Yang Jian dan Li Yang berhasil mencapai lantai lima kantor pos.
Lantai lima sedikit berbeda dengan lantai satu sampai empat di bawahnya. Sebagai lapisan terakhir, di atasnya hanya ada atap tanpa jendela. Di bawah atap terdapat aula utama yang dikelilingi tujuh kamar, desainnya sama dengan kamar di lantai bawah.
501……502……dan seterusnya.
Saat ini aula utama kosong melompong, redup dan menekan, hanya diterangi lampu yang sedikit menguning.
Kurir lantai lima jarang berkumpul karena interval tugas pengiriman surat mereka terlalu panjang - satu surat dengan interval satu tahun. Akibatnya, sebagian besar waktu lantai lima kosong, jarang terlihat kurir lain.
Yang Jian tidak datang ke lantai lima selama masa tugas pengiriman, melainkan masuk secara aktif dengan membakar kertas surat. Karena itu dia juga tidak mungkin bertemu kurir lain yang sedang bertugas.
Adapun Liu Qingqing, diperkirakan belum akan masuk ke lantai lima kecuali tugas pengirimannya muncul.
“Tidak ada satu orang pun di sini, kurir surat lantai lima pasti tidak akan tinggal lama di lantai ini. Karena keistimewaan status kurir lantai lima, mungkin mereka semua menyembunyikan identitas dan hidup di luar. Sangat sulit untuk menangkap kurir lantai lima dan mendapatkan informasi dari mereka.”
Li Yang memandang sekeliling sambil berkata.
Entah masuk ke lantai berapa kantor pos ini, memperoleh informasi dan intelijen adalah hal terpenting.
Ini pertama kalinya Yang Jian dan Li Yang datang ke lantai lima kantor pos. Cara terbaik untuk cepat mendapatkan informasi adalah dengan menargetkan kurir surat.
Sebelumnya, baik di lantai tiga maupun empat, mereka selalu bertemu kurir surat. Tapi kali ini sepertinya sial, tidak menemukan kurir lantai lima.
“Tidak perlu buru-buru, mari kita lihat sekeliling.”
Yang Jian memegang tombak retaknya dengan ekspresi serius, tangan satunya menggenggam botol kaca, lalu memasuki aula utama lantai lima.
Li Yang juga mengikuti sambil memeluk botol kaca berisi kepala mayat.
Belum beberapa langkah mereka berjalan, pintu kayu tua di belakang tiba-tiba menutup dengan suara braak.
Begitu pintu tertutup, Yang Jian langsung merasakan sesuatu yang tidak beres.
Penerangan kuning di sekeliling berkedip, kekuatan gaib yang tak terdefinisi mengganggu segala sesuatu di sekitar. Persepsi seluruh tubuhnya terganggu, kesadaran manusia sesaat menjadi buram.
Namun efek ini datang dan pergi dengan cepat.
Seperti ilusi belaka, sesaat kemudian semuanya normal kembali. Lampu tidak lagi berkedip, gangguan gaib kuat itu pun menghilang.
Yang Jian mengerutkan kening.
Meskipun terjadi dalam seketika, dia yakin bahwa sebelumnya benar-benar mengalami gangguan gaib tertentu. Gangguan ini tidak ditujukan pada individu, melainkan pada lingkungan sekitarnya.
Seolah-olah pada momen ini, mereka memasuki ruang dimensi gaib yang lebih dalam, bukan lantai lima dalam arti sebenarnya.
Lagipula lantai lima kantor pos hanyalah sebuah nama. Tempat ini bisa disebut lantai lima, ruang gaib acak pun bisa dinamai lantai lima. Karena itu, Yang Jian bahkan meragukan apakah mereka masih berada di dalam kantor pos. Mungkinkah "lantai lima kantor pos" yang dimaksud sebenarnya adalah wilayah gaib lain? Tangga kantor pos bagaikan jalan penghubung antar wilayah gaib.
Namun pemikiran ini tidak bertahan lama di otaknya sebelum perhatian Yang Jian tertarik pada beberapa objek di dinding aula.
Lukisan minyak.
Jika aula lantai satu kantor pos memiliki deretan lukisan minyak, dinding aula lantai lima ini pun dipenuhi lukisan serupa.
