresinya memancarkan kelelahan yang sulit dibayangkan.
"Komandan tim, tadi ada apa?" tanya Li Yang.
"Tidak, tidak terjadi apa-apa. Saya hanya terganggu sedikit oleh hal gaib," jawab Yang Jian sambil menengadah memeriksi rombongan.
Tatapannya mengandung kerumitan.
Tapi akhirnya tetap tak mengucapkan sepatah kata pun.
"Syukurlah. Perjalanan lancar, aman tanpa bahaya. Sekarang kita sudah sampai, cepat kuburkan peti mati ini sebelum situasi memburuk," ujar Zhou Deng.
Yang Jian bangkit berdiri.
Tubuhnya tampak kaku, saat melangkah maju kakinya tak bergerak, hampir terjatuh ke tanah.
"Kau terlihat tidak beres, tidak seperti biasanya," Zhou Deng segera menyangga. "Tadi kau diserang hantu gentayangan? Atau merasakan keanehan dalam peti mati?"
"Bukan masalah besar," Yang Jian menepuk bahunya.
"Hanya reaksi tubuh karena terlalu lama tak beristirahat."
Setelah menggerakkan badan, sensasi familiar menguasai tubuhnya perlahan pulih.
"Bawa terus peti matinya."
Ia mencabut tombak retak yang tertancap di tanah, lalu melanjutkan prosesi penguburan.
Zhou Deng bergumam dalam hati: "Kenapa dia menepuk bahuku? Apakah hubungan kami sudah sedekat ini?"
Dengan pertanyaan mengganjal itu,
rombongan akhirnya tiba di ujung area kosong yang luas.
“Di area kosong, lima kuburan tua berjajar rapi. Di atas batu nisannya terukir potret jenazah hitam-putih. Ada pria dan wanita di foto itu, ada yang muda juga yang setengah baya.”
“Tapi kuburan kedua sudah runtuh.”
“Namun di sebelah kuburan kelima, berdiri sebuah sekop tua.”
“Posisi sekop yang berdiri itu seolah menandai lokasi kuburan keenam.”
“Sekop itu bukan barang gaib, hanya barang antik biasa. Hal ini sudah dipastikan Zhou Deng dan Yang Jian beberapa hari lalu.”
“Ayo gali, cepat kuburkan barang ini.” Zhou Deng menggulung lengan bajunya, mengambil sekop, lalu langsung menyodokkan sekopnya ke tanah.
“Kreng~!”
“Sekopnya seperti membentur sesuatu yang sangat keras.”
“Apa ini?”
“Zhou Deng menggali tanah di sekitarnya dan melihat sebuah batu nisan hijau. Tak ada tulisan atau foto almarhum, hanya permukaan kosong.”
“Oh, cuma batu nisan. Si tua kolot ini persiapanannya matang sekali, sampai menyiapkan nisan untuk dirinya sendiri.” Ia memindahkan batu itu lalu melanjutkan penggalian.
“Kau kerjakan dulu, aku perlu istirahat.”
“Yang Jian tidak membantu. Ia duduk di depan nisan sebuah kuburan, berencana beristirahat sebentar.”
“Aku juga akan menguburkan Lao Ying.” Liu Qingqing meletakkan mayat Lao Ying, berencana menggali lubang di sebelahnya untuk menguburkannya.
“Yang Jian melihatnya sebentar, tidak berkata-kata, hanya mengingat-ingat kejadian tadi.”
Setelah restart selesai, Bayangan hantu-nya hampir tertahan di dalam mayat itu dan tidak bisa keluar. Bukan dia tidak ingin keluar, tapi Bayangan hantu itu tidak mau keluar karena mayat orang tua itu lebih cocok untuknya dibandingkan tubuhnya sendiri.
Ini adalah kebangkitan yang bersifat naluriah.
Yang Jian hampir kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri.
Tapi akhirnya, dia memilih untuk restart dirinya sendiri, memaksa diri untuk melepaskan dan kembali ke tubuh aslinya.
Tubuh orang tua itu memang mengerikan, tapi tidak cocok untuknya. Jika terlalu lama, dia akan kehilangan jati diri dan kendali, akhirnya pasti menjadi salah satu kepingan puzzle sang tua.
Meski kekuatan gaib yang dikuasainya tidak sebanding dengan mayat tua dalam peti mati ini, setidaknya dia bisa bergerak dengan bebas.
"Wilayah Hantu delapan lapisan, merestart seluruh wilayah... Benar-benar kekuatan gaib yang terlarang." Yang Jian menghela nafas.
Dia sendiri merasa semua ini seperti tidak nyata.
Karena orang-orang yang sudah mati benar-benar muncul kembali di hadapannya tanpa sedikit pun kesan tidak wajar, memastikan mereka adalah orang hidup.
Mertua yang seharusnya menghalangi jalan, berhasil dihapuskan dengan meminjam kekuatan mayat dalam peti mati.
Karena itu setelah restart, tidak ada lagi hantu gentayangan yang menghadang di jalan.
Inilah yang membuat perjalanan bisa berjalan lancar tanpa hambatan.
Zhou Deng menggali lubang dengan kecepatan luar biasa.
Tak lama, sebuah lubang tanah yang cukup untuk menampung seluruh peti mati telah siap.
"Sudah. Apa perlu kubuat lebih dalam? Kalau lebih dalam, peti mati akan terkubur lebih rapat sehingga hantu di dalamnya tidak bisa kabur." Zhou Deng menoleh bertanya pada Yang Jian.
"Buat lebih dalam saja, kita masih punya waktu," kata Yang Jian.
Zhou Deng menjawab: "Aku juga berpikir begitu."
"Kemudian dia memperdalam lubang tanah itu lagi."
"Sekarang sudah cukup, bolehkah saya mengubur peti mati ini?"
"Kuburkan saja," kata Yang Jian.
Zhou Deng sendirian segera memindahkan peti mati yang tidak berat itu ke dalam lubang tanah, lalu kembali mengambil sekop dan mulai mengisi tanah untuk menguburnya.
Peti mati merah tidak menunjukkan keanehan apapun.
Ini membuat Yang Xiaohua dan Li Yang yang sedang mengawasi di sebelah merasa lega.
Setelah sibuk bekerja di area kosong ini selama kira-kira dua jam, sebuah makam baru yang tertutup tanah kuning muncul di lahan tersebut.
Ini adalah makam keenam.
Terakhir, Zhou Deng menegakkan batu nisan kosong di depan makam sambil menepuk tangan: "Pekerjaan selesai, hari ini kita cukup beruntung tidak mengalami bahaya, sepertinya hari penguburan adalah hari paling aman, tidak tahu bagaimana besok nanti."
"Di sini juga sudah selesai dikubur."
Liu Qingqing yang seluruh tubuhnya kotor juga datang mendekat. Dia telah menguburkan mayat Lao Ying, memberikan tempat peristirahatan terakhir bagi Lao Ying tanpa membiarkannya membusuk di luar.
"Komandan, apa rencana selanjutnya? Apakah kita kembali ke rumah kuno atau tetap di sini sebentar untuk memantau situasi?" tanya Li Yang.