Seluruh lukisan seolah berasal dari tangan yang sama dengan gaya identik - gelap, mencekam. Meski menggambarkan pemandangan normal, terpancar kesan seram yang ganjil. Namun tidak banyak lukisan pemandangan di sini. Sebagian besar adalah potret figur-figur dengan pakaian dan dekorasi yang sangat bervariasi antara yang lama dan baru.
Gaya busana dalam beberapa potret seperti tahun 70-80an, beberapa bergaya modern, bahkan ada yang lebih kuno dengan jas panjang khas era Republik.
Potret-potret tersebut menampilkan beragam karakter: pria-wanita, orang tua-pemuda, wanita cantik hingga wajah garang, dengan ciri fisik dan ekspresi yang unik.
“Begitu banyak potret dengan gaya dan aura wajah yang berbeda-beda, ini jelas mustahil dilukis secara tiba-tiba, melainkan harus ada referensi dari wujud asli manusia.”
Yang Jian mendekati sebuah potret, mengulurkan tangan untuk merabanya, lalu mengendusnya dengan hidung.
Aroma yang familiar tercium.
“Sama dengan aroma yang terpancar dari Lukisan Hantu, sesuai dugaan sebelumnya, Lukisan Hantu memang berasal dari kantor pos.” Bisiknya dalam hati, “Dan sangat mungkin merupakan salah satu lukisan yang hilang dari lantai lima kantor pos.”
Matanya menyapu seluruh koleksi potret tersebut.
Dalam hati, ia membayangkan: Jika Lukisan Hantu muncul di sini dan dipajang di tempat ini, apakah akan terlihat janggal?
Jawabannya jelas.
Sama sekali tidak aneh. Gaya lukisan dan model Lukisan Hantu identik dengan lukisan di sini. Lagipula Lukisan Hantu juga berupa potret figur, jadi memajangnya di sini ibarat mengembalikan barang ke tempat asalnya.
“Komandan tim, semua lukisan ini terlihat tidak biasa. Ada perasaan menggelisahkan, seolah menyangkut kekuatan gaib.” Li Yang mengerutkan kening. Pengalamannya dengan Lukisan Hantu memperbesar kecemasannya.
“Setidaknya untuk sementara tidak berbahaya. Waktu masih belum pukul enam. Lentera kantor pos belum padam. Kalaupun ada hantu, mereka belum akan muncul.” Yang Jian memeriksa jamnya.
Sekarang pukul lima tiga puluh.
Masih tersisa setengah jam menuju pukul enam. Sebelum itu, kita hanya perlu mencari ruangan untuk berlindung karena ruangan dalam kantor pos merupakan zona aman.
Keduanya melanjutkan pengamatan.
Tiba-tiba.
Li Yang kembali berteriak: “Komandan tim, kemarilah lihat lukisan ini! Mirip sekali denganmu!”
“Apa?!”
Segera Yang Jian menarik pandangannya dan bergegas menghampiri Li Yang.
“Saat ini Li Yang menatap sebuah lukisan di dinding dengan ekspresi tertegun, dia menunjuk ke arah lukisan di atas.”
“Memang membuat orang terkejut, karena pria dalam potret itu mengenakan setelan jas model lama berdiri di sebuah jalan raya, di belakangnya terlihat samar-samar sebuah desa. Wajah pria ini ternyata memiliki kemiripan 70-80% dengan Yang Jian.”
“Tatapan Yang Jian langsung menjadi gelap, dia mengenali lukisan ini.”
“Ini bukan saya.”
“Bukan Komandan Tim, lalu siapa...” Li Yang bertanya heran.
“Yang Jian berkata: ‘Ini ayahku, ini adalah potret ayahku. Jalan dalam lukisan ini aku kenal, itu adalah jalan masuk ke desa kampung halamanku. Desa di belakangnya memang kampung halamanku, meski lukisannya buram tapi tetap bisa kukenali.’”
“Dia mengerutkan alutnya.”
“Mengapa potret ayahnya sendiri bisa muncul di sini? Mungkinkah dia pernah masuk ke lantai lima kantor pos sebelumnya?”
“Sepertinya bukan hanya potret ayahku yang ada di sini.”
“Seketika, Yang Jian melihat sebuah lukisan lain di sebelah potret ayahnya. Itu adalah seorang wanita berbaju rok motif bunga biru dengan kuncir, terlihat sangat muda, belum genap 20 tahun. Latar belakang wanita ini adalah bangunan era Republik, jelas wanita ini berasal dari periode yang sama.”
“Dia mengenali, wanita ini adalah sepupu ayahnya. Wajahnya mustahil salah dikenali, karena sampai sekarang wanita ini masih tinggal di kampung halaman.”
“Ini semakin menarik. Wanita dalam lukisan adalah orang era Republik, arsip tentang sepupu Yang Yuanyuan berasal dari tahun 80-an yang sudah tenggelam, tapi sekarang ada orang yang sama masih hidup.”
"Era Republik, empat puluh tahun lalu, sekarang. Tiga periode waktu, tiga status, satu wajah yang sama. Dia seolah hidup selama tiga generasi. Sekarang saya paham mengapa ayah saya meninggalkan orang khusus ini di kampung halaman. Tubuhnya menyimpan rahasia besar yang terkait banyak peristiwa."
Yang Jian tampak merenungkan sesuatu.
Dia merasa semasa hidupnya, ayahnya memiliki keterkaitan erat dengan wanita ini. Namun semua kisah masa lalu itu terkubur bersama kematian ayahnya.
Tapi sekarang bukan waktu untuk memikirkan hal-hal itu.
Meski Yang Jian menemukan potret ayahnya di sini, ini tidak memiliki makna khusus. Paling-paling dia curiga ayahnya pernah mencapai lantai lima kantor pos, hanya itu.
"Cari kamar untuk istirahat. Setelah malam ini, kita lanjutkan penyelidikan di lantai lima kantor pos," kata Yang Jian, menghentikan penelitiannya terhadap potret-potret itu.
Dia tahu potret-potret ini aneh, tapi tujuan utamanya adalah kantor pos itu sendiri, bukan lukisan-lukisan tak penting ini.
Li Yang mengangguk setuju.
Keduanya memutuskan masuk ke ruang nomor 501 untuk berlindung semalaman.
Pintu rumah terkunci rapat, tidak bisa dibuka.
"Komandan, pintu tidak bisa dibuka," bisik Li Yang. "Saya coba ruang lain."
Merasa ada yang tidak beres, dia segera menuju ruang 502. Hasilnya sama - pintu kedua juga terkunci.
Kemudian ruang 503 dan 504 dicoba. Akhirnya semua ruangan terkunci, tidak ada yang bisa dibuka.
"Semua kamar dikunci? Tempat ini tidak ramah pada kurir surat?" kata Yang Jian. "Kau sudah pakai kekuatan gaib?"
“Tidak boleh juga.” Li Yang menggunakan kekuatan gaib Hantu Menghadang Pintu, berusaha mengganggu seluruh ruangan.
Namun tak lama kemudian, wajahnya berubah drastis. Pintu rumah di depannya bergetar hebat dua kali, langsung melemparkan Li Yang dengan paksa. Sebuah kekuatan gaib yang lebih kuat memblokir pengaruhnya.
Kekuatan gaib Hantu Menghadang Pintu gagal berfungsi.
“Menggunakan kekuatan gaib pun tidak bisa membuka satu pun pintu. Ada apa dengan lantai lima ini? Atau mungkin semua ruangan di sini sudah dihuni, dan semua pintunya terkunci dari dalam?” Mata Yang Jian menyipit. Ia mengangkat tombak retak di tangannya.
Di hatinya mulai muncul dugaan.
Segera.
Tanpa ragu, ia menghujamkan golok kayu bakar ke pintu nomor 501 dengan keras.
Golok yang biasanya tumpul itu tiba-tiba menjadi sangat tajam saat menyentuh aura gaib, mampu dengan mudah membongkar kekuatan supernatural dan hantu gentayangan. Sebelumnya, dengan paksa ia telah menggunakan golok ini untuk menghancurkan Lemari Hantu.
Sesaat kemudian.
Pintu langsung terbelah membuka retakan.
Saat ini lampu belum padam. Seharusnya bagian dalam ruangan gelap gulita, namun dari celah retakan itu terpancar cahaya. Bukan cahaya bohlam, melainkan cahaya lentera minyak yang redup dan bergoyang-goyang. Di dalam terlihat samar-samar, tidak jelas apakah ada orang atau tidak.
“Ternyata bukan tidak bisa dibuka, tapi masalah strategi yang kurang tepat.” Kata Yang Jian.
Dengan cara kekerasan, ia hendak mengangkat kembali goloknya untuk membelah pintu itu. Namun tiba-tiba dari dalam terdengar suara batuk kecil.
“Batuk-batuk, kurir surat baru ya?”
Suara parau terdengar dari dalam ruangan, seolah kehabisan tenaga. Meski demikian, Yang Jian yang mengintip melalui celah pintu tidak melihat siapa pun di dalam.
“Baru naik lantai langsung neken pintu? Kau mau bunuh kita semua? Pengalaman dari lantai satu sampai empat belum mengajarimu tata krama di sini?” Suara itu bernada kesal meski terdengar lirih.
Wajar saja, siapa pun pasti marah kalau pintu rumahnya didobrak paksa.
“Kukira lantai lima kosong. Ternyata ada kurir surat di sini. Kabar bagus nih.” Alih-alih waspada, raut gembira justru menghias wajah Yang Jian.
Tanpa basa-basi, ia langsung menyergap masuk untuk menghabisi kurir surat itu.
Hasilnya, sesaat kemudian.
Kreek!
Pintu ruangan No.502 di sebelah tiba-tiba terbuka. Langkah kaki tergesa menyambut seorang pria berusia lima puluhan yang berdiri di ambang pintu dengan muka masam: “Jangan masuk ke 501! Buka lebar mata hantumu itu. Apa kau lihat ada orang di dalam?”
Ekspresi Yang Jian berubah serius. Langkahnya terhenti saat menatap pria tak dikenal ini: “Kau juga kurir lantai lima?”
“Aku tak ingin pemuda sepertimu mati sia-sia di sini. Tadi kuperhatikan kau lama memandang potret itu. Tak kusangka... wajahmu hampir mirip dengannya. Kalau bukan karena itu, pintu ini takkan kubuka.”
Alis Yang Jian berkerut. Ia memeriksi pria ini lebih saksama.
“Kecurigaan terhadap saya memang wajar, tapi saya tetap harus menyampaikan sebuah fakta, di dalam ruangan No.501 tidak ada orang, itu adalah kamar terkutuk, setelah kau masuk kemungkinan besar sulit keluar hidup-hidup.” Pria berusia sekitar lima puluh tahun itu berkata dengan sangat hati-hati.
Yang Jian melihat-lihat ruangan No.501.
Melalui celah pintu yang terbelah, mata hantunya mengintai.
Di dalam masih terlihat lentera minyak berayun-ayun, tapi tetap tak terlihat siapa pun, namun suara terus terdengar: "Pergi dari sini, jangan ganggu aku lagi, kalau tidak aku tidak akan melepaskanmu."
Sepertinya benar-benar ada yang tidak puas dengan Yang Jian, mengirimkan peringatan.
Tapi kenyataannya, di dalam benar-benar kosong melompong, situasinya sangat ganjil.
Yang Jian hampir terpancing oleh suara itu dan nekat menerobos masuk.
"Ruangan lain mungkin tidak akan membukakan pintu untukmu, malam ini tinggallah di kamarku, kebetulan saya juga ada beberapa hal ingin ditanyakan, sudah terlalu lama berada di tempat ini, banyak hal yang menjadi tidak jelas."
Pria berusia sekitar lima puluh tahun itu melambaikan tangan, memberi isyarat pada Yang Jian untuk masuk ke ruangan, kemudian ia berjalan lebih dulu, kembali sendirian ke kamarnya.
Li Yang melihat Yang Jian: "Komandan tim, sekarang harus bagaimana?"
Ekspresi Yang Jian berubah sedikit, setelah merenung ia berkata; "Pergi dulu ke ruangan No.502 dan tinggal sehari, coba dapatkan informasi dan data tentang tempat ini dari orang itu, ruangan ini memang agak tidak lazim, untuk sementara hindari saja."
Li Yang mengangguk, dengan penuh kesadaran setuju.
Mereka berdua berbalik arah menuju ruangan No.502.
"Tapi tepat saat mereka hendak memasuki ruangan ini, suara lemah dari kamar nomor 501 sebelah tiba-tiba terdengar lagi: 'Hei, menarik, akhirnya sampai di lantai lima, kewaspadaanmu payah sekali. Kamar 502 selalu dalam keadaan kosong. Kalian malah mau masuk ke sana? Konon dulunya ada hantu gentayangan yang dikurung di situ. Barusan kudengar suara pintu kamar itu terbuka, kemungkinan besar hantu itu keluar lagi.'"
"Tapi lantai lima kantor pos ini punya keistimewaan. Hantu itu terkurung di dalam kamar dan tidak bisa meninggalkan pintu, jadi dia hanya bisa memancing orang untuk masuk."
Yang Jian menggigil kaget mendengar ini, langkahnya terhenti mendadak. Ia menatap kamar 502 di depannya.
Remang-remang.
Pria berusia lima puluhan itu tetap berjalan membelakangi Yang Jian dan Li Yang, sepertinya tidak berniat menengok.
Li Yang juga sampai berkeringat dingin.
Karena suara dari kamar 501 itu benar - orang di kamar 502 tadi memang tidak keluar dari pintu, hanya menyapa dari ambang pintu.
Jadi orang di kamar 502 itu sebenarnya hantu gentayangan yang terkurung?
Pria paruh baya itu berbalik badan dalam cahaya redup kamar, lalu berkata: "Jangan percaya suara dari kamar 501. Makhluk hantu itu setiap hari mengoceh sembarangan. Tidak ada yang tahu asal suara itu - ada yang menduga itu barang gaib, ada yang bilang kamar itu sendiri dihuni hantu gentayangan, juga yang mencurigai ini bekas kurir pos yang tidak mati sempurna dan terjebak di sini karena alasan tertentu."
“Waktu tidak banyak lagi, sebentar lagi lampu akan padam. Jika kau tidak ingin mati di luar, segera masuk. Saya tidak akan terus membuka pintu menunggu kalian. Jika kalian mencurigai saya, saya akan segera menutup pintu dan tidak akan peduli lagi nasib kalian.”
“Komandan tim, siapa yang harus dipercaya? Sepertinya semuanya terlihat tidak biasa.” Keringat dingin mulai mengucur di dahi Li Yang saat ini.
Apakah situasi di lantai lima kantor pos benar-benar seganas ini?
Baru saja naik ke lantai atas sudah bertemu hantu gentayangan.
Lagipula hantu itu berada di dalam ruangan.
“Meski aturan di lantai lima kantor pos tidak diketahui, saya yakin tidak mungkin ada perbedaan besar antara setiap ruangan. Ada ruangan yang bisa dihuni, ada yang ditempati hantu. Tapi tidak menutup kemungkinan suatu ruangan telah disusupi fenomena supernatural...”
Alis Yang Jian berkerut dalam-dalam.
Penghuni dua ruangan saling menuduh ruangan lawannya bermasalah.
Suara dari ruangan 501 mengatakan penghuni 502 adalah hantu.
Penghuni ruangan 502 menyatakan suara di ruangan 501 adalah fenomena gaib, sebenarnya ruangan itu sudah kosong sejak lama dan berbahaya jika dimasuki.
Bagaimanapun, satu-satunya yang pasti adalah salah satu dari dua ruangan ini pasti bermasalah.
Jika tidak ada masalah, tidak mungkin saling menuduh.
Tentu saja, ada kemungkinan lain bahwa kedua ruangan sama-sama bermasalah.
“Jangan masuk ke dua ruangan itu, cari ruangan ketiga.” Yang Jian ragu, dia tidak ingin bertaruh pada langkah ini.
Tidak bertaruh berarti tidak akan kalah.
Saat ini, perkataan Wang Chaling benar.
Yang Jian dan Li Yang berbalik badan, mencoba membuka pintu ruangan lain.
